Tarif Trump Bikin Harga Kopi hingga Teh Naik, Bisnis Kecil di AS Menjerit - Kompas
Dunia Internasional,
Tarif Trump Bikin Harga Kopi hingga Teh Naik, Bisnis Kecil di AS Menjerit
/data/photo/2025/08/07/689401bd92aa8.jpg)
NEW YORK, KOMPAS.com - Meskipun indeks harga konsumen Amerika Serikat (AS) bulan lalu menunjukkan bahwa harga pangan relatif stagnan dari bulan ke bulan, barang-barang yang sensitif terhadap tarif seperti biji kopi, teh spesial, dan rempah-rempah mulai menunjukkan tanda-tanda kenaikan. Hal ini pun menimbulkan kekhawatiran bagi bisnis kecil yang menjual produk-produk tersebut.
Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, harga kopi melonjak 14,5 persen pada Juli secara tahunan (yoy). Harga eceran rata-rata untuk satu pon kopi bubuk mencapai 8,41 dollar AS. Secara keseluruhan, harga pangan tidak berubah dari Juni ke Juli, tetapi tetap 2,9 persen lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Jessica Simons, pemilik Bethany’s Coffee Shop di Lincoln, Nebraska, mengatakan kepada CNBC bahwa pihaknya sudah merasakan kenaikan harga sebesar 18 persen hingga 25 persen sejak Januari 2025.
“Kami harus menambahkan biaya 3 persen untuk kopi karena sedang menunggu menu baru dicetak, yang akan mencerminkan harga baru,” kata Simons.
[FULL] Jubir Kremlin: Putin Akan Disambut oleh Trump di Pesawat
Baca juga: Tarif Impor 19 Persen Berlaku 7 Agustus, Prabowo Sebut Kesepakatan dengan AS Jadi Pencapaian Terbaik
“Namun, harga berubah begitu cepat sehingga kami tidak bisa mencetak ulang menu setiap kali harga naik,” tambah dia.
Simons menambahkan, selain kopi, pihaknya juga membayar harga yang lebih tinggi untuk alpukat dan tomat.
“Kami juga memiliki restoran dan mempekerjakan 24 orang,” ucap dia.
“Kami berada di titik di mana tidak punya pilihan selain menaikkan harga. Margin kami tipis. Bisnis kecil sedang berjuang dengan kenaikan biaya akibat tarif (impor),” kata dia.
Tax Foundation baru-baru ini menghitung bahwa hampir 74 persen atau sekitara 163 miliar dollar AS dari impor pangan AS akan dikenai tarif.
Josh Teitelbaum, penasihat senior di firma hukum Akin, mengatakan bahwa perusahaan yang mengimpor sumber daya alam yang tidak tersedia di dalam negeri seperti kopi atau air kelapa tidak memiliki opsi untuk memindahkan produksi (on-shoring) guna menghindari dampak tarif Trump tersebut.
“Kemampuan mereka untuk mengalihkan sumber dari negara lain terbatas,” kata Teitelbaum.
“Mereka merasa terjebak menghadapi tarif yang lebih tinggi tidak peduli dari mana mereka mengimpor. Pemerintah memang memiliki kebijakan untuk mengakomodasi realitas ini dalam beberapa kasus, tetapi masih dalam tahap pengembangan,” lanjut dia.
Anjali Bhargava, pendiri Anjali’s Cup—produsen paket rempah untuk ritel dengan campuran kunyit dan chai terinspirasi Ayurveda—mengatakan, hampir semua sumber bahan baku mereka berasal dari luar negeri.
Rempah-rempah Bhargava berasal dari Vietnam, Thailand, Afrika, dan Amerika Selatan. Teh dan lada dari India, kemudian saffron dari Afghanistan, dan kemasan kaleng khusus dari China.
“Konsumen akan tetap minum teh, tetapi mungkin mendapatkan produk dengan kualitas lebih rendah dari perusahaan yang mampu menahan beban biaya ini,” kata Bhargava.
“Merek kecil yang bermodal terbatas, yang mengutamakan integritas dan keaslian, bisa terjepit habis-habisan,” tambah dia.

Lihat Foto
Bhargava mengkhawatirkan tarif 50 persen untuk teh dari India. Ia mengatakan, di peritel tempat produknya dijual, seperti Whole Foods, tidak banyak ruang untuk melakukan penyesuaian harga besar.
“Presiden mengemas ini sebagai hukuman untuk India, tetapi dampaknya justru akan menghantam bisnis kecil, perusahaan, dan karyawan di AS, serta konsumen Amerika,” kata Bhargava.
“Tarif 50 persen untuk teh, ditambah tarif untuk rempah-rempah dan kebutuhan lain, akan menghancurkan margin saya yang sudah tipis, dan bisa memaksa saya menaikkan harga—sesuatu yang sudah sulit diterima konsumen, mengingat besarnya daya tawar pesaing besar saya,” papar dia.
Baca juga: Bantu Negosiasi Tarif, Luhut Bakal Temui Mendag AS
Bhargava sudah melakukan penyesuaian pada kemasan yang diproduksi di China, namun dia menegaskan bahwa dirinya tidak berkompromi soal kualitas bahan.
“Tarif ini memaksa kita memilih antara mempertahankan kualitas atau tetap bertahan sebagai bisnis—dan banyak bisnis kecil yang tidak akan selamat dari pilihan itu,” kata Bhargava.
“Konsentrat chai saya menggunakan teh Assam CTC organik asal tunggal yang hanya bisa didapat dari India, tidak ada sumber alternatif. Saya tidak bisa menyimpan stok dalam jumlah besar seperti pesaing besar, apalagi mengingat ketimpangan persaingan yang sudah ada,” katanya.
Ada pula kekhawatiran bahwa dampak tarif akan merembet ke toko-toko grosir dan produk-produk lain. Hal ini bisa semakin diperburuk oleh pemangkasan program SNAP melalui RUU “Big Beautiful Bill”, yang semuanya memicu penurunan proyeksi dari para peritel, menurut Heather Rice, pimpinan lini bisnis di divisi produk KPMG.
“Hampir 9 persen pengeluaran berasal dari penerima program tersebut,” kata Rice, yang mengawasi sektor konsumen, ritel, manufaktur industri, energi, dan ilmu hayati.
“Saya percaya jumlah produk di rak akan berubah tergantung dari mana mereka mendapatkannya. Antara hasil panen dan ekspor kita, kita bisa punya blueberry sepanjang tahun. Tetapi dengan tarif, saya pikir akan ada perubahan—mungkin kita tidak lagi punya blueberry 12 bulan penuh. Saya pikir akan ada pergeseran produk.”
Buah dan kacang lain yang tidak ditanam di AS dan terkena tarif termasuk pisang dan kiwi.
Bhargava mengatakan, perang dagang global ini akan merugikan semua pihak.
“Kedai kopi sudah berjuang untuk bertahan dan harus melindungi margin demi tetap menyalakan lampu. Saat produk otentik dan berkualitas menjadi tidak terjangkau, seluruh rantai pasok akan menderita. Tarif akan menghapus keberagaman dan keaslian bisnis yang membuat pasar Amerika hidup,” ucapnya.
Baca juga: Emas Swiss Jadi Korban Tarif Trump, Harga Emas Dunia Sentuh Rekor 3.534 Dollar AS
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!