Bukan Faktor Pertalite, Dosen Teknik Mesin ITS Jelaskan Fenomena Motor 'Brebet' Setelah Isi BBM - Warta Ekonomi
Bukan Faktor Pertalite, Dosen Teknik Mesin ITS Jelaskan Fenomena Motor 'Brebet' Setelah Isi BBM
Fenomena kendaraan sepeda motor (R2) mengalami mogok atau brebet usai pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU mulai banyak dibincangkan oleh beberapa masyarakat. Fenomena ini seakan pihak PT Pertamina menjadi biang keladinya atas kerusakan kendaraan tersebut.
Menanggapi hal itu, Dosen Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Bambang Sudarmanta, mengungkapkan bahwa bukan hanya BBM yang menjadi masalah. Akan tetapi, juga berkaitan dengan karakter mesin dan kondisi distribusi BBM di lapangan.
“Setiap motor dirancang dengan rasio kompresi berbeda, dan itu menentukan kebutuhan nilai oktan atau RON bahan bakar. Kalau tidak sesuai, performa langsung drop,” jelas Bambang menanggapi fenomena tersebut di Surabaya, Rabu (29/10/2025).
Menurut Bambang, kendaraan jenis motor bebek umumnya memiliki rasio kompresi 8,5 hingga 9,5:1 sehingga masih cocok memakai RON 90 hingga 92 seperti BBM Pertalite. Sedangkan motor matik modern dengan rasio kompresi di atas 9,5:1 idealnya menggunakan RON 92 ke atas. Untuk motor sport dan performa tinggi, RON minimal 95 adalah keharusan.
“Kalau kendaraan motor dengan kompresi tinggi diisi dengan BBM Pertalite, pembakaran jadi tidak optimal. Gejalanya muncul brebet, tenaga lemah, bahkan bisa terjadi knocking atau ngelitik,” jelasnya.
Dalam analisisnya, Bambang menunjukkan sejumlah gejala umum yang muncul ketika kualitas bahan bakar tidak sesuai. Di antaranya akselerasi lambat, suara kasar, konsumsi BBM meningkat, hingga mesin cepat panas.
“Nilai oktan rendah membuat pembakaran terjadi terlalu cepat. Akibatnya piston lebih cepat aus dan efisiensi mesin turun,” tambahnya.
Selain faktor teknis mesin, ada pula penyebab lain di lapangan yang kerap luput dari perhatian pengguna. Misalnya, air yang masuk ke tangki SPBU karena kelembapan tinggi atau hujan, tangki bawah tanah yang jarang dibersihkan, hingga sisa campuran pengiriman bahan bakar sebelumnya.
“Air dan endapan di tangki SPBU bisa ikut tersedot ke kendaraan. Akibatnya bahan bakar tercampur air, menyebabkan misfire dan brebet saat akselerasi,” katanya.
Sementara untuk kendaraan injeksi, menurutnya, lebih sensitif terhadap perubahan kualitas bahan bakar dibanding motor karburator. ECU (Engine Control Unit) butuh waktu untuk menyesuaikan kadar udara dan bahan bakar. Jika bahan bakar terlalu mudah menguap atau tercampur air, campuran udara-bensin jadi tidak ideal.
“ECU bisa salah membaca kondisi beban dan udara, sehingga mesin tersendat atau idle tidak stabil,” terangnya.
Ia menyarankan pengguna sepeda motor memperhatikan rekomendasi bahan bakar sesuai spesifikasi pabrikan, serta mengisi BBM di SPBU dengan sirkulasi penjualan tinggi agar risiko endapan lebih kecil.
“Kalau motor Anda punya kompresi di atas 10:1, sebaiknya gunakan minimal Pertamax. Jangan tunggu mesin brebet baru sadar oktan penting,” saran Bambang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: