Pendidikan,
Momen Hardiknas, Cucu Ki Hadjar Dewantara Ingatkan Urgensi Paradigma Pendidikan di Indonesia - Halaman all - TribunNews

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Antarina SF Amir, pakar pendidikan yang juga cucu Ki Hadjar Dewantara, menekankan urgensi perubahan paradigma pendidikan di Indonesia.
Hal ini disampaikan Antarina dalam refleksi Hari Pendidikan Nasional.
“Apakah kita yakin bahwa sekolah hari ini sudah membekali siswa dengan keterampilan hidup yang mereka butuhkan untuk menghadapi masa depan?” ujar Antarina melalui keterangan tertulis, Jumat (2/5/2025).
Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi, menurutnya, keterampilan hidup seperti berpikir kritis, komunikasi efektif, kolaborasi, kreativitas, hingga kepemimpinan etis menjadi bekal utama menghadapi tantangan zaman.
Hal tersebut dituangkan dalam bukunya yang diterbitkan oleh ASCD di Amerika Serikat berjudul “Life Skills for All Learners: How to Teach, Assess, and Report Education’s New Essential”.
Antarina bersama Thomas R. Guskey dan tim Redea Institute menyusun kerangka keterampilan hidup yang perlu ditanamkan sejak pendidikan anak usia dini hingga menengah.
Ia menjelaskan bahwa siswa perlu dilatih untuk merefleksikan proses belajarnya secara mendalam (meta level reflection), berpikir.
“Fondasi pendidikan yang kokoh harus dibangun sejak usia dini hingga menengah,” kata Antarina.
Menurutnya, keterampilan dasar inilah yang memungkinkan siswa belajar mandiri, bekerja sama, dan menghadapi kompleksitas informasi secara kritis.
Antarina juga menyoroti tantangan Gen Z sebagai generasi digital native.
Meski akrab dengan teknologi, banyak dari mereka belum memiliki kemampuan refleksi dan berpikir mendalam yang memadai.
"Literasi digital bukan sekadar bisa memakai gadget. Ia mencakup kemampuan mengevaluasi informasi secara kritis, memahami implikasi etis, dan menggunakan teknologi secara bertanggung jawab,” ujarnya.
Sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pendidikan sejatinya bukan hanya tentang penguasaan ilmu, melainkan pembentukan manusia seutuhnya.
Antarina menekankan pentingnya empati sosial dan kepemimpinan etis dalam menghadapi dunia yang makin kompleks dan terhubung.
“Pendidikan harus melahirkan individu yang tak hanya cerdas, tetapi juga punya kepekaan sosial dan moral yang tinggi,” ujarnya.
Menurutnya, pendidikan karakter tak boleh terkotak-kotak dalam satu mata pelajaran, melainkan harus diintegrasikan dalam semua aspek pembelajaran, termasuk melalui kegiatan sehari-hari seperti makan bersama, diskusi kelompok, hingga proyek kolaboratif.
Dalam bukunya, Antarina menghidupkan kembali filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Niteni (mengamati), Nirokke (meniru), dan Nambahi (mengembangkan). Filosofi 3N ini, menurut Antarina, menggambarkan proses belajar yang dinamis—berawal dari pengamatan, dilanjutkan dengan meniru praktik baik, dan diakhiri dengan pengembangan ide secara kreatif dan inovatif.
“Ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga penciptaan pengetahuan baru,” jelasnya.
Di tengah tantangan dan perubahan zaman, semangat Ki Hadjar Dewantara terus hidup dalam pemikiran generasi penerusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar