Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Amerika Serikat Beras Tinggi Protein Featured Herry S. Utomo Inovasi IPTEK Istimewa Pendidikan Pendidikan Tinggi Spesial Universitas Brawijaya

    Herry S. Utomo, Alumni UB jadi Profesor Tetap di USA, Ciptakan Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia » Prasetya UB

    5 min read

     

    Herry S. Utomo, Alumni UB jadi Profesor Tetap di USA, Ciptakan Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia » Prasetya UB

    Menjadi profesor di universitas negeri di Amerika Serikat merupakan pencapaian yang langka dan prestisius, terlebih lagi bagi warga negara asing. Namun Prof. Ir. Herry S. Utomo, MS, PhD, berhasil membuktikan bahwa seorang anak bangsa lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) bisa menembus seleksi akademik yang ketat dan mengukir prestasi di kancah internasional.

    Herry Utomo adalah alumnus UB yang kini menjabat sebagai profesor tetap di Louisiana State University (LSU), Baton Rouge, Louisiana, Amerika Serikat. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Pertanian UB, ia melanjutkan studi magister di University of Kentucky, kemudian meraih gelar doktor di LSU dengan beasiswa penuh. Melalui proses pascadoktoral dan seleksi akademik terbuka yang sangat kompetitif, ia berhasil diangkat menjadi asisten profesor.

    Perjalanan kariernya berlanjut dengan promosi sebagai profesor madya, hingga akhirnya ditetapkan sebagai profesor penuh pada tahun 2017. Posisinya sebagai profesor tetap atau tenured professor tidak hanya menjadi pengakuan akademis tertinggi, tetapi juga bukti integritas, dedikasi, dan produktivitas risetnya di dunia internasional. LSU pun menganugerahkan kepadanya gelar F. Avalon Daggett Endowed Professor, sebuah penghargaan terhormat yang hanya diberikan kepada akademisi dengan pengaruh ilmiah dan sosial luar biasa.

    “Saya tidak pernah membayangkan bisa meraih gelar profesor tetap di universitas negeri Amerika. Semua itu saya capai melalui proses panjang bukan hanya soal kecerdasan, tapi ketekunan, karakter, dan komitmen untuk terus berkembang. Jabatan ini adalah bentuk tanggung jawab, bukan semata-mata prestise,” ungkap Herry

    Ia juga menambahkan bahwa setiap capaian bukanlah akhir, tetapi langkah menuju kontribusi yang lebih besar.

    “Saya selalu percaya bahwa setiap ilmu harus dikembalikan kepada masyarakat. Ilmu yang hanya berhenti di jurnal tidak cukup. Harus ada nilai manfaat yang bisa dirasakan banyak orang, terutama bagi bangsa sendiri,” lanjutnya.

    Salah satu inovasi monumental dari Prof. Herry adalah keberhasilannya dalam menciptakan varietas padi tinggi protein pertama di dunia yang dinamakan Cahokia Rice. Bersama timnya, ia mengembangkan varietas ini melalui proses mutasi alami (non-GMO), menghasilkan beras dengan indeks glikemik rendah dan kadar protein 50 persen lebih tinggi dibandingkan varietas biasa. Varietas ini telah dipatenkan dan saat ini sudah dipasarkan secara komersial di Amerika Serikat.

    “Cahokia Rice bukan hanya inovasi sains, tapi juga misi kemanusiaan. Kami ingin menciptakan solusi pangan yang sehat, alami, dan dapat membantu mengatasi masalah kekurangan gizi global, terutama protein,” ungkap Prof. Herry.

    Ia menjelaskan bahwa pengembangan varietas ini memakan waktu bertahun-tahun dan dilakukan dengan pendekatan riset yang holistik, mulai dari seleksi genetik, pengujian kualitas gizi, hingga adaptasi agronomis di berbagai wilayah.

    “Kami memilih jalur non-GMO karena ingin menghasilkan varietas yang bisa diterima luas oleh masyarakat, tanpa keraguan akan rekayasa genetik. Inovasi ini juga menunjukkan bahwa sains bisa bergerak sejalan dengan kearifan lokal dan kesehatan masyarakat,” tambahnya.

    Beras Cahokia juga memiliki keunggulan agronomis: umur pendek, tahan terhadap penyakit jamur Pyricularia grisea, berbulir panjang, serta mampu dipanen hingga 7.560 kg/ha. Produksinya bahkan mampu menghasilkan hingga 150 kg protein murni per hektar—setara dengan 550 kg daging atau 4.500 liter susu. Jika varietas ini ditanam secara luas di Indonesia, maka dapat berkontribusi terhadap tambahan asupan protein nasional hingga 1 juta ton per tahun, atau setara dengan 3,6 juta ton daging.

    “Silakan makan nasi, ini aman. Tanaman ini bukan GMO, tapi alami yang kita ciptakan di Louisiana. Karakter ini tidak ada secara alami, jadi kita harus menciptakannya melalui proses mutasi,” jelas Herry

    Prof. Herry berharap kehadiran Cahokia Rice dapat menjadi model bagi pengembangan varietas fungsional lainnya di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Ia juga membuka peluang kerja sama riset dengan institusi dalam negeri untuk mengadaptasi teknologi ini di lahan-lahan lokal.

    Meski secara struktural tidak lagi diwajibkan untuk mengajar, Prof. Herry tetap aktif membagikan ilmu dan pengalaman melalui kuliah daring serta kerja sama riset lintas negara. Ia juga aktif terlibat dalam misi sosial dan pendidikan, terutama di Papua dan wilayah tertinggal lainnya, serta menjalin kolaborasi antara universitas di Indonesia dan lembaga riset internasional.

    Selain berkiprah di bidang akademik, Prof. Herry saat ini menjabat sebagai Presiden Indonesian Diaspora Network United (IDN-U), organisasi yang menaungi diaspora Indonesia di seluruh dunia. Kiprahnya menunjukkan komitmen untuk terus membangun jembatan antara ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kontribusi nyata bagi tanah air.

    Meskipun menetap di Amerika Serikat, Prof. Herry tetap menjaga keterhubungan yang erat dengan Indonesia. Ia rutin pulang untuk mendukung berbagai inisiatif pendidikan, terutama di daerah tertinggal seperti Papua, serta menjalin kerja sama strategis dengan universitas-universitas di tanah air. Tak jarang, ia juga berpartisipasi dalam acara kebudayaan dan forum internasional yang memperkuat hubungan antara Indonesia dan komunitas diasporanya.

    Dalam berbagai kesempatan, Prof. Herry merenungkan semangat patriotisme yang kuat di antara diaspora Indonesia, yang menurutnya menjadi kunci ketahanan dan keberhasilan komunitas Indonesia di luar negeri. Ia melihat diaspora bukan hanya sebagai aset strategis bagi diplomasi budaya, tetapi juga sebagai katalisator inovasi dan perubahan.

    “Patriotisme dalam komunitas diaspora adalah kekuatan yang luar biasa. Mereka mungkin tinggal jauh dari tanah air, tapi kecintaan dan komitmen mereka untuk berkontribusi tidak pernah padam,” ujar Prof. Herry.

    Dalam pesannya untuk mahasiswa Indonesia, khususnya civitas akademika Universitas Brawijaya, Prof. Herry menyampaikan motivasi panjang yang menyentuh:

    Ia berpesan kepada mahasiswa UB dan seluruh generasi muda Indonesia untuk tidak pernah takut bermimpi besar. Tidak ada yang tidak mungkin kalau sungguh-sungguh. Ia berasal dari Malang, kuliah di UB, belajar dari nol, menempuh banyak tantangan sebagai mahasiswa asing. Tetapi ia percaya bahwa setiap mimpi itu sah untuk diperjuangkan.

    “Kita tidak bisa memilih dilahirkan di mana, tapi kita bisa memilih bagaimana kita melangkah dan bertumbuh. Banyak yang mengira sukses hanya untuk mereka yang punya keistimewaan. Tapi saya percaya, sukses itu untuk siapa saja yang mau kerja keras, terus belajar, dan tidak mudah menyerah. Jangan takut gagal, karena gagal itu bagian dari proses tumbuh. Mentalitas seperti ini yang harus kalian bangun: tidak cengeng, tidak cepat puas, dan terus memperbaiki diri,” paparnya.

    Ia mengajak generasi muda untuk keluar dari zona nyaman. “Dunia itu luas. Gunakan masa kuliah bukan hanya untuk dapat IPK bagus, tapi juga untuk membangun karakter, memperluas jaringan, dan memahami bagaimana memberi manfaat untuk masyarakat. Ilmu itu akan lebih bermakna kalau bisa dirasakan orang lain. Dan kalian tidak harus menjadi orang lain untuk bersaing secara global cukup jadi diri sendiri, dengan versi terbaik kalian,” tegasnya.

    Ia juga berpesan, jangan menunggu kesempatan datang. “Kadang, peluang itu harus kita ciptakan sendiri. Kalau kalian bisa sukses nanti, jangan lupa kembali. Kembalilah untuk membangun negeri ini, dengan pengalaman, ilmu, dan karakter yang kalian bawa. Indonesia butuh kalian. Dunia ini sedang berubah cepat, dan saya yakin mahasiswa UB punya kapasitas besar untuk menjadi bagian dari perubahan itu,” ujarnya.

    Mengakhiri pesannya, Herry menyampaikan optimismenya terhadap masa depan Indonesia. Ia percaya bahwa dengan kombinasi budaya, pendidikan, dan inovasi, Indonesia bisa setara bahkan melampaui negara-negara maju. [RST/MIT]

    Komentar
    Additional JS