Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Pati

    Buntut Kasus Pati, Ekonom: Pemangkasan TKD tak Sesuai Semangat Otonomi Daerah dan Reformasi - Inilah

    4 min read

     

    Buntut Kasus Pati, Ekonom: Pemangkasan TKD tak Sesuai Semangat Otonomi Daerah dan Reformasi

    Clara Medium.jpeg

     Senin, 18 Agustus 2025 - 12:34 WIB

    Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

    + Gabung

    Ternyata, bukan hanya rakyat kelas menengah ke bawah saja yang kehilangan daya beli, kepala daerah pun begitu. Karena jatah anggaran TKD mereka dipangkas habis.

    Akibatnya, mereka terpaksa mengerek naik pajak. Yang paling mudah ya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebut, fenomena kepala daerah menaikkan pajak, cepat meluas. Bak cendawan di musim hujan.

    Biang keroknya ya itu tadi, berkurangnya dana transfer ke daerah (TKD). masalahnya, ketika kepala daerah mengerek pajak, responsnya bisa politis. Seperti kejadian di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.  

    Bupati Sudewo terancam lengser gara-gara memutuskan kenaikan PPP hingga 250 persen. Gelombang protes luar biasa dilakukan warga Pati. Hingga muncul desakan kuat agar Bupati Sudewo mundur, atau dilengserkan oleh DPRD Pati.

    Asal tahu saja, anggaran TKD pada tahun ini ditetapkan Rp919 triliun, tahun depan jatahnya dipangkas signifikan, tersisa  Rp650 triliun.

    "Kami khawatirkan, akan ada lebih banyak daerah seperti Pati. Misalnya, Jombang, Ponorogo, Cirebon juga, yang akan menaikkan (pendapatan) dengan instan,” ucap Bhima di Jakarta, dikutip Senin 18/8/2025).

    Pemangkasan TKD, menurut Bhima, mengindikasikan kembalinya sentralisasi fiskal. Hal itu,  disebutnya, bertolak belakang dengan semangat desentralisasi pada saat reformasi.

    Saat ini, lanjut Bhima, keuangan daerah sudah mengalami tekanan fiskal akibat efisiensi anggaran. Sehingga dengan berkurangnya anggaran TKD untuk 2026, tekanan fiskal daerah diperkirakan akan semakin membesar dan merata.

    "Dampak tekanan fiskal akan sangat terasa di daerah yang tidak memiliki sumber daya alam. Sebab, daerah ini tidak menerima Dana Bagi Hasil (DBH)," imbuhnya.

    Dia bilang, suka atau tidak suka, tekanan fiskal sangat terasa hingga ke daerah, khususnya yang memiliki sumber daya alam (SDA) dahsyat. Di mana, efisiensi anggaran akan berdampak terhadap pembiayaan untuk mengatasi kerusakan akibat usaha ekstraktif.

    Tekanan fiskal disebut bakal mendorong pemerintah daerah untuk mencari jalan paling mudah untuk meningkatkan pendapatan, yaitu melalui pajak dan retribusi. Namun, skema ini akan memberatkan masyarakat.

    “Yang bisa menyelesaikan masalah adalah evaluasi pemotongan atau efisiensi belanja pemerintah pusat,” ujar Bhima.
     

    Topik
    • Eks Ketua DPR Setya Novanto mendapatkan pembebasan bersyarat, ia bebas dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025. (Foto: Antara)

    • Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud. (Foto: Dok. Antara/ Xinhua)

    • Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri bersama tersangka penyelundupan dua pekerja migran ilegal di Dumai. (Foto: Polda Riau)

    • Ilustrasi kemiskinan. (Foto: Antara/Galih Pradipta).

    • Terpidana kasus suap impor daging di Kementerian Pertanian, Ahmad Fathanah yang divonis 14 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada November 2013 lalu. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

    Komentar
    Additional JS