Pendidikan,
SD-SMP Swasta Gratis, Pemerintah Diminta Realokasi Anggaran
/data/photo/2023/12/22/658500a74f098.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi mengusulkan agar anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) digunakan untuk membiayai pendidikan dasar untuk sekolah negeri dan swasta.
Usulan pengalihan anggaran tersebut dinilainya dapat menjadi salah satu solusi dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2025.
"Jadi itu (pengalihan anggaran MBG) perlu dipertimbangkan, apakah bisa direlokasi ke pendidikan gratis ini," ujar Herman saat dihubungi melalui telepon, Rabu (28/5/2025).
Baca juga: Pengamat: Harusnya Pemerintah Gratiskan Anak-anak yang Sekolah Swasta karena Tak Diterima di Negeri
Dedi Mulyadi Ingin Sekolah Dibangun Pakai Bambu Mulai Tahun Ini
Menurutnya, MK yang mewajibkan negara untuk ikut membiayai pendidikan dasar sekolah swasta akan berdampak terhadap keuangan pemerintah pusat dan daerah.
Sebab selama ini, sekolah swasta lembaga berjalan dengan mengandalkan pungutan biaya dari orang tua siswa.
Salah satu dampak yang akan paling terasa adalah dana alokasi umum (DAU) dari pusat ke daerah yang harus dirombak. Hal tersebut tentu akan menyulitkan pembangunan daerah.
"Artinya DAU yang ditentukan untuk sektor pendidikan ini mesti menambah. Jangan bersandar pada formula yang sekarang untuk mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan, itu akan sangat membebani daerah," ujar Herman.
"Karena itu menurut kami untuk menjalankan putusan MK ini yang perlu diperhatikan oleh pemerintah tentu pertama adalah soal formula DAU-nya itu sendiri," sambungnya.
Baca juga: Pendidikan Dasar Sekolah Negeri-Swasta Gratis, Ini Pertimbangan MK
Realokasi Anggaran Pendidikan
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut, pemerintah harus segera merespon putusan MK soal pembiayaan untuk pendidikan dasar sekolah negeri dan swasta.
Hal pertama yang bisa dilakukan adalah integrasi sekolah swasta dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Online.
"Ini memastikan transparansi, kesetaraan akses, dan implementasi nyata dari putusan MK bahwa pendidikan dasar bebas biaya juga mencakup sekolah swasta," ujar Kornas JPPI, Ubaid Matraji lewat keterangan tertulisnya, Selasa (27/5/2025).
Kedua adalah realokasi dan optimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Menurutnya, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD harus segera diaudit, direalokasi, dan dioptimalkan secara transparan.
"Prioritas utama harus diarahkan pada pembiayaan operasional sekolah, tunjangan guru, dan penyediaan fasilitas yang menunjang pendidikan dasar bebas biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta," ujar Ubaid.
Baca juga: SD-SMP Swasta Gratis, KPPOD Peringatkan Turbulensi Anggaran Daerah
Ketiga, pemerintah wajib meningkatkan pengawasan terhadap segala bentuk pungutan di sekolah dasar, baik di negeri maupun swasta.
Terakhir, pemerintah harus segera melakukan sosialisasi masif kepada masyarakat, orang tua, dan satuan pendidikan mengenai implikasi putusan MK ini.
"Transformasi sistem pembiayaan pendidikan harus segera dilakukan demi menjamin tidak ada lagi anak yang putus sekolah atau ijazahnya ditahan karena masalah biaya," ujar Ubaid.
Baca juga: Legislator soal Ide Tambah Usia Pensiun ASN: Pertimbangkan Anggaran Negara
Pertimbangan MK
Diketahui, MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".
Dalam pertimbangan MK, Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."
MK berpandangan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku terhadap sekolah negeri.
Hal tersebut, menurut MK, menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah/madrasah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Baca juga: MK Tegaskan Sekolah Swasta Dibiayai Negara, JPPI Serukan 4 Langkah
Dalam kondisi tersebut, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dalam norma a quo memang dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah/madrasah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.
"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih membaca pertimbangan hukum Mahkamah.
Data tersebut menunjukkan, masih adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pendidikan dasar di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di swasta akibat terbatasnya kuota.
Baca juga: KPAI Nilai Putusan MK Soal Sekolah Negeri dan Swasta Gratis Penuhi Hak Dasar Anak
Karenanya, untuk menjamin hak atas pendidikan bagi seluruh warga, negara wajib menyediakan kebijakan afirmatif berupa subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah di sekolah swasta.
"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam norma Pasal 34 ayat (2) UU 20/2003, yang menurut para Pemohon menimbulkan multitafsir dan diskriminasi karena hanya berlaku untuk sekolah/madrasah negeri adalah beralasan menurut hukum," ujar Enny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar