Internasional,
AS Jatuhkan 'Bom' Terbesar ke Rusia, Sasar Mesin Uang Putin

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia kembali memuncak setelah pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan paket sanksi terbesar yang menargetkan pendapatan minyak dan gas Moskow.
Langkah ini dirancang untuk mengurangi pendapatan Rusia yang terus mendanai perang di Ukraina, yang telah menewaskan lebih dari 12.300 warga sipil dan menghancurkan kota-kota sejak invasi Moskow pada Februari 2022.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan bahwa langkah-langkah yang diumumkan pada Jumat (10/1/2025) tersebut akan "memberikan pukulan signifikan" kepada Moskow. "Makin sedikit pendapatan yang diperoleh Rusia dari minyak ... semakin cepat perdamaian akan dipulihkan," katanya, dilansir Reuters.
Daleep Singh, penasihat ekonomi dan keamanan nasional Gedung Putih, mengatakan bahwa langkah-langkah ini adalah "sanksi paling signifikan pada sektor energi Rusia, sejauh ini merupakan sumber pendapatan terbesar untuk perang Putin."
Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi pada Gazprom Neft dan Surgutneftegas, yang mengeksplorasi, memproduksi, dan menjual minyak, serta pada 183 kapal yang telah mengangkut minyak Rusia, banyak di antaranya adalah bagian dari armada bayangan yang dioperasikan oleh perusahaan non-Barat. Sanksi ini juga mencakup jaringan yang memperdagangkan minyak bumi.
Kapal-kapal tersebut digunakan untuk mengirimkan minyak ke India dan Cina karena batasan harga yang diberlakukan oleh negara-negara Kelompok Tujuh pada 2022 telah mengalihkan perdagangan minyak Rusia dari Eropa ke Asia. Beberapa kapal bahkan mengangkut minyak Rusia dan Iran.
Departemen Keuangan juga mencabut ketentuan yang sebelumnya membebaskan perantara pembayaran energi dari sanksi terhadap bank-bank Rusia. Sanksi ini diperkirakan akan merugikan Rusia miliaran dolar per bulan jika ditegakkan dengan cukup ketat, menurut seorang pejabat AS.
"Tidak ada langkah dalam rantai produksi dan distribusi yang tidak tersentuh, dan itu memberi kami kepercayaan bahwa penghindaran akan menjadi lebih mahal bagi Rusia," kata pejabat itu.
Dampak Sanksi
Gazprom Neft menyatakan bahwa sanksi tersebut tidak berdasar dan tidak sah, dan mereka akan terus beroperasi. Langkah-langkah ini memungkinkan periode transisi hingga 12 Maret bagi entitas yang terkena sanksi untuk menyelesaikan transaksi energi.
Namun, sumber-sumber di perdagangan minyak Rusia dan penyulingan India menyebutkan bahwa sanksi ini akan menyebabkan gangguan parah pada ekspor minyak Rusia ke pembeli utama seperti India dan Cina. Harga minyak global naik lebih dari 3% menjelang pengumuman Departemen Keuangan, dengan minyak mentah Brent mendekati US$80 per barel.
Geoffrey Pyatt, Asisten Menteri Sumber Daya Energi AS di Departemen Luar Negeri, menyatakan bahwa pasokan minyak baru yang diharapkan dari AS, Guyana, Kanada, Brasil, dan mungkin Timur Tengah akan mengisi kekurangan pasokan Rusia.
"Kami tidak lagi dibatasi oleh pasokan yang ketat di pasar global seperti saat mekanisme batas harga diumumkan," kata Pyatt.
Adapun pemerintahan Biden telah memberikan bantuan militer senilai US$64 miliar kepada Ukraina sejak invasi, termasuk US$500 juta minggu ini untuk rudal pertahanan udara dan dukungan peralatan untuk jet tempur.
Sanksi ini diharapkan memperburuk tekanan ekonomi di Rusia, yang telah mendorong inflasi hingga hampir 10% dan memperkuat prospek ekonomi yang suram untuk tahun 2025 dan seterusnya.
Pejabat AS mengatakan bahwa pelonggaran sanksi sepenuhnya bergantung pada presiden terpilih Trump, yang akan menjabat pada 20 Januari. Namun, untuk melakukannya, Trump harus memberi tahu Kongres dan memberi mereka kemampuan untuk mengambil suara penolakan.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar