Tesla Disingkirkan BYD, 2 Merek China Ini Merangkak Naik | Halaman Lengkap


Tesla Disingkirkan BYD. FOTO/ DOK SindoNews
- Pabrikan mobil listrik China mulai dari
BYD ,Geely hingga Li Auto mengepung Tesla dalam peringkat IMD Future Readiness Indicator (FRI) Automotive 2025. Tahun ini, untuk pertama kalinya BYD berhasil menang tipis dari Tesla. BYD kini menempati peringkat pertama dengan skor 100 sementara Tesla mesti puas dengan peringkat kedua dengan skor 98.1.
BACA JUGA - Digempur Mobil Listrik China, Hyundai Tak Khawatir
Setelah Tesla, ada dua produsen mobil listrik China lain yang mengekor: Geely (82) di peringkat tiga dan Li Auto (56.1) di posisi kempat. Keduanya berhasil mendepak VW dan Stellantis dari peringkat lima besar. Perubahan peringkat ini juga membuat posisi Hyundai, Ford, General Motors, Toyota, hingga Mercedez kian terpuruk.
"Posisi Tesla yang tak tergoyahkan sejak 2019, akhirnya tumbang disalip BYD," jelas Howard Yu, Profesor Manajemen dan Inovasi serta Direktur Pusat Kesiapan Masa Depan IMD. “Sementara VW dan Stellantis tak cukup gesit mengantisipasi perubahan industri otomotif global,” tambahnya.
Berikut peringkat 10 besar produsen otomotif yang paling inovatif menurut IMD Future Readiness Indicator (FRI) 2025.
1. BYD (100)
2. Tesla (98.1)
3. Geely (82)
4. Li Auto (56.1)
5. Kia (49.3)
6. Volkswagen (48.8)
7. Toyota (48.7)
8. Xpeng (48.3)
9. General Motors (47.2)
10. Ford (43.1)
Keberhasilan perusahaan mobil listrik China menempati peringkat sepuluh besar kesiapan masa depan IMD FRI Auto 2025 didorong oleh berbagai perubahan drastis yang mereka lakukan. “BYD melakukan ekspansi teknologi dan pabrik secara besar-besaran. Sementara Li Auto, Geely, dan XPeng bertumbuh sangat cepat, sehingga memberi tekanan besar bagi peta persaingan industri otomotif,” tambah Yu.
Berbagai inovasi yang dilakukan BYD, Geely, Li Auto, dan XPeng, terbukti diminati konsumen. Hal ini tentu berdampak langsung pada pertumbuhan pendapatan ketiga perusahaan, sehingga ketiganya berhasil menggeser para senior produsen mobil Eropa dan Jepang.
Cara pabrikan China mengembangkan mobil listrik, berbeda dengan metode para pemain tradisional. Mereka mengutamakan desain mobil berdasarkan pengembangan software dan integrasi digital. Sementara pemain lama biasanya terlalu menitikberatkan pada sisi hardware.
Efeknya, mereka tak perlu melakukan recall ketika mobil perlu melakukan kalibrasi kendaraan. Perbaikan suspensi hingga fitur keamanan, bisa dilakukan hanya dengan melakukan update software saja. Hal ini tentu menekan biaya produsen dan terasa lebih nyaman bagi konsumen ketimbang cara konvensional.
Digitalisasi juga mempengaruhi bagaimana mereka mengawasi dan mengamankan rantai pasokan dan distribusi. Dengan digital tracking system, pengiriman bisa dilacak dengan lebih presisi dan transparan.
“Meskipun kendaraan listrik memerlukan komponen canggih seperti baterai dan semikonduktor, namun mereka mendapat keuntungan dari rantai pasokan yang lebih fleksibel. Sementara itu, kompleksitas rantai pasokan produsen mobil tradisional lebih rumit,” jelas Yu.
Selain itu, Pabrikan mobil China juga piawai membuat perbaikan dan penyesuaian dalam waktu singkat, sebagai contoh:
Mereka bisa meluncurkan model baru atau pembaruan software dengan kecepatan yang sulit disaingi oleh produsen mobil Barat. Sebagai contoh, pabrikan Barat mungkin perlu 5-7 tahun untuk membuat mobil generasi baru. Sementara produsen mobil China seperti Li Auto, bisa meluncurkan mobil baru setengah dari waktu yang dibutuhkan pabrikan Barat imbas dari sistem organisasi yang lincah seperti startup.
Untuk pembaruan (upgrade) software, para produsen China bisa melakukannya setiap tahun di beberapa lini model EV-SUV mereka.
Ketika permintaan mobil listrik meningkat, pabrikan China pun sangat gesit meraup pasar. Mereka mengakali dengan segera meningkatkan produksi untuk model-model entry-level terlebih dulu agar bisa mencuri start dan mengambil konsumen ketika lawan-lawan mereka masih sibuk memperbesar dan merombak pabrik.
Sebaliknya, para pemain otomotif petahana menghadapi krisis ganda. Pertama terkait turunnya keuntungan di China. Padahal menurut Yu, China adalah pasar kunci untuk pertumbuhan mereka. Masalah kedua, mereka tak sanggup untuk membiayai riset dan pengembangan mobil listrik yang butuh pendanaan besar.
Volkswagen misalnya, meski perusahaan ini didapuk sebagai pemain tradisional yang punya kesiapan masa depan paling baik, namun mereka menghadapi kesulitan akibat pendapatan yang terus menurun (kapitalisasi pasar -7.4% CAGR) dan ketergantungan mereka dengan model yang terlalu hardware-centric.
Untuk itu, produsen otomotif lawas mesti melakukan strategi baru agar bisa bersaing. Menurut Yu, Mereka harus bisa mengikuti tren industri otomotif yang kini membuat mobil sebagai "komputer berjalan". Selain itu, para pemain lama ini memiliki keuntungan karena merek mereka sudah lebih dikenal dan dipercaya masyarakat di berbagai belahan dunia. Sementara para pemain China dan Tesla saat ini masih terkonsentrasi di beberapa negara tertentu saja.
(wbs)
0 Komentar