Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Gangster Abu Shabab Israel Konflik Timur Tengah

    Terungkap, Israel Gunakan Gangster Abu Shabab untuk Membangun 'Desa-desa Kolaborator' di Gaza | SINDOnews

    4 min read

     Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah, 

    Terungkap, Israel Gunakan Gangster Abu Shabab untuk Membangun 'Desa-desa Kolaborator' di Gaza | Halaman Lengkap

    Pasukan Israel gunakan para gangster Palestina pimpinan Yasser Abu Shabab untuk membangun desa-desa kolaborator di Jalur Gaza. Foto/NDTV

    GAZA 

    - Laporan investigasi media Denmark,

     The Information 

    , mengungkap bahwa pasukan Israel menggunakan para gangster Palestina pimpinan Yasser

     Abu Shabab 

    untuk membangun "desa-desa kolaborator" di Jalur Gaza. Ini juga menjadi bagian dari strategi militer Zionis dalam melawan Hamas.

    Para gangster kriminal itu selama ini diketahui dipersenjatai dan didanai rezim Zionis Israel.

    Laporan investigasi The Information yang diterbitkan pada Jumat lalu juga menyebutkan bahwa Israel bekerja sama dengan kelompok gangster itu untuk menyusup ke masyarakat Gaza, menawarkan perlindungan dan menutup mata terhadap kejahatan mereka.

    Strategi tersebut menggemakan kebijakan "liga desa" yang didukung Israel di Tepi Barat dari tahun 1978 hingga 1984 untuk melemahkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)—sebuah langkah yang gagal di tengah penolakan rakyat Palestina yang meluas.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menggambarkan rencana tersebut sebagai "mobilisasi suku-suku untuk melawan Hamas", mengeklaim bahwa hal itu menyelamatkan nyawa tentara Israel.

    Baca Juga: Terungkap, Israel Persenjatai Geng Kriminal Abu Shabab di Gaza untuk Lemahkan Hamas

    "Apa yang salah dengan itu? Itu menyelamatkan nyawa tentara IDF [Pasukan Pertahanan Israel]," katanya kepada wartawan.

    Meskipun Israel belum secara terbuka menyebutkan nama kelompok bersenjata tersebut, foto-foto yang diterbitkan oleh The Guardian dan dikonfirmasi melalui citra satelit menunjukkan orang-orang di bawah komando Abu Shabab berjalan bersama tentara Israel di Gaza selatan.

    Penjahat yang Jadi Pemimpin Milisi

    Abu Shabab (31) adalah mantan penjahat Palestina yang dituduh menyelundupkan senjata dan narkoba. Dia dipenjara sebelum perang Gaza tetapi melarikan diri selama invasi Israel pada Oktober 2023.

    Dia kemudian muncul sebagai pemimpin milisi yang menggunakan slogan-slogan "kontra-terorisme" dalam apa yang digambarkan oleh The Information sebagai pertunjukan teatrikal, dengan seragam bergambar bendera Palestina dan tulisan "Unit Kontra-Terorisme" dalam bahasa Arab dan Inggris.

    PBB dan otoritas lokal menuduhnya mendalangi penjarahan bantuan kemanusiaan berskala besar yang sistematis, terutama di sekitar perlintasan Kerem Shalom.

    Sebuah memo PBB yang bocor yang diperoleh The Washington Post menggambarkannya sebagai "aktor paling penting dan berpengaruh" di balik pencurian tersebut.

    Pada tahun 2024, laporan media-media internasional mengaitkan kelompok gangster itu dengan pemukulan, penculikan, dan pembunuhan pengemudi truk bantuan yang mengirimkan makanan kepada warga sipil Gaza.

    Abu Shabab membantah tuduhan tersebut, menepisnya di The New York Times sebagai "propaganda Hamas" dan dengan nada sarkastis mengeklaim: "Saya tidak mencuri untuk menjualnya, saya mencuri untuk memberi makan keluarga saya."

    Media Israel juga menuduh adanya hubungan antara milisi Abu Shabab dan kelompok-kelompok bersenjata di luar Gaza. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, dia telah menampilkan dirinya secara daring sebagai penentang keras "terorisme", menjauhkan diri dari serangan 7 Oktober dan secara terbuka mengkritik Hamas.

    Klaim Abu Shabab tentang kepemimpinan suku telah ditolak oleh Adil al-Tarabin, kepala suku Tarabin tempat dia berasal, yang mengatakan kepada The Information bahwa "dia hanya mewakili dirinya sendiri".

    Di Gaza, dia secara luas dipandang sebagai kolaborator yang mengambil keuntungan dari penderitaan rakyat dan mengeksploitasi kekacauan perang tanpa legitimasi sosial apa pun.

    Para pemimpin suku dan keluarga secara konsisten menolak kerja sama dengan Israel di dalam wilayah kantong Palestina tersebut.

    Michael Milstein, mantan perwira intelijen yang bertanggung jawab atas urusan Palestina yang kini memimpin Forum Studi Palestina di Universitas Tel Aviv, membandingkan kebijakan tersebut dengan kesalahan AS di Afghanistan ketika mempersenjatai para milisi Afghanistan yang kemudian menjadi Taliban.

    "Kami mengambil risiko besar. Kami tidak tahu apakah kelompok-kelompok ini akan tetap setia kepada kami. Mereka nantinya bisa menjadi milisi terlatih yang bermusuhan," ujarnya dalam wawancara mendetail di podcast Israel Policy Pod.

    Dia menambahkan bahwa apa yang disebut "kekuatan rakyat" Abu Shabab tidak menimbulkan ancaman nyata bagi Hamas dan bukanlah alternatif politik yang layak, seraya menegaskan bahwa tidak ada pengganti untuk solusi politik.

    Sejarawan dan penulis Amerika James L Gelvin, seorang pakar sejarah Timur Tengah, mengatakan kepada The Information bahwa Abu Shabab adalah "seorang panglima perang yang tidak percaya pada politik, hanya bertindak sesuai kepentingannya sendiri", menyebut kebijakan Israel sebagai "trik lama yang gagal" yang didasarkan pada mempersenjatai milisi lokal tanpa agenda politik selain melonggarkan kendali militer jika Hamas jatuh.

    Investigasi media Denmark menyimpulkan bahwa kebijakan Israel untuk memecah belah masyarakat Palestina dan mendukung kelompok-kelompok bersenjata tanpa legitimasi maupun tuntutan politik merupakan pengulangan yang berbahaya dari kesalahan masa lalu.

    (mas)

    Komentar
    Additional JS