Uni Eropa Siapkan Sanksi Baru ke Rusia, Bidik LNG, Bank hingga Kripto - SindoNews
2 min read
Keuangan,
Uni Eropa Siapkan Sanksi Baru ke Rusia, Bidik LNG, Bank hingga Kripto
Sabtu, 20 September 2025 - 21:00 WIB
Sebuah muatan LNG Rusia telah dibongkar di China setelah dimuat melalui operasi pemindahan dari kapal ke kapal di Laut Barents. FOTO/Seapek
A
A
A
BRUSSELS - Komisi Eropa menyiapkan paket sanksi baru terhadap Rusia di tengah meningkatnya serangan drone dan rudal Moskow yang menghantam wilayah Ukraina termasuk fasilitas delegasi Uni Eropa (UE). Langkah tersebut menegaskan sikap keras Brussels terhadap Presiden Vladimir Putin yang dinilai mengabaikan seruan berunding.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Jumat (20/9) memaparkan rancangan sanksi yang mencakup sektor perbankan, pembatasan terhadap 118 kapal dari "shadow fleet", serta pertama kalinya menargetkan penggunaan platform kripto yang dipakai Rusia dalam mencuci transaksi keuangan global.
Baca Juga: Trump Mengakui AS Meraup Untung dari Perang Rusia vs Ukraina
Jika seluruh negara anggota menyetujui, kebijakan ini akan menjadi paket sanksi ke-19 sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022. Diskusi intensif di tingkat duta besar tengah berlangsung, menyusul pelanggaran wilayah udara Polandia dan Rumania dalam beberapa pekan terakhir.
"Dalam sebulan terakhir, Rusia menunjukkan betapa besar sikap meremehkan diplomasi dan hukum internasional," ujar von der Leyen dalam pesan video, dikutip dari Africannews, Sabtu (20/9). "Kami akan terus menggunakan seluruh instrumen yang ada untuk menghentikan perang brutal ini."
Salah satu fokus utama paket tersebut adalah percepatan penghentian impor bahan bakar fosil Rusia, yang nilainya pada 2023 mencapai sekitar 21,9 miliar euro. Uni Eropa telah menetapkan target ambisius untuk menghapus ketergantungan energi dari Moskow sepenuhnya paling lambat pada 2027.
Tekanan eksternal juga datang dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang secara terbuka mendesak Eropa segera memutus hubungan energi dengan Rusia. Trump menyebut langkah itu sebagai syarat untuk memberlakukan sanksi besar terhadap Moskow, meski keputusan tersebut hingga kini masih ia tunda.
Namun, von der Leyen tidak menyinggung pengecualian yang selama ini mengizinkan Hongaria dan Slovakia tetap membeli minyak mentah Rusia melalui pipa Druzhba. Kedua negara tersebut dikenal sangat bergantung pada energi Rusia dan kerap menggunakan hak veto untuk menekan Brussels.
Baca Juga: Putin Dilaporkan Pecat Ajudan Utama yang Ingin Akhiri Perang Ukraina, Ini Respons Kremlin
Sikap Hongaria dan Slovakia terhadap usulan terbaru masih belum jelas. Namun, sejak kembalinya Trump ke kursi kepresidenan, kedua negara itu cenderung mengikuti garis kebijakan Gedung Putih, termasuk dalam urusan energi dan hubungan dengan Moskow.
Selain sektor energi dan perbankan, rancangan sanksi juga mencakup pembatasan ekspor barang berteknologi ganda serta tindakan terhadap entitas luar Rusia yang membantu Moskow menghindari larangan perdagangan. Beberapa di antaranya berasal dari China, yang oleh Brussels dianggap sebagai “pendukung utama” mesin perang Rusia.
Meski demikian, Uni Eropa tidak mengakomodasi permintaan Trump yang mendesak pengenaan tarif besar, hingga 50–100 persen, terhadap produk asal China. Von der Leyen menekankan bahwa langkah Eropa difokuskan pada penyempurnaan sanksi agar lebih efektif menekan kemampuan Rusia membiayai perang.
"Analisis ekonomi kami jelas, sanksi yang ada telah memberi dampak serius pada perekonomian Rusia,” tegas von der Leyen. Ekonomi Rusia yang memanas kini berada di ambang batas."
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Jumat (20/9) memaparkan rancangan sanksi yang mencakup sektor perbankan, pembatasan terhadap 118 kapal dari "shadow fleet", serta pertama kalinya menargetkan penggunaan platform kripto yang dipakai Rusia dalam mencuci transaksi keuangan global.
Baca Juga: Trump Mengakui AS Meraup Untung dari Perang Rusia vs Ukraina
Jika seluruh negara anggota menyetujui, kebijakan ini akan menjadi paket sanksi ke-19 sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022. Diskusi intensif di tingkat duta besar tengah berlangsung, menyusul pelanggaran wilayah udara Polandia dan Rumania dalam beberapa pekan terakhir.
"Dalam sebulan terakhir, Rusia menunjukkan betapa besar sikap meremehkan diplomasi dan hukum internasional," ujar von der Leyen dalam pesan video, dikutip dari Africannews, Sabtu (20/9). "Kami akan terus menggunakan seluruh instrumen yang ada untuk menghentikan perang brutal ini."
Salah satu fokus utama paket tersebut adalah percepatan penghentian impor bahan bakar fosil Rusia, yang nilainya pada 2023 mencapai sekitar 21,9 miliar euro. Uni Eropa telah menetapkan target ambisius untuk menghapus ketergantungan energi dari Moskow sepenuhnya paling lambat pada 2027.
Tekanan eksternal juga datang dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang secara terbuka mendesak Eropa segera memutus hubungan energi dengan Rusia. Trump menyebut langkah itu sebagai syarat untuk memberlakukan sanksi besar terhadap Moskow, meski keputusan tersebut hingga kini masih ia tunda.
Namun, von der Leyen tidak menyinggung pengecualian yang selama ini mengizinkan Hongaria dan Slovakia tetap membeli minyak mentah Rusia melalui pipa Druzhba. Kedua negara tersebut dikenal sangat bergantung pada energi Rusia dan kerap menggunakan hak veto untuk menekan Brussels.
Baca Juga: Putin Dilaporkan Pecat Ajudan Utama yang Ingin Akhiri Perang Ukraina, Ini Respons Kremlin
Sikap Hongaria dan Slovakia terhadap usulan terbaru masih belum jelas. Namun, sejak kembalinya Trump ke kursi kepresidenan, kedua negara itu cenderung mengikuti garis kebijakan Gedung Putih, termasuk dalam urusan energi dan hubungan dengan Moskow.
Selain sektor energi dan perbankan, rancangan sanksi juga mencakup pembatasan ekspor barang berteknologi ganda serta tindakan terhadap entitas luar Rusia yang membantu Moskow menghindari larangan perdagangan. Beberapa di antaranya berasal dari China, yang oleh Brussels dianggap sebagai “pendukung utama” mesin perang Rusia.
Meski demikian, Uni Eropa tidak mengakomodasi permintaan Trump yang mendesak pengenaan tarif besar, hingga 50–100 persen, terhadap produk asal China. Von der Leyen menekankan bahwa langkah Eropa difokuskan pada penyempurnaan sanksi agar lebih efektif menekan kemampuan Rusia membiayai perang.
"Analisis ekonomi kami jelas, sanksi yang ada telah memberi dampak serius pada perekonomian Rusia,” tegas von der Leyen. Ekonomi Rusia yang memanas kini berada di ambang batas."
(nng)