Alasan Mahfud MD Sebut Usulan Pemakzulan Gibran Sah, Kuat, dan Elegan
/data/photo/2025/02/20/67b6c328e7256.jpg)
KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengatakan bahwa ada syarat-syarat berat yang mempersulit pemakzulan Wakil Presiden Ri, Gibran Rakabuming Raka.
Meski demikian, ia menilai Forum Purnawirawan TNI memiliki argumen hukum yang kuat.
Hal ini disampaikan Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD berjudul "Bisakah Wapres Jatuh di Tengah Jalan? Bisa!" yang tayang di kanal YouTube miliknya pada Rabu (11/6/2025).
“Menurut saya argumentasi hukumnya kuat, ya, karena apa? Karena untuk kalau, istilah konstitusi itu ya Pasal 7A, hasil amendemen Presiden dan atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila diduga terlibat lima hal,” kata dia.
Iran Siap Membalas! Khamenei Peringatkan Israel Bakal Terima Hukuman Berat
Lantas, apa alasan Mahfud menyebut usulan pemakzulan Gibran punya argumen kuat?
Baca juga: 5 Fakta soal Tuntutan Pemakzulan Wapres Gibran
Alasan Mahfud sebut usulan pemakzulan Gibran punya argumen kuat
Mahfud merinci lima alasan konstitusional untuk pemakzulan, yang mencakup empat bentuk pelanggaran hukum, satu kategori perbuatan tercela, serta satu kondisi khusus yang membuat pejabat tidak lagi memenuhi syarat untuk menjabat.
“Apa saja itu? Satu, melakukan pengkhianatan terhadap negara; kedua, terlibat korupsi; penyuapan; kemudian kejahatan berat," ujar dia dikutip dari Kompas.com, Rabu.
Baca juga: Kasus Miftah: Blunder Komunikasi yang Merugikan Pemerintah?
"Kejahatan berat itu biasanya disamakan dengan kejahatan yang diancam dengan lima tahun penjara ke atas. Lalu, perbuatan tercela, dan satu lagi soal keadaan,” tambahnya.
Menurut Mahfud, kategori "perbuatan tercela" bersifat fleksibel dan sangat dipengaruhi oleh penilaian politik serta situasi sosial.
Ia mencontohkan pemakzulan Perdana Menteri Thailand yang dianggap mencederai martabat jabatan hanya karena mengikuti lomba memasak.
Baca juga: Kasus Miftah dan Langkah Pemerintah Perbaiki Citra Jelang 50 Hari Kerja
“Perbuatan tercela itu ya sesuatu yang dapat merendahkan martabat, perilaku, tutur kata. Kepala pemerintahan di Thailand dulu dipecat karena dianggap tercela hanya karena ikut lomba masak dan menang. Padahal dia baru menang pemilu,” ucap dia.
Mahfud menambahkan, terkait alasan “keadaan” dalam Pasal 7A, dapat mencakup situasi seperti kehilangan kewarganegaraan, menderita sakit permanen, atau menyatakan mengundurkan diri.
“Misalnya tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden atau wakil presiden, apa misalnya? Sakit permanen yang (disampaikan) oleh dokter, atau kehilangan kewarganegaraan, atau malah minta berhenti,” kata dia.
Baca juga: Alasan Ganjar-Mahfud Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Ada syarat-syarat berat untuk memakzulkan Gibran
Mahfud mengatakan, meski memiliki dasar hukum kuat, proses pemakzulan tetap akan tergantung pada dinamika politik di parlemen. Ini karena, hukum pada akhirnya adalah produk politik.
"Secara hukum memang ada alasan, tetapi dipersulit karena ada syarat-syarat yang berat. Tetapi karena hukum adalah produk politik, yang sulit itu pun kalau situasi politik berubah bisa jadi mudah melakukannya," ungkapnya.
Seperti yang diketahui, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didukung oleh partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Baca juga: Forum Purnawirawan TNI Ingin Makzulkan Gibran, Jimly Asshiddiqie: Harus Beres Dulu di DPR
KIM Plus saat ini mendominasi parlemen dengan 470 kursi di DPR. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berada di luar pemerintahan memiliki 110 kursi.
Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, proses pemakzulan presiden atau wakil presiden harus diawali melalui sidang pleno DPR yang dihadiri oleh dua pertiga dari total anggota.
Selanjutnya, dua pertiga dari peserta sidang tersebut harus menyetujui bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara, seperti korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
Baca juga: Usulan Pemakzulan Gibran, Eks Ketua MK: KIM Plus Apa Mau?
Setelah DPR menyetujui hal tersebut, hasil sidang pleno akan dibawa ke MK. Di sana, MK akan memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Apabila MK memutuskan adanya pelanggaran, hasil dari lembaga tersebut akan dibawa ke MPR untuk memproses pemakzulan.
Di MPR, pemakzulan akan diputuskan lewat Keputusan MPR jika dalam sidang pleno diikuti oleh dua pertiga anggota MPR dan disetujui oleh dua pertiga dari anggota yang hadir.
Baca juga: Soal Desakan Pemakzulan Gibran, PKS: Ini Cerminan Negara Demokrasi
Kendati sulit secara politik, Mahfud menilai langkah Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengirim surat kepada DPR dan MPR, merupakan tindakan yang sah menurut konstitusi.
"Menurut saya benar, dan itu lebih elegan ya karena dilakukan tidak secara sembunyi-sembunyi dengan kasak-kusuk yang tidak sehat, tapi dinyatakan secara resmi," ujar Mahfud, dikutip dari Kompas.com, Rabu.
Ia juga mengatakan bahwa purnawirawan TNI yang tergabung dalam forum tersebut tetap memiliki hak politik sebagai warga negara.
(Sumber: Kompas.com/Irfan Kamil | Editor: Ardito Ramadhan, Nawir Arsyad Akbar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar