Kondisi Hussam Abu Safiya, Dokter di Gaza yang Disiksa Israel saat Ditahan di Sel Bawah Tanah - Halaman all - Serambinews
Dunia Internasional, Konflik Timur tengah
Kondisi Hussam Abu Safiya, Dokter di Gaza yang Disiksa Israel saat Ditahan di Sel Bawah Tanah - Halaman all - Serambinews

SERAMBINEWS.COM, GAZA – Kondisi Hussam Abu Safiya, dokter anak sekaligus direktur Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza Utara, dilaporkan semakin memburuk setelah berbulan-bulan ditahan oleh militer Israel di sel bawah tanah yang gelap dan lembap.
Menurut pengacaranya, Ghaida Qasem, dr Abu Safiya mengalami penyiksaan fisik, kekurangan makanan, dan tidak mendapat perawatan medis meski memiliki riwayat gangguan jantung.
“Dia ditahan di sel bawah tanah yang tanpa cahaya matahari, mengenakan pakaian musim dingin yang sama sejak ditangkap. Ia kelaparan, disiksa, dan terisolasi,” kata Qasem dalam pernyataan tertulis, Senin (14/7/2025).
Diketahui, dr Abu Safiya ditangkap pada Desember 2024 lalu saat militer Israel mengepung lalu menggerebek Rumah Sakit Kamal Adwan.
Ia dan beberapa tenaga medis lainnya—termasuk pasien—dibawa paksa saat itu.
“Ketika ditangkap, berat badannya 100 kilogram. Sekarang hanya 60 kilogram,” ujar Qasem. Penurunan drastis itu terjadi dalam waktu kurang dari tujuh bulan.
“Pada 24 Juni, dia dipukuli selama sekitar 30 menit, dengan hantaman di dada, wajah, kepala, dan leher,” tambah sang pengacara.
Meski mengalami gangguan detak jantung, otoritas Israel tetap menolak memberikan obat, akses ke dokter spesialis, atau penanganan medis yang layak.
Baca juga: VIDEO - Hamas Makin Agresif di Jalur Gaza, IDF Aktifkan Protokol "Hannibal"
Dokter Abu Safiya dikenal sebagai salah satu tenaga medis paling berdedikasi di Jalur Gaza, terutama dalam merawat anak-anak di tengah krisis medis dan serangan udara yang tiada henti.
Istrinya, Lina Abu Safiya, dalam wawancara dengan Al Jazeera, menyebut sang suami memilih tetap berada di rumah sakit meski sempat diberi peluang untuk keluar dari Gaza.
“Dia bisa saja bergabung dengan saya di Kazakhstan,” ujar Lina.
“Tapi dia bilang tidak bisa meninggalkan pasien dan rekan-rekannya. Menurutnya, itu akan menjadi pengkhianatan terhadap tugasnya sebagai dokter,” imbuh Lina.
Laporan kantor berita Palestina WAFA menyebutkan bahwa hingga kini sudah lebih dari 360 tenaga kesehatan ditahan sejak Oktober 2023.
Di antara mereka adalah dokter-dokter spesialis yang keberadaannya sangat penting bagi para pasien.
Menurut berbagai organisasi hak asasi manusia, tindakan ini memperparah krisis kemanusiaan yang melanda Gaza, di mana sistem layanan kesehatan telah lumpuh dan ribuan orang masih terluka tanpa perawatan.
Saat ini, Israel tengah diselidiki oleh Mahkamah Internasional (ICJ) atas dugaan kejahatan genosida.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersama beberapa pejabat militernya telah masuk dalam daftar orang yang dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan perang.
Baca juga: Hamas: Netanyahu Enggan Buat Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza
Serangan Israel Tewaskan Anak-anak Gaza Saat Antre Air Bersih
Sedikitnya enam anak-anak dan empat orang dewasa tewas dalam serangan udara Israel yang menghantam titik distribusi air di Kamp Pengungsi Nuseirat, Gaza Tengah, Minggu (13/7/2025) pagi waktu setempat.
Para korban tengah mengantre dengan jeriken kosong untuk mengambil air bersih ketika serangan terjadi. Jenazah para korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit al-Awda di Nuseirat.
Seorang dokter di rumah sakit tersebut menyebut bahwa mereka juga menangani 16 korban luka, termasuk tujuh anak-anak.
Menurut saksi mata, serangan dilakukan oleh pesawat nirawak (drone) yang menembakkan rudal ke arah kerumunan warga di dekat truk air.
Militer Israel menyatakan serangan tersebut menargetkan seorang anggota kelompok Jihad Islam, namun terjadi "kesalahan teknis" yang membuat amunisi jatuh puluhan meter dari sasaran sebenarnya.
"Insiden ini sedang kami tinjau," ujar pernyataan resmi militer.
Militer Israel (IDF) mengaku mengetahui laporan jatuhnya korban sipil dan menyampaikan bahwa mereka "berusaha meminimalkan kerugian terhadap warga sipil sebisa mungkin" dan "menyesali setiap korban yang bukan sasaran."
Video yang telah diverifikasi menunjukkan kepanikan warga saat mengevakuasi korban, termasuk anak-anak yang tergeletak di antara jeriken kuning.
Serangan ini terjadi di tengah eskalasi serangan udara Israel di seluruh Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir.
Baca juga: Israel Mengebom Rumah-rumah dan Tenda-Warga Palestina yang Berlindung di Gaza
Situasi kemanusiaan memburuk
Juru bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa 19 warga Palestina lainnya tewas dalam tiga serangan udara terpisah di Gaza Tengah dan Kota Gaza pada hari yang sama.
Sementara itu, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengungkapkan bahwa rumah sakit lapangan mereka di Rafah telah menangani lebih banyak kasus korban massal dalam enam minggu terakhir dibandingkan sepanjang 12 bulan sebelumnya.
Pada Sabtu (12/7/2025), rumah sakit tersebut menerima 132 pasien dengan luka akibat senjata, di mana 31 di antaranya meninggal dunia.
"Sebagian besar korban mengalami luka tembak," ujar ICRC, menambahkan bahwa seluruh korban menyatakan mereka tengah berusaha mengakses bantuan makanan saat insiden terjadi.
ICRC mencatat, sejak 27 Mei—saat titik distribusi makanan baru mulai beroperasi—lebih dari 3.400 pasien luka senjata telah ditangani dan lebih dari 250 kematian tercatat.
"Frekuensi dan skala insiden korban massal ini mencerminkan kondisi mengerikan yang dialami warga sipil di Gaza," tegas ICRC.
Korban berjatuhan di sekitar lokasi bantuan
Pada hari Sabtu, Rumah Sakit Nasser di Gaza Selatan juga melaporkan 24 kematian di dekat titik distribusi bantuan.
Saksi mata menyebut pasukan Israel melepaskan tembakan ke arah warga yang berusaha mendapatkan makanan.
Namun, militer Israel membantah adanya korban dari tembakan pasukannya di lokasi tersebut.
Seorang pejabat militer mengatakan, hanya tembakan peringatan yang dilepaskan untuk membubarkan kerumunan yang dinilai mengancam.
Kantor HAM PBB (OHCHR) menyebut hingga Jumat (11/7/2025), tercatat 789 warga tewas saat mencoba mengakses bantuan.
Dari jumlah itu, 615 kematian terjadi di sekitar lokasi distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung AS dan Israel.
Johnnie Moore, pimpinan GHF, mengatakan kepada BBC bahwa dirinya tidak menyangkal adanya korban jiwa di sekitar titik bantuan, namun menolak bahwa "100 persen korban dikaitkan langsung dengan GHF."
Baca juga: Jangan Diabaikan! Ini Bahaya Mimpi Buruk untuk Kesehatan Mental dan Fisik
Baca juga: Pemuda Tewas Ditusuk di Tanah Abang, Korban Sempat Lari Teriak Minta Tolong, Pelaku Berhasil Kabur
Baca juga: VIDEO Bela Warga Druze, Israel Hantam Tank Suriah Sebut Sebagai Peringatan