2 Mantan PM Israel Kecam Rencana Netanyahu Bangun Kota Kemanusiaan di Rafah - Kompas
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah
2 Mantan PM Israel Kecam Rencana Netanyahu Bangun Kota Kemanusiaan di Rafah
/data/photo/2025/04/13/67fb114b84b3a.jpg)
GAZA, KOMPAS.com – Dua mantan perdana menteri Israel, Yair Lapid dan Ehud Olmert, melontarkan kritik keras terhadap rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membangun “kota kemanusiaan” di Gaza selatan.
Mereka menilai langkah itu berpotensi menahan warga Palestina dalam kondisi mirip “kamp konsentrasi”.
Kecaman ini muncul di tengah serangan tanpa henti pasukan Israel di Gaza yang pada Minggu (13/7/2025) dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 95 warga Palestina hanya dalam satu hari.
Baca juga: 43 Orang Tewas dalam Serangan Israel, Perundingan Gencatan Senjata Gaza Buntu Lagi
Warga Israel Beralih Dukung Hamas, Desak Netanyahu Akhiri Perang
Yair Lapid, pemimpin partai oposisi terbesar Israel, menyebut rencana pembangunan kota kemanusiaan di atas puing-puing Kota Rafah sebagai gagasan buruk dari segala aspek.
“Tidak ada hal baik yang akan keluar dari ini, baik dari segi keamanan, politik, ekonomi, maupun logistik,” ujarnya kepada Radio Angkatan Darat Israel.
Lapid, yang sempat menjabat perdana menteri selama enam bulan pada 2022, bahkan menyebut konsep tersebut nyaris tak ubahnya kamp konsentrasi.
“Saya tidak suka menyebutnya begitu, tapi kalau mereka dilarang keluar dari sana, maka itu adalah kamp konsentrasi,” tegasnya.
Ancaman pembersihan etnis
Pemerintah Israel menyebutkan, kota kemanusiaan itu awalnya akan menampung sekitar 600.000 warga Palestina yang kini tinggal di tenda-tenda di kawasan padat al-Mawasi di sepanjang pantai selatan Gaza.
Namun, rencana jangka panjangnya adalah memindahkan seluruh penduduk Gaza, yang berjumlah lebih dari 2 juta orang ke sana.
Baca juga: Update Banjir Texas: 100 Orang Lebih Tewas, Sirene Jadi Sorotan
Diketahui, citra satelit menunjukkan peningkatan pembongkaran bangunan di Rafah dalam beberapa bulan terakhir. Data per 4 April 2025 mencatat sekitar 15.800 bangunan hancur, sementara pada 4 Juli 2025 jumlahnya melonjak menjadi 28.600 bangunan.
Sementara itu, Ehud Olmert, PM Israel periode 2006–2009, juga angkat bicara dan mengecam rencana Netanyahu.
“Ini adalah kamp konsentrasi. Saya minta maaf,” ujarnya kepada The Guardian.
Olmert menilai rencana memindahkan warga Palestina ke kota kemanusiaan baru tidak bisa dilepaskan dari praktik pembersihan etnis.
“Kalau mereka atau warga Palestina akan dideportasi ke sana, maka itu bagian dari pembersihan etnis. Ketika mereka membangun kamp untuk menyingkirkan lebih dari separuh Gaza, itu bukan upaya menyelamatkan warga Palestina, tapi mendorong mereka keluar, membuang mereka. Saya tidak melihat ada pemahaman lain,” kata Olmert, dikutip dari Al Jazeera pada Senin (14/7/2025).
Baca juga: Terjadi Lagi, 17 Tewas dalam Penembakan di Dekat Jalur Bantuan Gaza
Peringatan dari lembaga kemanusiaan
Philippe Lazzarini, Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), juga mempertanyakan apakah langkah Israel ini akan memicu “Nakba kedua”, mengacu pada pengusiran ratusan ribu warga Palestina saat Israel berdiri pada 1948.
“Ini pada dasarnya menciptakan kamp konsentrasi raksasa di perbatasan Mesir untuk warga Palestina, yang terusir dari generasi ke generasi,” ujar Lazzarini.
Ia menilai langkah ini akan menghapus harapan warga Palestina membangun masa depan lebih baik di tanah air mereka.
Baca juga: Trump-Netanyahu "Dinner" Bareng, di Luar Gedung Putih PM Israel Didemo
Sementara itu, Israel bersikeras bahwa pemindahan warga Palestina ke Rafah bersifat sukarela.
Netanyahu bahkan menyebut pemerintahannya bekerja erat dengan Amerika Serikat untuk mencari negara-negara yang bersedia membantu memberikan masa depan yang lebih baik bagi warga Palestina.
Namun, pernyataan ini ditolak mentah-mentah oleh negara-negara tetangga Israel dan negara-negara Arab lainnya, serta warga Palestina sendiri yang sudah kelelahan akibat perang.
Baca juga: Perundingan Gencatan Senjata Gaza Terkendala, Israel Ogah Tarik Pasukan
Peran yayasan kemanusiaan Gaza
Laporan Reuters menyebutkan, Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), kelompok swasta yang didukung AS dan Israel, telah mengusulkan rencana pembangunan kamp-kamp skala besar di dalam dan bahkan mungkin di luar Gaza.
Menurut dokumen yang diajukan setelah 11 Februari 2025, GHF berencana mendirikan “daerah transit kemanusiaan” untuk menggantikan kendali Hamas atas warga Gaza.
Di sana, warga Palestina akan tinggal sementara, menjalani proses deradikalisasi, reintegrasi, dan persiapan relokasi jika mereka menginginkannya.
Baca juga: Warga Palestina di Tepi Barat Cemas Desanya Dihancurkan, Pemukim Israel Kian Agresif
Saat ini, GHF merupakan satu-satunya kelompok yang diizinkan militer Israel mendistribusikan makanan di Gaza, dengan empat lokasi distribusi di Gaza selatan dan tengah.
Namun, sejak operasinya dimulai pada akhir Mei 2025, setidaknya 800 warga Palestina dilaporkan tewas saat mengantre bantuan di lokasi-lokasi itu.
Dugaan rekayasa depopulasi
Tak hanya itu saja, para ahli dan kelompok hak asasi manusia menilai, GHF menjadi bagian dari rencana Israel untuk mengosongkan Gaza dari penduduk Palestina.
Omar Rahman, peneliti di Middle East Council on Global Affairs, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan di lokasi GHF dan rencana kamp interniran menunjukkan tujuan akhir Israel.
Yakni menghancurkan Gaza, memecah masyarakat Palestina, dan memaksa mereka meninggalkan wilayah itu.
Baca juga: Israel Gempur Infrastruktur Hamas di Gaza meski Negosiasi Gencatan Senjata Berlanjut
“Mereka berharap, setiap hari, warga Palestina harus memilih antara kelaparan atau ditembak. Harapannya, ini akan memicu emigrasi sukarela yang dipaksakan. Israel menciptakan kamp konsentrasi yang pada dasarnya berfungsi sebagai sel tahanan sampai pilihan lain terbuka untuk mendepopulasi Gaza,” jelas Rahman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.