Ilmu Pengetahuan
Spesies Baru Kalajengking Ditemukan, Bisa Semprot Racun dari Sengat Ekor | kumparan
Seorang peneliti menemukan spesies baru kalajengking di Kolombia, diberi nama ilmiah Tityus achilles. Binatang artropoda itu memiliki kemampuan unik, yakni menyemprotkan racun dari sengat ekornya.
Sebelumnya, perilaku tersebut hanya dimiliki oleh dua genus kalajengking dari Amerika Utara dan Afrika. Artinya, T. achilles menjadi kalajengking Amerika Selatan pertama yang dapat menyemprot bisa.
Spesies baru kalajengking ditemukan di wilayah Cundinamarca, Kolombia, tepatnya di hutan hujan pegunungan Magdalena. Penemuannya sudah dipublikasikan di jurnal Zoological Journal of the Linnean Society pada 17 Desember 2024.
Léo Laborieux, ilmuwan dan penulis riset dari Ludwig Maximilian University of Munich, mengatakan penyemprotan racun adalah respons ekstrem yang jarang dilakukan oleh kebanyakan kalajengking. Sebagian besar mungkin dapat menyemprotkan bisa, tapi mereka tidak melakukannya.
"Penyemprotan racun merupakan strategi yang mahal secara energi. Kemungkinan ada tekanan seleksi yang sangat kuat yang akan membuat perilaku tersebut lebih menguntungkan daripada merugikan. Pasti ada sesuatu yang terkait dengan predator di lingkungan tersebut."
- Léo Laborieux, ilmuwan dan penulis riset di Ludwig Maximilian University of Munich -
Kalajengking merupakan hewan araknida, dengan lebih dari 2.500 spesies sudah tercatat dalam sains. Mereka dikenal menggunakan racun melalui sengatan untuk mempertahankan diri atau melumpuhkan mangsa.
Namun, T. achilles memiliki kemampuan ganda: Menyuntikkan racun melalui sengatan dan menyemprotkan bisa ke arah predator. Penelitian menunjukkan semprotan racun ini cenderung diarahkan ke area sensitif seperti mata dan hidung predator, terutama vertebrata.
Laborieux mencatat ada 46 kali semprotan dari kalajengking muda, dengan jarak maksimum mencapai 36 cm. Mayoritas racun yang disemprotkan adalah pra-racun, cairan toksik yang lebih ringan dibandingkan racun utama, memungkinkan kalajengking menghemat bisanya untuk keperluan mendesak lainnya, seperti berburu mangsa.
"Racun itu sendiri biasanya tersusun dari peptida dan protein dengan berat molekul lebih tinggi yang jauh lebih besar, dan karena alasan itu, jauh lebih mahal untuk diproduksi," tambah Laborieux, dikutip dari Live Science.
Komentar
Posting Komentar