Pemerintah Berikan Insentif Tiket Pesawat 6%, Pakar: Bukan Solusi Jangka Panjang - Liputan 6 - Opsiin

Informasi Pilihanku

powered by Surfing Waves
demo-image

Pemerintah Berikan Insentif Tiket Pesawat 6%, Pakar: Bukan Solusi Jangka Panjang - Liputan 6

Share This
Responsive Ads Here

 

Pemerintah Berikan Insentif Tiket Pesawat 6%, Pakar: Bukan Solusi Jangka Panjang

Kebijakan fiskal seperti PPN DTP baru akan efektif bila menjadi bagian dari strategi terpadu untuk menghidupkan sektor transportasi dan pariwisata.

oleh Tira Santia Diperbarui 11 Jun 2025, 18:45 WIB

085774600_1557974781-20190516-Tarif-Batas-Atas-Tiket-Pesawat-Turun-FANANI-6
Pesawat maskapai Garuda Indonesia terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
... Selengkapnya

Advertisement

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali menggelontorkan insentif fiskal melalui skema PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 6% untuk tiket pesawat kelas ekonomi. Kebijakan ini diklaim sebagai upaya untuk mendorong konsumsi masyarakat dan merangsang sektor pariwisata yang lesu.

Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menilai kebijakan ini lebih sebagai langkah populis jangka pendek ketimbang solusi strategis untuk memperbaiki struktur harga tiket pesawat yang selama ini mencekik masyarakat.

BACA JUGA:

"Mari kita jujur, masalah utama mahalnya tiket pesawat bukanlah PPN 11%, melainkan tingginya harga dasar tiket akibat sejumlah faktor struktural, mulai dari harga avtur yang terus melonjak, terbatasnya jumlah maskapai aktif pasca-pandemi, hingga dominasi rute oleh segelintir pemain besar," kata Achmad kepada Liputan6.com, Rabu (11/6/2025).

Advertisement

Menurutnya, dalam situasi seperti ini, potongan 6% PPN hanya mengurangi sekitar Rp60 ribu dari tiket seharga Rp1 juta, jumlah yang tidak signifikan untuk mendorong masyarakat yang menahan konsumsi akibat mahalnya harga.

"Dengan kata lain, insentif ini seperti memberi aspirin kepada pasien yang membutuhkan operasi. Nyeri memang bisa berkurang sementara, tetapi sumber penyakitnya tetap dibiarkan," ujarnya.

Risiko Distorsi dan Ketidakadilan Antar Moda

052762500_1557974780-20190516-Tarif-Batas-Atas-Tiket-Pesawat-Turun-FANANI-5
Aktivitas penerbangan di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi antara Kementerian Bidang Perekonomian dan Kementerian Perhubungan memutuskan tarif batas atas tiket pesawat turun sebesar 12 - 16 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
... Selengkapnya

Lebih lanjut, Achmad menjelaskan bahwa ada aspek lain yang perlu dikritisi yakni, distorsi antarmoda transportasi.

Saat moda udara disubsidi melalui insentif fiskal, moda darat seperti kereta api dan bus yang menjadi andalan masyarakat kelas bawah tidak mendapat perlakuan yang sama.

"Padahal, moda-moda tersebut justru lebih inklusif, efisien energi, dan menopang mobilitas massal. Bukankah seharusnya pemerintah mendorong transportasi yang berkeadilan dan berkelanjutan, bukan yang eksklusif dan padat karbon?," ujarnya.

Advertisement

Butuh Strategi Terpadu

066057700_1557974770-20190516-Tarif-Batas-Atas-Tiket-Pesawat-Turun-FANANI-2
Pesawat maskapai Lion Air terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (16/5/2019). Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi antara Kementerian Bidang Perekonomian dan Kementerian Perhubungan memutuskan tarif batas atas tiket pesawat turun sebesar 12-16 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
... Selengkapnya

Achmad menegaskan, kebijakan fiskal seperti PPN DTP baru akan efektif bila menjadi bagian dari strategi terpadu untuk menghidupkan sektor transportasi dan pariwisata.

Artinya, pemerintah perlu, pertama, membuka kompetisi antarmaskapai dan menghapus hambatan rute, agar harga tiket turun secara alami.

Kedua, Memberikan subsidi berbasis tujuan, terutama untuk rute-rute ke wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang memang tidak layak secara komersial;

Ketiga, menggabungkan insentif dengan promosi pariwisata lokal, serta dukungan ke sektor pendukung seperti hotel, UMKM, dan transportasi darat;

Keempat, menjamin bahwa insentif fiskal diteruskan langsung ke konsumen, bukan berhenti di tangan pelaku usaha besar.

"Tanpa hal-hal di atas, kebijakan ini hanya akan menjadi gula-gula fiskal yang manis di awal, namun tidak mengubah apapun dalam jangka panjang," pungkasnya.

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Opsi lain

Arenanews

Berbagi Informasi

Media Informasi

Opsiinfo9

Post Bottom Ad

Pages