PHK Massal Industri Media jadi Alarm bagi Demokrasi, Anggota DPD: Pemerintah Harus Bersikap - Bagian All

JAKARTA, iNews.id - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda berbagai sektor belakangan ini, termasuk industri media. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Hilmy Muhammad menilai kondisi ini menjadi ancaman dan alarm bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia sehingga pemerintah harus bersikap.
Menurut senator yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut, ketika pekerja media kehilangan ruang dan kesempatan, ruang publik kehilangan suara yang independen. Yang terancam tak hanya kehidupan media dan pekerjanya, tapi juga masyarakat. Pasalnya, peran media sangat penting untuk mencerdaskan bangsa dan menjadi sarana publik untuk mendapatkan informasi yang valid dan benar.
"Ini alarm bagi demokrasi kita. Ketika media tumbang, ruang publik kehilangan suara yang independen, maka yang terancam bukan hanya kehidupan mereka, tapi juga hak masyarakat atas informasi yang objektif dan berkualitas," kata Gus Hilmy kepada iNews.id, Selasa (13/5/2025).
Menurut Anggota Komite II DPD RI tersebut, industri media memang menghadapi tantangan berat dalam situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih dan dinamika digital yang terus bergerak cepat. Peran media massa seolah tergantikan oleh media sosial. Namun, pemerintah harus memahami media bukan sekadar unit bisnis biasa. Pemerintah punya peran yang sangat signifikan menyikapi gelombang PHK di industri media saat ini.
"Media ini pilar demokrasi. Kalau sektor ini terpuruk, demokrasi pun bisa pincang. Ekonomi kita memang belum membaik, tapi demokrasi jangan menjadi korban. Maka, harus ada sikap dari pemerintah untuk bertanggung jawab agar media bisa survive di tengah gempuran media digital," kata Gus Hilmy.
Pemerintah tak hanya bertanggung jawab menjaga stabilitas ekonomi, tapi juga tanggung jawab moral untuk memastikan ruang informasi publik tetap sehat dan berimbang. Media butuh perlindungan bukan hanya secara ekonomi, tetapi juga secara moral dan sosial. Karena itu, diperlukan langkah strategis berupa perlindungan dan insentif khusus untuk menjaga keberlanjutan media.
"Negara dan masyarakat wajib hadir di tengah situasi sulit ini dan menyiapkan skema stimulus khusus seperti keringanan pajak, insentif iklan layanan masyarakat, atau program pendampingan digitalisasi media kecil-menengah agar bisa bersaing di era platform digital global," kata Gus Hilmy yang juga Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut.
Gus Hilmy juga mengatakan, pemerintah seharusnya sadar dan menjadikan media sebagai mitra agar program-programnya bisa tersosialisasi dengan baik dan lebih bisa dipahami oleh masyarakat sebagai pengguna. Dia melihat banyak sosialisasi yang dilakukan sendiri oleh kalangan pemerintah, lembaga dan kementerian, justru kurang efektif dan berdaya guna.
"Kita harus melihat media dengan sebarannya, jangkauannya yang luas, sehingga pemerintah bisa memanfaatkan itu dengan sebaik-baiknya. Jadi oke efisiensi, tetapi efisiensi yang memang betul-betul didasarkan rasionalitas dan daya guna. Kalau kemudian melalui sosialisasi lewat media itu bisa lebih efektif, lebih merata, kenapa tidak dilakukan lewat media massa," katanya.
Tetap Kritis
Di sisi lain, Gus Hilmy mendorong industri media untuk tidak sepenuhnya bergantung pada iklan, melainkan menggali peluang-peluang usaha atau diversifikasi usaha. Selain itu, memperbanyak kolaborasi dengan berbagai komunitas, kampus, pesantren, bahkan pelaku UMKM untuk menciptakan ekosistem konten yang edukatif dan produktif.
Dia pun mengingatkan pentingnya media untuk menjaga independensi dan tetap kritis. Media harus tetap menjadi ruang penyampai informasi yang jujur, bukan sekadar corong kekuasaan atau alat propaganda. Media harus tetap menyajikan pemberitaan-pemberitaan yang berani, cerdas, lebih kuat dan terperinci kepada masyarakat, apa adanya dan dengan analisis-analisis tajam.
"Bukan berita yang sekadar kabar saja, tidak ada isinya, tidak ada konten yang kemudian menarik hati para pembaca. Media jangan menutup-nutupi apa yang terjadi. Misalnya saja mengenai ledakan di Garut, media perlu memberitakan apakah memang prosedur peledakan itu dipenuhi atau tidak sehingga publik tahu apa yang terjadi sebenarnya," kata Gus Hilmy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar