Ucapan Sri Mulyani soal Gaji Guru-Dosen Dikritik, Negara Dinilai Cuci Tangan - Kompas
Ucapan Sri Mulyani soal Gaji Guru-Dosen Dikritik, Negara Dinilai Cuci Tangan
/data/photo/2025/02/24/67bc678040c98.png)
KOMPAS.com - Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait masih minimnya gaji guru dan dosen di Indonesia menuai respons beragam dari masyarakat.
Tak sedikit pihak yang menyayang kan ucapan Menkeu yang sudah tidak kali menjabat itu.
Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Adaksi) misalnya, mereka menilai kesejahteraan dosen sangat penting untuk kemajuan bangsa.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Adaksi Eliyah Alchanta. Dia mengatakan, kesejahteraan dosen berbanding lurus dengan kemajuan pendidikan tinggi di suatu negara.
Perang Saudara Mereda, Turkiye Pasok Senjata ke Suriah
"Kesejahteraan dosen berbanding lurus dengan kemajuan pendidikan tinggi suatu negara. Dengan memperhatikan kesejahteraan dosen, Mendikti Saintek membuktikan bahwa beliau berkomitmen terhadap kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia," kata Eliyah melalui keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).
Baca juga: Gaji Guru di Jepang Rp 30 Juta Per Bulan, Tak Disebut Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Menurut Eliyah, tunjangan kinerja bagi dosen ASN adalah hak normatif yamg diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara kesejahteraan dan upah yang layak adalah hak bagi warga negara dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Menyangkal hak tersebut dengan alasan jabatan semata adalah keliru, sebab tunjangan bukanlah hadiah opsional, melainkan bagian dari sistem remunerasi yang berkeadilam untuk memastikan profesionalitas dan motivasi kerja," jelas Eliyah.
Negara ingin cuci tangan
Selain itu, Pernyataan Menkeu Sri Mulyani soal masih minimnya gaji guru dan dosen dinilai sebagai indikasi negara ingin cuci tangan dan mengabaikan kewajiban konstitusional terkait hak guru dan dosen.
Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.
Baca juga: Rendahnya Gaji Guru-Dosen: Membaca Terbalik Logika Sri Mulyani
"Pernyataan Menkeu ini secara umum merupakan indikasi adanya kehendak negara untuk cuci tangan dan mengabaikan kewajiban konstitusional terkait hak guru dan dosen," kata Ubaid kepada Kompas.com, Selasa (12/8/2025).
"Ini signal berbahaya dan alarm Indonesia kian tegas menuju komersialisasi pendidikan," lanjut dia.
Menurut Ubaid, pernyataan Sri Mulyani yang menganggap penghasilan guru dan dosen sebagai tantangan bagi keuangan negara menunjukkan adanya misinterpretasi terhadap amanat konstitusi.
Baca juga: Pimpinan Komisi X Kritisi Sri Mulyani soal Anggaran Pendidikan Tak Terserap
Ubaid menjelaskan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa salah satu tujuan berdirinya negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sementara pendidikan, bukanlah beban finansial, melainkan investasi utama negara untuk mencapai tujuan tersebut.
"Dengan menganggap biaya untuk guru dan dosen sebagai tantangan, Menteri Keuangan seolah-olah menempatkan pendidikan sebagai pos pengeluaran yang bisa dinegosiasikan, alih-alih sebagai prioritas mutlak yang dijamin oleh konstitusi," ujarnya.
Baca juga: Sri Mulyani Dinilai Tak Paham Konstitusi Usai Singgung Gaji Guru dan Dosen
Ubaid melanjutkan, pernyataan bahwa gaji guru dan dosen adalah beban negara juga mengabaikan prinsip dasar ekonomi dan pembangunan suatu bangsa.
Padahal, kata Ubaid, pendidikan yang berkualitas, yang dimulai dari kesejahteraan para pendidiknya sebagai fondasi untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia yang unggul.
"Jika kesejahteraan guru dan dosen buruk, orang-orang hebat tidak ada yang tertarik menjadi guru dan dosen. Akibatnya, posisi guru dan dosen akan diisi oleh orang-orang yang tidak berkualitas," ungkapnya.
Baca juga: P2G Minta Sri Mulyani Insaf usai Singgung soal Rendahnya Gaji Guru dan Dosen
Ubaid juga menilai, Sri Mulayni tampak mengalihkan isu dari akar masalah keuangan negara, khususnya pengelolaan dana pendidikan yang selama ini masih buruk dan salah sasaran.
Kerugian negara akibat korupsi, yang seringkali mencapai puluhan atau bahkan ratusan triliun rupiah setiap tahun, jauh melampaui total anggaran yang dibutuhkan untuk menyejahterakan seluruh guru dan dosen di Indonesia.
Sementara soal salah sasaran, dana pendidikan selama ini peruntukannya tidak pernah diaudit forensik secara menyeluruh dan transparan.
Baca juga: P2G: Sri Mulyani Sudah Sering Anggap Pendidikan Tak Penting
"Akibatnya, kesalahan yang sama terus menerus diwariskan dari presiden ke presiden berikutnya," ucapnya.
"Contoh, soal sekolah kedianasan yang tidak boleh menggunakan anggaran pendidikan yang 20 persen, pemotongan anggaran pendidikan untuk program yang tidak terkait langsung pendidikan, bantuan KIP yang salah sasaran, dana transfer ke Pemda yang tidak digunakan untuk kepentingan pendidikan," jelas Ubaid.
Sering nilai pendidikan tak penting
Senada dengan JPPI, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim juga mengritik ucapan Sri Mulyani.
Baca juga: P2G Minta Sri Mulyani Insaf usai Singgung soal Rendahnya Gaji Guru dan Dosen
Menurut Satriwan, Sri Mulyani Indrawati sudah berkali-kali menyampaikan pernyataan yang seakan menganggap pendidikan tak penting.
"Kami hitung-hitung Bu Sri Mulyani ini memang sudah sangat sering menyampaikan pernyataan yang menganggap pendidikan sesuatu hal yang tidak penting dan menganggap profesi guru atau dosen itu adalah profesi yang tidak terlalu penting," ujar Satriwan, saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/8/2025).
Satriwan menuturkan bahwa pernyataan soal rendahnya gaji guru tersebut bukan kali pertama Sri Mulyani berstatement seakan menganggap tak penting profesi guru dan dosen.
Baca juga: Saat Hakim MK Lihat Paradoks Nasib Guru: Ceboki Murid, Pensiun Lebih Cepat
"Tahun 2018 pernah menyampaikan juga bahwa anggaran APBN untuk tunjangan guru, dalam artian untuk tunjangan sertifikasi guru, sangat besar, tetapi kualitasnya masih rendah," ucap dia.
Kemudian, pada 2024, Sri Mulyani menawarkan skema atau pola baru dalam penghitungan APBN untuk pendidikan sebagai mandatory budgeting yang minimal 20 persen diambil dari pendapatan, bukan dari pengeluaran APBN.
"Ini tentu akan mengurangi secara drastis anggaran pendidikan kalau 20 persen APBN yang sifatnya mandatory itu diambil dari sisi pendapatan APBN, bukan dari sisi pengeluaran seperti selama ini yang sudah terjadi," ucap dia.
Baca juga: Prabowo Tekankan Cari Solusi, bukan yang Salah: Ibarat Badan jika Darah Terus Keluar Akan Mati
Belum lama ini, Sri Mulyani kembali menyampaikan pernyataan yang dianggap kurang peka terhadap profesi tenaga pendidik di Indonesia.
"Nah, sekarang pun juga menyampaikan pernyataan yang sebenarnya ini seolah ingin melepaskan tanggung jawab negara dari pembiayaan pendidikan," ucap dia.
Berkaca dari setiap pernyataan tersebut, Sri Mulyani diminta untuk menyadari bahwa aspek pendidikan merupakan yang paling fundamental.
"Bu Sri Mulyani mesti menginsafi, menyadari, bahwa untuk aspek dalam tata kelola negara, khususnya aspek pendidikan dan sektor kesehatan, ini adalah dua sektor yang paling fundamental untuk memajukan sumber daya manusia," imbuh dia.
Baca juga: Gaji Guru di Asia Tenggara 2025, Benarkah Indonesia Paling Rendah?
Menurut Satriwan, negara harus menyadari bahwa pendidikan itu memang harus dibiayai, karena itulah merupakan tugas dan kewajiban negara secara konstitusional.
Sebagai informasi, Menkeu Sri Mulyani menyoroti curahan hati sejumlah orang yang merasa gaji guru dan dosen di Indonesia sangat rendah.
Tantangan ini kemudian menimbulkan tanda tanya besar, haruskah masyarakat ikut menanggung gaji guru dan dosen agar profesi ini mendapatkan gaji yang layak.
Baca juga: Mendikdasmen Sebut Judi "Online" Merusak Moral dan Peradaban Bangsa
Sebab, jika hanya mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dikhawatirkan kesejahteraan guru dan dosen menjadi kurang.
"Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara atau ada partisipasi dari masyarakat?" ucap Sri, saat menghadiri acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025, Kamis (7/8/2025).
Ucapan Sri Mulyani Indrawati ini menuai kritik dari berbagai pihak. Ia dianggap kurang peka terhadap banyaknya tenaga pendidik di Indonesia yang masih mendapat bayaran kecil.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!