Guide Rinjani Ali Mustofa Akui Tinggalkan Juliana Marins dan Merokok - Grid ID
Lintas Peristiwa,
Guide Rinjani Ali Mustofa Akui Tinggalkan Juliana Marins dan Merokok

Grid.ID - Tewasnya seorang turis asal Brazil, Juliana Maris, di jurang gunung Rinjani sempat membuat geger. Sang guide, Ali Mustofa, menjadi orang yang dianggap bertanggungjawab. Ia sudah meminta maaf dan Ali Mustofa akui tinggalkan Juliana Marins dan merokok.
Perjalanan Juliana Marins untuk berkeliling ke negara-negara di Asia Tenggara terhenti di Indonesia. Juliana Marins meninggal dunia usai terjatuh dari bibir jurang gunung Rinjani Sabtu (21/6/2025) lalu.
Juliana Marins bersama 5 rekannya melakukan summit attack gunung Rinjani ditemani oleh seorang guide lokal bernama Ali Mustofa. Belum juga sampai di puncak, Juliana Marins terjatuh dari bibir jurang, ketika sang guide meninggalkannya sejenak untuk memantau tamu lain dan merokok.
Saat menjadi bintang tamu acara Pagi Pagi Ambyar Trans TV, Senin (7/7/2025), Ali Mustofa akui tinggalkan Juliana Marins untuk merokok tak lebih dari 35 menit. Namun nahas, Juliana Marins terjatuh diluar pantauan Ali Mustofa.
“Iya itu benar saya merokok, saya akui,” kata Ali Mustofa dengan raut wajah menyesal.
Namun saat itu, Ali Mustofa mengaku belum mengetahui jika Juliana Marins sudah mengalami kecelakaan. Ali Mustofa menyebut justru ia merokok sambil menunggu kedatangan Juliana Marins yang izin untuk beristirahat sejenak dan hendak menyusul.

Ali Mustofa, guide yang mengantar rombongan Juliana Marins sebelum Juliana meninggal di Rinjani. (oglobo.oglobo.com)
“Juliana sedang beristirahat, saya izin untuk cek teman lain yang sudah duluan. Saya izin ke dia dan dia mengiyakan,” kata Ali Mustofa.
“Saya tunggu Juliana di depan sekitar 35 menit, saya tunggu, tak kunjung datang,” kata Ali Mustofa.
“Saya menyusul (kembali) ke tempat Juliana istirahat, setelah cari gak ada Juliana,” katanya.
Saat melihat Juliana Marins tak ada di tempat ia menunggu, Ali Mustofa menyadari jika tamunya itu mengalami kecelakaan. Ali mengaku melihat senter dan trekking pole yang sebelumnya dipakai Juliana untuk menuju puncak Rinjani.
“Saya cuma melihat ada cahaya senter 150 meter jaraknya dari bibir tebing, saya ambil bag dan hp untuk informasi ke perusahaan tempat saya bekerja,” kata Ali.
“Iya (yakin Juliana Marins terjatuh) karena saya sempat lihat trekking pole, itu sekitar 3 meter itu pastikan itu (milik) Juliana. Jarak trekking pole itu 3 meter (dari bibir jurang),” kata Ali.
Saat mengetahui tamu yang seharusnya dalam tanggungjawabnya mengalami kecelakaan, Ali berusaha memberikan pertolongan. Apalagi, saat itu Ali mengaku masih mendengar suara Juliana yang meminta tolong kepadanya.
Sayangnya, di shelter terdekat, tak ada alat penyelamatan yang memadai untuk mengangkat tubuh Juliana. Ali juga harus menunggu bantuan datang, yang durasi tunggunya cukup memakan waktu lama.
“Saya berusaha kabari perusahaan tempat saya kerja, perusahaan tempat saya kerja menghubungi pihak Taman Nasional untuk segera kirim bantuan supaya naik,” kata Ali.
“(Juliana jatuh) setengah enam pagi. Saya coba evakuasi sekitar setengah tiga sore karena saya harus nunggu alat bantuan dari Taman Nasional dari bawah, kita mencari alat bantu di shelter Plawangan tapi gak ada alat evakuasi, jadi nunggu,” katanya.

Proses evakuasi jenazah Juliana Marins dari jurang gunung Rinjani. (Dok. Humas SAR Mataram)
Keberadaan Juliana Marins sebenarnya sempat terdeteksi oleh drone milik seorang turis Malaysia yang kebetulan juga melakukan pendakian. Saat itu, Juliana Marins masih terlihat bergerak dan bahkan melihat ke arah drone.
Menurut Ali Mustofa, Juliana Marins awalnya jatuh di kedalaman 300 meter di jurang Rinjani. Namun, ketika kembali dipantau melalui drone milik pendaki lain, yakni Furky Syahroni yang kebetulan sedang mendaki, Juliana Marins tak terlihat di titik sebelumnya.
“Itu titik pertama itu 300 meteran. Di sana itu dia jatuh lagi karena medannya pasir, semakin gerak semakin ke bawah, mungkin posisi panik, dia berusaha naik, tapi bukan naik malah tambah turun. Titik terakhir 600 meter di jurang,” kata Ali Mustofa.
Dari pengamatan melalui drone itu, Juliana Marins diduga mengalami dua kali jatuh dimana insiden yang kedua inilah yang membuat Juliana meregang nyawa. Dokter forensik menyebut jika ada sejumlah luka berat di bagian kepala Juliana, termasuk kerusakan di organ dalamnya.
Setelah berhari-hari berada di dasar jurang gunung Rinjani, tim SAR gabungan bersama porter lokal bahu-membahu untuk mengambil jenazah Juliana Marins dengan teknik vertical rescue. Sebanyak 7 orang tim SAR gabungan berbagi tugas di dua titik lokasi ketinggian.
“Kami bertujuh, (tim) pertama turun di 400 meter itu 3 orang dari SAR dan Damkar, (tim kedua) saya turun ke 600 meter bertiga salah satunya dengan Agam (Agam Rinjani) ke titik korban,” ujar salah satu tim SAR Nasional, Samsul Padli.
“Cek korban posisi malam hari ke-4 gak langsung evakuasi, karena posisi dan medan yang batuan lepas, itu baru besok paginya (bawa jenazah Juliana Marins) ke atas total 5 hari 4 malam,” kata Samsul.
“Hari kedua itu tidak bisa terlihat karena kabut. Hari kelima titiknya ketemu pakai thermal drone posisinya (Juliana Marins) sudah tidak bergerak,” katanya.
Meninggalnya Juliana Marins karena terjatuh ke jurang di gunung Rinjani tentu amat tak diharapkan. Terlebih, kini Ali Mustofa jadi pihak yang dianggap paling bertanggungjawab atas kematian turis Brazil itu. Di tengah hiruk-pikuk perkara hukum yang diajukan oleh keluarga Juliana Marins, Ali meminta maaf.

Agam Rinjani, salah satu porter gunung Rinjani yang ikut melakukan vertical rescue untuk mengambil jenazah Juliana dari dasar jurang. (Instagram Agam Rinjani)
“Saya minta maaf atas semuanya itu karena kelalaian. Saya gak bisa jaga anak gadisnya, itu bukan kesengajaan, saya berusaha bantu tapi saya bukan rescuer, karena keterbatasan alat juga, jadi saya minta maaf kepada keluarga korban,” kata Ali.
“Untuk keluarga Juliana, saat sudah di bawah (turun gunung Rinjani) saya sempat ngomong sama ayahnya dan keluarganya, iya mereka marah,” kata Ali sambil tertunduk. (*)