Internasional
260.000 PNS AS Resign Massal, Pilih Tinggalkan Jabatan demi Iming-Iming Pesangon Fantastis - Halaman all - Tribunnews

TRIBUNNEWS.COM – Puluhan ribu Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Amerika Serikat (AS) memilih untuk mengundurkan diri dari kursi jabatan daripada menunggu ketidakpastian dan ancaman pemecatan massal.
Menurut laporan Reuters, setidaknya 260.000 PNS telah mengundurkan diri atau berencana keluar dari pekerjaannya hingga akhir September 2025.
Adapun sebagian PNS memilih untuk meninggalkan jabatannya demi pesangon atau insentif yang telah ditawarkan Presiden Donald Trump.
Sementara beberapa di antaranya mengaku tidak tahan dengan tekanan psikologis akibat ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disampaikan berulang kali oleh pejabat pemerintahan Trump.
Seorang pegawai Administrasi Jaminan Sosial (SSA), yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan telah menerima tawaran pesangon kedua karena tekanan psikologis terlalu berat.
Ia mengaku mengalami gangguan tidur, minum alkohol lebih sering, dan kurang berolahraga.
“Rasanya seperti hidup saya jungkir balik,” ujarnya.
Resign Massal Bisa Hemat Anggaran Negara
Sebagai informasi sebelum aksi resign massal melonjak, pada akhir Januari lalu Trump sempat memberikan penawaran menarik bagi para PNS yang bersedia resign atau mengundurkan diri.
Untuk memikat para PNS, Trump bahkan menawarkan pesangon dengan jumlah yang fantastis, yakni senilai 8 kali gaji bagi para PNS AS yang bersedia tanda tangan perjanjian resign.
"Tenaga kerja Federal (PNS) harus yang terbaik dari yang bisa ditawarkan Amerika. Kami akan menuntut keunggulan di setiap level," bunyi penggalan memo yang dirilis Trump, dikutip dari Channel News Asia.
Baca juga: Dampak Kebijakan Trump, Ekspor Peralatan Listrik RI ke AS akan Tertekan, Pasar Domestik Terancam
Trump menjelaskan program pensiun dini direncanakan sebagai bentuk perampingan birokrasi, dengan harapan bahwa pengurangan jumlah pegawai dapat meningkatkan kualitas layanan publik.
Selain itu cara ini dapat membantu Gedung Putih menghemat anggaran pemerintah hingga 100 miliar dolar AS atau setara Rp1.622 triliun.
Lebih lanjut kebijakan ini tidak hanya berkaitan dengan penghematan anggaran, tampaknya juga bertujuan untuk mendorong lebih banyak pegawai untuk kembali bekerja dari kantor.
Mengingat selama beberapa tahun terakhir, banyak pegawai Federal yang bekerja di rumah sebagai bagian dari kebijakan pandemi COVID-19.
Namun di era pemerintahan baru, Trump ingin mengakhiri kebijakan tersebut dan mendorong para PNS untuk kembali bekerja di kantor seperti sebelum pandemi.
Picu Kemarahan Serikat Pekerja
Meski sejumlah PNS menyambut baik usulan baru Trump, namun langkah tersebut dikecam keras oleh kepala serikat pekerja Federasi Pegawai Pemerintah Amerika (AFGE).
Termasuk Presiden Serikat Pegawai Pemerintah Federal (AFGE), Everett Kelley.
Ia menyebut kebijakan ini sebagai "teror birokratis" yang bertujuan melemahkan fungsi pemerintahan dengan memaksa para pegawai hengkang, bukan melalui reformasi berbasis dialog atau transparansi.
Ia juga memperingatkan bahwa proses "pembersihan" ini akan memiliki "konsekuensi yang sangat besar yang akan menyebabkan kekacauan bagi warga Amerika yang bergantung pada pemerintah federal.
“Kami ingin mereka bangun di pagi hari dan tidak ingin pergi bekerja,” ujar Vought dalam acara think tank Center for Renewing America.
“Trump memberi kekuasaan pada Musk dan tim DOGE-nya untuk melecehkan, menghina, dan menyebarkan kebohongan tentang pegawai federal serta memaksa puluhan ribu orang keluar dari pekerjaannya,” kata Kelley.
(Tribunnews.com / Namira)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar