Yogyakarta Terbitkan Surat Edaran Waspada Leptospirosis Setelah 5 Meninggal | tempo
Kesehatan,
Yogyakarta Terbitkan Surat Edaran Waspada Leptospirosis Setelah 5 Meninggal | tempo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta membuat surat edaran terkait kewaspadaan penyakit Leptospirosis dan Hantavirus pada awal Juli 2025 ini. Surat edaran itu diterbitkan menyusul peningkatan kasus itu sepanjang Januari hingga Juni yang menyebabkan kematian bagi penderitanya.
"Sejak Januari sampai akhir Juni ini sudah ada 18 kasus Leptospirosis, di mana lima kasus di antaranya pasien meninggal dunia," kata Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Lana Unwanah, Selasa, 8 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lana mengatakan pada kasus Leptospirosis yang membuat pasien meninggal dunia, hampir semuanya karena terlambat mengakses layanan kesehatan, sehingga terlambat ditangani atau kondisinya sudah kritis.
“Sebab penyakit ini saat awal terinfeksi memang gejalanya tidak terlalu spesifik. Mirip-mirip dengan gejala infeksi bakteri atau virus lainnya, sehingga pasien abai dan terlambat mengakses layanan kesehatan,” kata dia.
Dia menyatakan gejala-gejala tubuh yang terinfeksi Leptospirosis berupa demam, nyeri kepala, nyeri otot, khususnya di daerah betis, paha, mata kuning, merah dan iritasi serta diare. Sementara gejala awal Hantavirus antara lain demam tinggi mencapai 39 derajat Celsius, terkadang disertai bintik perdarahan pada wajah, sakit kepala, nyeri pada bola mata, rasa lelah, nyeri otot, sesak nafas dan detak jantung cepat.
“Jika mengalami gejala-gejala tersebut kami harap masyarakat segera memeriksakan diri ke puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama,” ujar Lana.
Dengan meningkatnya kasus ini, surat edaran diterbitkan agar seluruh puskesmas dan rumah sakit di Kota Yogyakarta juga meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam deteksi dini dan respons terhadap Leptospirosis dan Hantavirus dengan mengoptimalkan fasilitas penunjang, misalnya menggelar Rapid Diagnostic Test (RDT).
Sementara dinas-dinas terkait juga diminta terlibat dalam mencegah dan mengendalikan Leptospirosis dan Hantavirus, misalnya Dinas Lingkungan Hidup diminta meningkatkan pengelolaan sampah dan limbah organik agar tidak menjadi sumber makanan bagi tikus.
Pencegahan juga dapat dilakukan masyarakat, antara lain dengan menyimpan makanan dan minuman dengan dengan baik agar aman dari jangkauan tikus, membersihkan dan memberantas tikus di rumah, serta mencuci tangan dan kaki setelah beraktivitas di tempat berair. Masyarakat diminta menggunakan alas kaki saat beraktivitas di air dan mengelola limbah rumah tangga dengan benar.
Lana mengatakan penyakit Leptospirosis dan Hantavirus ditularkan dari tikus. Leptospirosis dapat menular melalui kencing tikus yang terinfeksi bakteri Leptospira, sedangkan Hantavirus ditularkan melalui kontak dengan kotoran, urin, air liur tikus yang terinfeksi Orthohantavirus. "Untuk kasus Hantavirus ada satu kasus dalam periode yang sama," kata Lana.
Hantavirus merupakan virus yang menyebabkan sindrom, yaitu Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) dan Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS). "Virus ini ditularkan melalui kontak dengan kotoran, urin, air liur tikus yang terinfeksi, inhalasi partikel aerosol dari ekskresi tikus. Hantavirus dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut dan gangguan ginjal yang berpotensi fatal," ujar Lana.
Surat edaran itu, kata Lana, diterbitkan untuk menindaklanjuti surat dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta terkait kewaspadaan Kejadian Luar Biasa atau KLB Leptospirosis dan Hantavirus.
Pilihan Editor: Masuk Kategori Red Flag pada Integritas Penelitian, Unair Buka Suara