Dunia Internasional,
4 Tanda Rusia Siapkan Perang Melawan NATO: Pergerakan Pasukan Mulai Terlihat - Halaman all - TribunNews
TRIBUNNEWS.COM – Di tengah invasi besar-besaran ke Ukraina yang masih berlangsung, Presiden Vladimir Putin dilaporkan diam-diam tengah mempersiapkan skenario potensi konflik langsung dengan NATO.
Menurut laporan Newsweek, Rusia memperluas kehadiran pasukan di perbatasan barat, meningkatkan anggaran militer secara drastis, dan mengintensifkan operasi rahasia terhadap negara-negara Barat.
"NATO harus bersiap menghadapi hal-hal yang tak terduga, termasuk kemungkinan serangan Rusia," ujar Laksamana Belanda Rob Bauer, Ketua Komite Militer NATO, dalam pernyataannya di Brussels, Januari lalu.
Pejabat intelijen dan militer dari berbagai negara anggota NATO juga telah memberikan peringatan dalam beberapa pekan terakhir terkait potensi eskalasi konflik dengan Moskow.
Berikut empat indikator utama yang mengarah pada kemungkinan konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO:
1. Pergerakan Militer Rusia
Rusia memperluas kehadiran militernya di dekat perbatasan Finlandia dan Norwegia, diduga sebagai persiapan untuk konfrontasi dengan NATO.
Wall Street Journal melaporkan pada Senin (27/4/2025) bahwa Kremlin berencana mendirikan markas militer baru di kota Petrozavodsk, sekitar 160 km dari perbatasan Finlandia.
Markas ini akan mengawasi puluhan ribu tentara dalam beberapa tahun ke depan.
Banyak di antaranya diperkirakan akan dikerahkan ke kawasan tersebut setelah perang Ukraina berakhir.
Rusia juga mempercepat perekrutan militer dan produksi senjata.
Menurut para pakar militer, pengerahan pasukan ke utara mencerminkan kesiapan strategis menghadapi NATO.
Baca juga: Citra Satelit Ungkap Pangkalan Militer Baru Rusia Dekat Finlandia, NATO dalam Status Siaga
"Ketika pasukan kembali dari Ukraina, mereka akan menghadap ke negara yang mereka anggap sebagai musuh," ujar Ruslan Pukhov, Direktur Pusat Analisis Strategi dan Teknologi di Moskow.
Edward Arnold, peneliti senior dari Royal United Services Institute (RUSI), menambahkan bahwa Rusia mulai menahan pengiriman peralatan baru ke Ukraina dan mengalihkannya ke wilayah lain seperti Baltik dan Nordik, menandakan pergeseran fokus ke luar Ukraina.
2. Peringatan dari Intelijen Jerman, Lithuania, dan Denmark
Badan Intelijen Federal Jerman (BND) memperingatkan bahwa ambisi Rusia melampaui Ukraina.
Dalam laporan Maret lalu, BND menyatakan bahwa Rusia dapat sepenuhnya siap untuk perang konvensional besar-besaran pada tahun 2030.
"Rusia melihat dirinya dalam konflik sistemik dengan Barat dan siap menggunakan kekuatan militer untuk mencapai tujuan imperialnya," bunyi laporan tersebut.
Intelijen Lithuania (VSD) menilai bahwa Rusia bisa saja meluncurkan operasi militer terbatas terhadap salah satu negara anggota NATO sebagai ujian terhadap Pasal 5 Piagam NATO.
Sementara itu, Badan Intelijen Pertahanan Denmark (DDIS) memperkirakan bahwa Rusia mungkin mampu melancarkan perang skala besar di Eropa dalam waktu lima tahun ke depan.
3. Lonjakan Anggaran Militer
Anggaran militer Rusia melonjak drastis, diperkirakan mencapai €120 miliar pada 2025—lebih dari 6 persen dari PDB Rusia.
Sebagai perbandingan, angka tersebut naik dari sekitar 3,6 persen sebelum invasi ke Ukraina.
Rusia juga berencana memperbesar jumlah tentaranya menjadi 1,5 juta personel dan meningkatkan volume peralatan militer di perbatasan NATO hingga 50 persen, menurut laporan BILD edisi Rusia.
Laporan Military Balance dari International Institute for Strategic Studies pada Februari lalu menunjukkan bahwa pengeluaran militer Rusia kini melampaui negara-negara Eropa.
4. Kegiatan Mata-mata dan Sabotase
NATO mencatat meningkatnya aktivitas mencurigakan Rusia di dekat kabel komunikasi bawah laut utama.
Salah satu kapal kargo Rusia terpantau berlayar di atas jalur kabel bawah laut di Samudra Pasifik selama berminggu-minggu, menimbulkan kekhawatiran akan potensi sabotase.
Pemutusan kabel-kabel ini bisa melumpuhkan komunikasi dan ekonomi global, memberikan keuntungan strategis bagi Rusia dalam konflik masa depan.
Duta Besar Rusia untuk Inggris, Andrei Kelin, bahkan menolak membantah laporan bahwa Rusia melacak kapal selam nuklir Inggris.
Sebuah laporan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat bahwa serangan sabotase Rusia di Eropa meningkat tiga kali lipat antara 2023 dan 2024, setelah sebelumnya naik empat kali lipat dari 2022.
"Data ini menunjukkan bahwa Rusia menimbulkan ancaman nyata bagi Amerika Serikat dan Eropa, dan bahwa pemerintah Rusia, termasuk Presiden Vladimir Putin, tidak dapat dipercaya," tulis laporan itu.
Bagaimana Respons negara-Negara NATO?
Sebagai respons, Presiden AS Donald Trump mendesak negara-negara Eropa untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan secara signifikan.
Uni Eropa bahkan mengusulkan pencairan €800 miliar untuk belanja militer tambahan.
Negara anggota NATO seperti Lithuania dan Latvia mulai membangun pertahanan fisik, seperti memasang “gigi naga”, penghalang anti-tank dari beton di perbatasan mereka dengan Rusia.
“Negara-negara Baltik bertekad memastikan apa yang terjadi di Ukraina tidak terjadi pada mereka,” ujar Roger Hilton dari lembaga pemikir GLOBSEC, Slovakia.
Sekjen NATO Mark Rutte pun memberikan peringatan tegas kepada Moskow.
“Jika ada yang berpikir mereka bisa menyerang Polandia atau negara anggota lainnya, mereka akan menghadapi kekuatan penuh aliansi ini. Respons kami akan sangat menghancurkan,” tegasnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar