Telepon Xi Jinping, Trump Sebut Akan Berkunjung ke China - Liputan 6
Dunia Internasional,
Telepon Xi Jinping, Trump Sebut Akan Berkunjung ke China
Apa saja hal yang dibahas dalam perbincangan Trump dan Xi Jinping lewat sambungan telepon?
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1643743/original/084193500_1499654047-Germany_G20_Ulan.jpg)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1643743/original/084193500_1499654047-Germany_G20_Ulan.jpg)
Advertisement
Liputan6.com, Washington D.C - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa ia berencana mengunjungi Tiongkok setelah melakukan pembicaraan via telepon dengan Presiden Xi Jinping.
Dalam percakapan yang diklaim berlangsung “sangat baik” itu, Trump juga mengundang Xi Jinping untuk datang ke Gedung Putih. Namun hingga kini, belum ada konfirmasi resmi dari kedua pihak terkait kunjungan tersebut, dikutip dari CNN, Jumat (6/6/2025).
Panggilan telepon yang terjadi pada Kamis itu menjadi komunikasi pertama antara kedua pemimpin sejak memanasnya tensi perdagangan antara AS dan China pada Februari lalu. Menurut laporan media pemerintah Tiongkok, percakapan dilakukan atas permintaan dari Gedung Putih.
Advertisement
Trump mengungkapkan lewat media sosial bahwa pembicaraan selama satu setengah jam tersebut fokus pada isu perdagangan dan menghasilkan “kesimpulan yang sangat positif” bagi kedua negara. Ia mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya dan Ibu Negara akan mengunjungi Tiongkok, sementara Xi Jinping juga diundang untuk datang ke Washington.
Namun, pernyataan dari pemerintah Tiongkok hanya menyebut adanya undangan dari Xi, tanpa menyinggung balasan undangan ke Gedung Putih. Dalam laporannya, kantor berita Xinhua menyebut bahwa Presiden Xi meminta AS menarik kembali kebijakan-kebijakan yang merugikan Tiongkok. Xi juga menekankan pentingnya menepati kesepakatan dagang yang baru-baru ini dicapai di Jenewa.
Kedua negara sebelumnya terlibat dalam perang dagang yang sengit. Setelah Trump menaikkan tarif impor, terutama terhadap produk Tiongkok, Beijing merespons dengan langkah serupa. Tarif balasan antara kedua negara bahkan sempat melonjak hingga 145%.
Upaya meredakan ketegangan menghasilkan gencatan senjata ekonomi pada Mei lalu. Dalam kesepakatan sementara itu, tarif AS terhadap produk Tiongkok diturunkan menjadi 30%, sementara Beijing memangkas tarif produk AS menjadi 10% dan menjanjikan pelonggaran hambatan ekspor mineral penting.
Kesepakatan tersebut memberikan tenggat waktu 90 hari untuk merumuskan perjanjian permanen. Namun, sejak itu negosiasi kembali buntu, masing-masing pihak saling menuding telah melanggar komitmen. AS menuduh Tiongkok tidak melanjutkan ekspor tanah jarang dan bahan vital lainnya. Sebaliknya, Beijing menuding Washington melanggar kesepakatan dengan menerapkan pembatasan baru terhadap chip komputer.
Trump juga mengumumkan pembatasan baru pada ekspor perangkat lunak desain semikonduktor dan rencana pencabutan visa bagi pelajar Tiongkok. Meski begitu, Trump menyebut bahwa pelajar Tiongkok tetap dipersilakan datang ke AS, namun dengan proses pemeriksaan yang lebih ketat.
Isu Taiwan turut dibahas dalam percakapan kedua pemimpin. Xi memperingatkan AS agar menangani isu tersebut “dengan hati-hati” demi menghindari konflik. Hal ini disampaikan tak lama setelah Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menyebut bahwa Tiongkok menimbulkan ancaman nyata terhadap Taiwan.
Pandangan China Soal Taiwan
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2704247/original/044238300_1547530681-Bendera_China.jpg)
Tiongkok menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan harus kembali ke pangkuan Beijing, bahkan jika harus dengan kekuatan militer. Sementara itu, AS tetap menjadi pendukung utama pertahanan Taiwan, meskipun tidak mengakui kedaulatan pulau itu secara resmi.
Menurut pernyataan dari pemerintah Tiongkok, Xi memperingatkan bahwa AS harus waspada terhadap aksi segelintir kelompok pro-kemerdekaan Taiwan yang dapat memicu konfrontasi berbahaya antara kedua negara.
Panggilan antara Trump dan Xi menjadi momentum penting setelah berbulan-bulan hubungan kedua negara terkesan membeku. Sejak awal masa jabatan, Trump telah menyatakan keinginannya untuk menjalin komunikasi langsung dengan Xi. Bahkan, awal pekan ini ia sempat meluapkan frustrasinya di media sosial, menulis bahwa meski dirinya menyukai Xi, pemimpin Tiongkok itu “sangat keras dan sulit diajak bernegosiasi.”
Trump dikenal gemar melakukan diplomasi langsung dan cepat, sementara gaya komunikasi Beijing cenderung formal, terstruktur, dan melibatkan tim negosiator resmi. Pemerintah Tiongkok juga sangat berhati-hati agar tidak terlihat tunduk pada tekanan asing, terutama dari Washington.
Pertemuan antara Trump dan Xi — jika benar terwujud — dapat menjadi momen penting dalam arah hubungan bilateral AS-Tiongkok, yang selama ini diwarnai ketegangan dagang, teknologi, dan geopolitik.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5185300/original/000796600_1744375284-Trump_vs_China_1.jpg)
Advertisement