Ini Risiko yang Terjadi Jika Memaksakan Perubahan Status Mitra dan Pemberian THR Ojol - inews

 

Ini Risiko yang Terjadi Jika Memaksakan Perubahan Status Mitra dan Pemberian THR Ojol - Bagian all

Pemerintah disarankan menerapkan kebijakan secara sistemik terkait status kemitraan mitra pengemudi dan tuntutan pemberian THR bagi ojol.

Ini Risiko yang Terjadi Jika Memaksakan Perubahan Status Mitra dan Pemberian THR Ojol. (Foto MNC Media)

Ini Risiko yang Terjadi Jika Memaksakan Perubahan Status Mitra dan Pemberian THR Ojol. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah disarankan menerapkan kebijakan secara sistemik terkait status kemitraan mitra pengemudi dan tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan aplikasi transportasi daring, jika tidak ingin kontraproduktif. Hal itu terlepas dari maksud baik untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi mitra pengemudi.

Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Hernawan mengatakan, apabila pemerintah memaksakan perubahan status kemitraan ini tanpa dukungan sub-sub sistem di dalamnya, dampaknya tidak hanya akan menghantam industri ride-hailing. Namun, juga berisiko merusak ekosistem investasi, menghambat pertumbuhan ekonomi digital.

"Pada akhirnya justru dapat mengancam kesejahteraan jutaan mitra pengemudi dan keluarganya," ujarnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Sabtu (1/3/2025).

Selain itu, sektor lain yang sangat bergantung pada layanan ride-hailing seperti UMKM, pariwisata, dan logistik juga akan merasakan dampak negatifnya.

"Di tengah dorongan pemerintah untuk mendigitalisasi ekonomi, kebijakan yang inkonsisten terasa ironis karena akan berpotensi membatasi inovasi dan fleksibilitas kerja yang menjadi daya tarik utama industri digital," katanya.

Secara yuridis, kata Ari, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi telah diatur sebagai hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja. Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 secara eksplisit menyatakan bahwa pengemudi dalam platform ride-hailing berstatus mitra, bukan pekerja.

Meskipun kewenangan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meliputi segala hal yang berkaitan dengan tenaga kerja. Namun, dalam penafsiran otentik dan pasal demi pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 serta peraturan pelaksanaannya sebenarnya tidak mencakup urusan kemitraan ini.

"Melainkan hanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah," katanya.

Namun, menurutnya, pemerintah tampaknya tidak konsisten dalam menegakkan regulasi ini. Di satu sisi, pemerintah mengakui mitra pengemudi bukan pekerja dan oleh karena itu, tidak berhak atas perlindungan sebagai pekerja seperti THR.

Di lain sisi, ada dorongan untuk memperlakukan mitra seperti pekerja dalam aspek tertentu, seperti tuntutan perlindungan sosial dan kesejahteraan. 

"Inkonsistensi ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin mengambil manfaat dari model ekonomi gig, tetapi enggan memberikan kejelasan hukum yang melindungi keberlanjutan ekosistem ini," ujar dia.

(Dhera Arizona)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita