Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured LMKN

    Sejumlah Musisi Gratiskan Lagu Mereka Diputar di Kafe Solo Raya, LMKN Bilang Tetap Harus Bayar - Halaman all - Tribunsolo

    9 min read

     

    Sejumlah Musisi Gratiskan Lagu Mereka Diputar di Kafe Solo Raya, LMKN Bilang Tetap Harus Bayar - Halaman all - Tribunsolo

    TRIBUNSOLO.COM - Polemik mengenai kewajiban membayar royalti atas pemutaran lagu di kafe dan restoran tengah menjadi sorotan publik.

    Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa pemilik usaha wajib membayar royalti untuk lagu-lagu yang dimanfaatkan secara komersial di lingkungan usahanya.

    Perdebatan pun muncul, tidak hanya dari kalangan pengusaha, tetapi juga para musisi.

    Baca juga: Soal Royalti Lagu di Solo, Ada Kafe yang Akan Gunakan Lisensi Aplikasi Hingga Pilih Tak Setel Musik

    Beberapa musisi bahkan menyatakan secara terbuka bahwa mereka menggratiskan penggunaan lagu-lagu ciptaan mereka di kafe dan restoran.

    Nama-nama seperti Ahmad Dhani, Rhoma Irama, Charly Van Houten, hingga Uan dari band Juicy Luicy termasuk di antaranya.

    Menanggapi fenomena tersebut, LMKN mengingatkan bahwa sebuah lagu memiliki banyak hak yang melekat dan tidak sepenuhnya berada di tangan pencipta lagu saja.

    Komisioner LMKN, Yessi Kurniawan, menyampaikan bahwa dalam satu lagu terdapat tiga hak utama: hak cipta dari pencipta lagu, hak dari performer (penampil), dan hak dari produser rekaman.

    Baca juga: Lagu Indonesia Raya Bebas Royalti! Bisa Dinyanyikan Siapapun Termasuk Warga Solo di Momen HUT RI

    “Kalau menggratiskan, belum tentu juga suara rekaman dari pelaku pertunjukan setuju. Belum tentu juga pemilik rekamannya setuju. LMKN mengelola pemanfaatan lagu dan musik untuk tiga hak ini. Jadi, jangan membuat opini yang salah,” ujar Yessi saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (7/8/2025).

    Yessi juga mengimbau publik untuk tidak menelan mentah-mentah pernyataan para musisi yang mengklaim menggratiskan lagunya.

    Ia menekankan bahwa rekaman lagu adalah hasil kolaborasi berbagai pihak, bukan hanya milik pencipta lagu semata.

    Senada dengan Yessi, Komisioner LMKN lainnya, Bernard Nainggolan, menekankan pentingnya memahami struktur hak dalam sebuah karya lagu. Ia menyebut lagu sebagai “bundle of rights”, yang terdiri dari pencipta, performer, dan produser.

    “Jangan sampai membebaskan satu hak malah melanggar hak pihak lain,” ujar Bernard.

    Lagu Indonesia Raya Bebas Royalti

    Sementara itu, LMKN juga menegaskan bahwa lagu kebangsaan "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman tidak dikenakan royalti.

    Komisioner LMKN Bidang Lisensi dan Kolekting, Jhonny W. Maukar, menyampaikan bahwa lagu tersebut telah masuk ke ranah public domain sesuai dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

     “Penggunaan lagu Indonesia Raya dalam bentuk aslinya tidak perlu bayar royalti karena bukan pelanggaran hak cipta. Lebih-lebih lagi, Indonesia Raya itu sudah menjadi public domain,” kata Jhonny melalui sebuah pernyataan video.

    W\.R. Supratman diketahui wafat pada 17 Agustus 1938.

    Berdasarkan ketentuan UU Hak Cipta, karya cipta akan masuk ke domain publik setelah 70 tahun penciptanya meninggal dunia, sehingga lagu "Indonesia Raya" kini dapat digunakan bebas tanpa kewajiban membayar royalti.

    Soal Royalti Lagu di Solo, Ada Kafe yang Akan Gunakan Lisensi Aplikasi Hingga Pilih Tak Setel Musik

    Sejumlah pengusaha kedai hingga restoran di Kota Solo mulai menyiapkan siasat terkait polemik Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah mengenai royalti lagu.

    Sebagai informasi, beberapa pengusaha restoran dan kafe di kota Solo pada Jumat (8/8/2025) kabarnya akan mendapatkan sosialisasi mengenai aturan royalti lagu dan/atau musik dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

    Baca juga: Lagu Indonesia Raya Bebas Royalti! Bisa Dinyanyikan Siapapun Termasuk Warga Solo di Momen HUT RI

    Dari pantauan TribunSolo.com disejumlah tempat hiburan dan tempat makan misalnya. Banyak pengelola sudah mulai mencari informasi terkait penerapan aturan royalti musik tersebut.

    Ada pula sejumlah pengelola maupun pengusaha kafe di Solo mulai mencari opsi lain terkait royalti musik tersebut.

    Salah satunya pemilik kedai kopi yang berada di wilayah Laweyan misalnya. Ia telah mempelajari bagaimana berlangganan royalti musik melalui aplikasi penyedia musik Spotify.

    "Kebetulan tempat saya masih proses renovasi. Tapi menanggapi terkait aturan royalti tersebut memang cukup membingungkan buat saya secara pribadi karena belum pernah mendapatkan sosialisasi penerapannya," terang sosok pria yang enggan disebutkan namanya tersebut.

    "Barusan saya dan beberapa teman juga sudah mencari opsi dan ternyata Spotify menyediakan lisensi royalti. Kemungkinan saya bakal menggunakan itu karena nggak ribet. Cuma ya nanti lagu-lagunya itu-itu aja," lanjutnya.

    Sementara itu, dari pantauan TribunSolo.com sejumlah kafe masih memutar musik dengan genre lagu luar negeri.

    Namun juga ada pula restoran yang telah menerapkan aturan tak memutar lagu atau musik yang diciptakan musisi dalam negeri.

    Restoran yang berlokasi di jalan Urip Soemorharjo, Jebres Solo tersebut mulai tak memutar musik. Padahal banyak pengeras suara yang telah terpasang di sejumlah sudut restoran.

    Dari pantauan TribunSolo.com, suasana tempat makan hits tersebut pun nampak hening karena tak terdengar lagi musik-musik yang biasanya diputar pengelola sebagai penambah suasana saat pelanggan menyantap hidangan.

    Pengeras suara yang terpasang di beberapa sudut restoran juga hanya digunakan untuk memanggil antrean pelanggan saja.

    Pemutaran musik di restoran, kafe, hotel, hingga pusat kebugaran terdapat aturan hukum yang mewajibkan pemilik usaha membayar royalti kepada pencipta lagu dan pemilik hak cipta.

    Aturan ini menjadi bagian dari upaya perlindungan terhadap kekayaan intelektual di Indonesia dan telah berlaku secara nasional.

    Baca juga: Kekhawatiran Pengusaha Cafe di Solo, Bisnis Hiburan Mati Gegara Penerapan Tarif Royalti Musik

    Aturan soal Royalti di Tempat Usaha

    Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM, penggunaan musik untuk kepentingan komersial, termasuk dari platform streaming seperti YouTube atau Spotify, tetap membutuhkan izin resmi.

    Alasannya, musik dinilai sebagai bagian dari daya tarik usaha. Artinya, jika musik digunakan untuk menciptakan suasana nyaman dan menarik pelanggan, maka pemilik usaha diwajibkan membayar royalti.

    Aturan ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik.

    Siapa yang Wajib Membayar Royalti?

    Secara umum, setiap usaha yang memutar musik di ruang publik wajib membayar royalti. Ini termasuk:

    • Restoran, kafe, pub, bar, bistro, klub malam
    • Hotel, pusat perbelanjaan, tempat fitness, salon, spa
    • Karaoke, bioskop, event organizer
    • Transportasi umum seperti pesawat, kapal, kereta, dan bus

    Royalti dibayarkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), lembaga resmi yang menyalurkan hak ekonomi kepada para pencipta lagu.

    Berapa Tarif Royalti Lagu yang Diputar di Usaha Jasa Kuliner?

    Mengacu pada Keputusan Menkumham HKI.02/2016, berikut contoh tarif royalti untuk bidang usaha jasa kuliner bermusik:

    • Restoran dan Kafe
      Royalti pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun
      Royalti hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun
    • Pub, Bar, Bistro
      Royalti pencipta: Rp180.000 per m⊃2;/tahun
      Royalti hak terkait: Rp180.000 per m⊃2;/tahun
    • Diskotek dan Klub Malam
      Royalti pencipta: Rp250.000 per m⊃2;/tahun
      Royalti hak terkait: Rp180.000 per m⊃2;/tahun

    Pembayaran dilakukan minimal sekali dalam setahun, dan pelaku usaha bisa mengurus perizinan secara daring melalui situs resmi LMKN.

    Menariknya, pelaku usaha kecil seperti UMKM dapat memperoleh kemudahan berupa tarif ringan, bahkan pembebasan royalti, tergantung pada skala dan jenis usaha.

    Ini menjadi bentuk dukungan pemerintah agar pelaku UMKM tetap berkembang tanpa mengabaikan penghargaan terhadap hak cipta.

    Risiko Jika Melanggar

    Menggunakan lagu tanpa izin, khususnya di ruang komersil, bisa berujung pada sanksi hukum.

    Salah satu preseden adalah putusan Mahkamah Agung (No. 122 PK/PDT.SUS HKI/2015), yang mewajibkan pengelola karaoke membayar royalti dan ganti rugi Rp 15.840.000 karena memutar musik tanpa izin dari LMK.

    Pelanggaran seperti ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga mencoreng reputasi bisnis.

    (*)

    Komentar
    Additional JS