Cegah Kasus Keracunan, Wakil Ketua DPRD Jabar Usulkan Bentuk Tim Khusus Evaluasi MBG - SindoNews
3 min read
Kesehatan
Cegah Kasus Keracunan, Wakil Ketua DPRD Jabar Usulkan Bentuk Tim Khusus Evaluasi MBG
Senin, 22 September 2025 - 19:44 WIB
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Iwan Suryawan mengusulkan pembentukan Tim Khusus Evaluasi guna menindaklanjuti berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Program MBG. Foto/istimewa
A
A
A
BANDUNG - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah monumental dalam upaya meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan anak-anak Indonesia. Namun dalam implementasinya di lapangan, sejumlah persoalan muncul dan perlu segera dievaluasi.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Iwan Suryawan mengusulkan pembentukan Tim Khusus Evaluasi guna menindaklanjuti berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Program MBG di wilayah Jawa Barat.
“Kami sangat mengapresiasi niat mulia Presiden Prabowo melalui Program MBG. Tapi niat baik Presiden saja tidak cukup, jika di lapangan menimbulkan risiko kesehatan, semua pembantu-pembantunya perlu turun tangan membantu. Ini soal keselamatan anak-anak kita,” tegas Iwan, Senin (22/9/2025).
Baca juga: Marak Kasus Keracunan MBG, Qodari: Pemerintah Tidak Buta dan Tuli
Usulan Iwan muncul setelah serangkaian kasus keracunan massal menimpa siswa sekolah di berbagai daerah, termasuk Garut, Tasikmalaya, serta sebelumnya di Bogor dan Cianjur. Menurutnya, kejadian ini bukan insiden biasa, melainkan sinyal kuat bahwa pelaksanaan program perlu dievaluasi menyeluruh.
Iwan menekankan pentingnya membentuk tim independen yang akan turun langsung ke sekolah-sekolah terdampak untuk memperoleh data faktual dari masyarakat, bukan hanya mengandalkan laporan administratif.
“Laporan di atas kertas tidak cukup. Kita perlu turun langsung ke lapangan agar evaluasi benar-benar objektif dan menyentuh akar masalah,” jelas politisi Fraksi PKS itu.
Baca juga: Marak Kasus Keracunan MBG, Puan Minta Evaluasi: Jangan Sampai Anak-anak Dirugikan
Kasus terbaru di Kabupaten Garut melibatkan sekitar 150 pelajar yang mengalami gejala keracunan ringan usai mengonsumsi makanan MBG. Insiden serupa terjadi di Tasikmalaya, dengan belasan siswa mengeluhkan mual dan muntah.
Lembaga pemantau pendidikan mencatat hingga pertengahan September 2025, lebih dari 5.360 siswa dari berbagai daerah di Indonesia mengalami gejala keracunan akibat konsumsi makanan MBG. Termasuk di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, dan Maluku.
Iwan menyayangkan lemahnya pengawasan terhadap kualitas makanan dan mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) dan seluruh pemangku kepentingan agar tidak bersikap defensif terhadap kritik publik.
“Kami bukan antiterhadap Program MBG. Tapi pelaksanaannya yang harus dibenahi total mulai dari pengadaan, distribusi, pengawasan kualitas, hingga pemerataan. Di Jawa Barat, belum setengah siswa yang menerima MBG,” ujarnya.
Iwan juga menyoroti serapan anggaran MBG yang hingga awal September telah mencapai Rp15,7 triliun, namun dengan kualitas pelaksanaan yang masih dipertanyakan. “Kita tidak boleh terjebak pada pencapaian angka, tapi mengabaikan keselamatan anak-anak,” kata Iwan.
Terkait pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tentang kemungkinan realokasi anggaran MBG karena rendahnya serapan di beberapa wilayah, Iwan meminta semua pihak berpikir matang sebelum mengambil keputusan.
“Kalau masalahnya di teknis dan manajemen, kenapa dananya yang harus dikorbankan? Solusinya belum tentu tarik anggaran, tapi perbaiki sistemnya. Kita berbaik sangka dulu pada pemerintah untuk kolaborasi membenahi,” ujarnya.
Saat ini, BGN mencatat telah ada 8.344 unit Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) aktif dengan target mencapai 10.000 unit pada akhir September dan 20.000 pada Oktober. Estimasi serapan anggaran diprediksi menembus Rp20 triliun dalam dua bulan ke depan.
Namun menurut Iwan, peningkatan jumlah SPPG dan anggaran tidak berarti tanpa pengawasan kualitas yang ketat. Iwan mengusulkan pelibatan ahli pangan dan gizi, serta penguatan kerja sama lintas sektor dengan Dinas Kesehatan daerah.
“Tidak bisa hanya mengandalkan vendor. Harus ada tim quality control yang bekerja secara reguler dan independen. Ini soal standar kesehatan, bukan sekadar penyediaan makanan massal,” tegasnya.
Sebagai bagian dari pengawasan publik, Iwan juga mengimbau masyarakat dan orang tua siswa untuk aktif melaporkan jika menemukan makanan MBG yang tidak layak konsumsi.
“Ini bukan soal politik atau oposisi. Ini soal nyawa anak-anak kita. Semua pihak harus terlibat aktif — pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat luas,” ucapnya.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Iwan Suryawan mengusulkan pembentukan Tim Khusus Evaluasi guna menindaklanjuti berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Program MBG di wilayah Jawa Barat.
“Kami sangat mengapresiasi niat mulia Presiden Prabowo melalui Program MBG. Tapi niat baik Presiden saja tidak cukup, jika di lapangan menimbulkan risiko kesehatan, semua pembantu-pembantunya perlu turun tangan membantu. Ini soal keselamatan anak-anak kita,” tegas Iwan, Senin (22/9/2025).
Baca juga: Marak Kasus Keracunan MBG, Qodari: Pemerintah Tidak Buta dan Tuli
Usulan Iwan muncul setelah serangkaian kasus keracunan massal menimpa siswa sekolah di berbagai daerah, termasuk Garut, Tasikmalaya, serta sebelumnya di Bogor dan Cianjur. Menurutnya, kejadian ini bukan insiden biasa, melainkan sinyal kuat bahwa pelaksanaan program perlu dievaluasi menyeluruh.
Iwan menekankan pentingnya membentuk tim independen yang akan turun langsung ke sekolah-sekolah terdampak untuk memperoleh data faktual dari masyarakat, bukan hanya mengandalkan laporan administratif.
“Laporan di atas kertas tidak cukup. Kita perlu turun langsung ke lapangan agar evaluasi benar-benar objektif dan menyentuh akar masalah,” jelas politisi Fraksi PKS itu.
Baca juga: Marak Kasus Keracunan MBG, Puan Minta Evaluasi: Jangan Sampai Anak-anak Dirugikan
Kasus terbaru di Kabupaten Garut melibatkan sekitar 150 pelajar yang mengalami gejala keracunan ringan usai mengonsumsi makanan MBG. Insiden serupa terjadi di Tasikmalaya, dengan belasan siswa mengeluhkan mual dan muntah.
Lembaga pemantau pendidikan mencatat hingga pertengahan September 2025, lebih dari 5.360 siswa dari berbagai daerah di Indonesia mengalami gejala keracunan akibat konsumsi makanan MBG. Termasuk di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, dan Maluku.
Iwan menyayangkan lemahnya pengawasan terhadap kualitas makanan dan mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) dan seluruh pemangku kepentingan agar tidak bersikap defensif terhadap kritik publik.
“Kami bukan antiterhadap Program MBG. Tapi pelaksanaannya yang harus dibenahi total mulai dari pengadaan, distribusi, pengawasan kualitas, hingga pemerataan. Di Jawa Barat, belum setengah siswa yang menerima MBG,” ujarnya.
Iwan juga menyoroti serapan anggaran MBG yang hingga awal September telah mencapai Rp15,7 triliun, namun dengan kualitas pelaksanaan yang masih dipertanyakan. “Kita tidak boleh terjebak pada pencapaian angka, tapi mengabaikan keselamatan anak-anak,” kata Iwan.
Terkait pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tentang kemungkinan realokasi anggaran MBG karena rendahnya serapan di beberapa wilayah, Iwan meminta semua pihak berpikir matang sebelum mengambil keputusan.
“Kalau masalahnya di teknis dan manajemen, kenapa dananya yang harus dikorbankan? Solusinya belum tentu tarik anggaran, tapi perbaiki sistemnya. Kita berbaik sangka dulu pada pemerintah untuk kolaborasi membenahi,” ujarnya.
Saat ini, BGN mencatat telah ada 8.344 unit Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) aktif dengan target mencapai 10.000 unit pada akhir September dan 20.000 pada Oktober. Estimasi serapan anggaran diprediksi menembus Rp20 triliun dalam dua bulan ke depan.
Namun menurut Iwan, peningkatan jumlah SPPG dan anggaran tidak berarti tanpa pengawasan kualitas yang ketat. Iwan mengusulkan pelibatan ahli pangan dan gizi, serta penguatan kerja sama lintas sektor dengan Dinas Kesehatan daerah.
“Tidak bisa hanya mengandalkan vendor. Harus ada tim quality control yang bekerja secara reguler dan independen. Ini soal standar kesehatan, bukan sekadar penyediaan makanan massal,” tegasnya.
Sebagai bagian dari pengawasan publik, Iwan juga mengimbau masyarakat dan orang tua siswa untuk aktif melaporkan jika menemukan makanan MBG yang tidak layak konsumsi.
“Ini bukan soal politik atau oposisi. Ini soal nyawa anak-anak kita. Semua pihak harus terlibat aktif — pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat luas,” ucapnya.
(cip)