Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Anthoni Salim BCA Budi Hartono Featured Keuangan KPK

    Bongkar Dugaan Patgulipat Penjualan BCA, KPK Ditantang Periksa Anthoni Salim dan Budi Hartono - Inilah

    4 min read

     Keuangan 

    Bongkar Dugaan Patgulipat Penjualan BCA, KPK Ditantang Periksa Anthoni Salim dan Budi Hartono




    Iwan Medium.jpeg

     Kamis, 4 September 2025 - 11:35 WIB

    Ilustrasi PT Bank Central Asia Tbk (BCA). (Foto: Shutterstock)

    Ilustrasi PT Bank Central Asia Tbk (BCA). (Foto: Shutterstock)

    Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

    + Gabung

    Ekonom dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra mendorong pemerintahan Prabowo Subianto mengungkap keganjilan dalam akuisisi 51 persen saham BCA oleh Djarum Group yang menjadi bagian dari megaskandal BLBI pada 2002.

    "Saya melihat ada dua poin utama terkait akuisisi 51 persen saham BCA oleh Djarum Group. Pertama, harga rendah sekali. Apraisal Rp10 triliun namun maharnya hanya Rp5 triliun. Nilai apraisal itu sangat jauh dari nilai aset BCA yang mencapai Rp117 triliun. Saya kira, ini harus clear semua. Kalau ada korupsinya, pelakunya ditangkap dong," kata Gede, Jakarta, dikutip Kamis (4/9/2025).

    Kedua, lanjut ekonom yang mengidolakan Rizal Ramli itu, BCA tercatat sebagai bank penerima obligasi rekap Rp60 triliun. Ini jelas menguntungkan Djarum Group selaku pemilik baru BCA. Selain itu, pihak Anthoni Salim (Salim Group) selaku pemilik lama BCA, harus menjelaskan kronologi dana BLBI yang masuk ke brankas BCA, serta berapa besar yang sudah dikembalikan. Rasa-rasanya, kedua konglomerat kakap itu, layak untuk diperiksa.  

    "Sudah beli BCA dengan harga murah, dapat obligasi rekap Rp60 triliun. Saya kira ini harus diungkap. Kalau benar, enak betul pemilik baru BCA itu. Demikian pula pemilik lamanya, apakah masih punya tanggungan ke pemerintah terkait BLBI. Jadi, semua pihak perlu diperiksa," ungkapnya.

    Menurut Gede, membongkar dugaan patgulipat akuisisi BCA, memang bukan perkara mudah. Namun bukan berarti sulit, hanya saja perlu keseriusan dan kecermatan. Apalagi, masih banyak pejabat yang terkait akuisisi BCA oleh Djarum Group yang sehat. Hidup bergelimang kemakmuran di masa tuanya. 

    "Masalahnya, KPK itu tidak punya sejarah berhasil membongkar skandal perbankan, khususnya BLBI. Termasuk kasus Bank Century, menguap begitu saja. Kini era Prabowo, kita harapkan tampil beda. Ingat, dana BLBI di masa lalu itu, duit dari keringat rakyat lho," ungkapnya.

    Sebelumnya, Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD (Dewan Perwakilan Daerah) periode 2021-2023, Hardjuno Wiwoho mengungkap rekomendasi pansus yang menyebut, pemerintah telah menggelontorkan dana talangan BLBI sebesar Rp718 triliun kepada perbankan, termasuk BCA.

    Masih menurut catatan Pansus BLBI DPD itu, kata Hardjuno, BCA memiliki utang sebesar Rp26,596 triliun. Karena, sejak 2003, BCA menerima bunga obligasi rekap sebesar Rp7 triliun per tahun. Di mana, jumlah obligasi rekap yang diterima BCA, mencapai Rp60,8 triliun.

    “Kerugian negara akibat BLBI mencapai ratusan triliun rupiah. Kerugian dari dana BLBI yang belum kembali saja sebesar Rp110 triliun. Sedangan khusus BCA, nilainya lebih dari Rp26 triliun. Bukan angka yang kecil, pemerintah tidak boleh abai,” tegasnya.

    Pada 2023, lanjut Hardjuno, Pansus BLBI DPD berupaya memanggil Robert Budi Hartono, selaku pemilik anyar BCA. Namun, Budi Hartono bersikap tidak proaktif karena hanya mengirimkan seorang staf ahlinya. Alasan Budi Hartono kala itu, harus mendampingi keluarganya yang sedang sakit.

    "Intinya, Budi Hartono, tidak memiliki informasi soal dana BLBI yang diterima BCA sejak 1998. Dia (Budi Hartono) sah menjadi pemilik BCA, setelah akuisisi dari BPPN pada 14 Maret 2002. Dia mengelak dari kewajiban BCA di masa lalu. Dilemparnya semua ke pemilik lama," imbuhnya.

    Hardjuno sepakat bahwa proses perpindahan tangan 51 persen saham dari pemerintah ke Djarum Group dengan mahar hanya Rp5 triliun, mencurigakan. Jauh di bawah apraisal Rp10 triliun, apalagi asetnya sebesar Rp117 triliun.

    "Kalau misalnya harga saham 51 persen BCA dihitung dari nilai aset Rp117 triliun, sekitar Rp60 triliun, barulah wajar akuisisinya. Bagi dong cara berpikirnya," pungkas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) itu.

    Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan (Sekper) BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya buru-buru membantah dugaan patgulipat pembelian (akuisisi) 51 persen saham BCA sebesar Rp5 triliun oleh Djarum Group. Termasuk dugaan kerugian negara yang dikaitkan dengan nilai pasar BCA sebesar Rp117 triliun.

    “Angka Rp117 triliun yang sering disebut dalam narasi merujuk kepada total aset BCA, bukan nilai pasar perusahaan. Nilai pasar ditentukan oleh harga saham perusahaan di bursa efek, dikalikan dengan jumlah total saham yang beredar. Seiring BCA yang sudah melaksanakan Initial Public Offering (IPO) pada 2000, maka harga saham BCA terbentuk berdasarkan mekanisme pasar,” kata Ketut dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (20/8/2025).

    Dia bilang, nilai pasar sesungguhnya ditentukan harga saham di bursa, dikalikan dengan jumlah saham beredar. Sejak melantai di bursa pada 2000, harga saham BCA dibentuk sepenuhnya mekanisme pasar.

    Ketut menerangkan, tender dilakukan Pemerintah RI melalui BPPN dengan cara transparan dan akuntabel. Dia juga meluruskan soal tudingan adanya utang kepada negara Rp60 triliun.

    “Terkait informasi BCA yang memiliki utang kepada negara Rp60 triliun yang diangsur Rp7 triliun setiap tahunnya adalah tidak benar. Di dalam neraca, BCA tercatat memiliki aset obligasi pemerintah senilai Rp60 triliun, dan seluruhnya telah selesai pada tahun 2009 sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku,” tuturnya.
     

    Topik
    Komentar
    Additional JS