Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home BBM Etanol Featured Pertamina SPBU Spesial

    Etanol dalam BBM Pertamina Hanya 3,5%, Pakar Sebut Kekhawatiran SPBU Swasta Tidak Berdasar - Kump

    5 min read

     

    Etanol dalam BBM Pertamina Hanya 3,5%, Pakar Sebut Kekhawatiran SPBU Swasta Tidak Berdasar



    Pakar energi menepis kekhawatiran SPBU swasta terkait kandungan etanol dalam BBM dasar Pertamina. Kadar etanol dalam BBM yang hanya 3,5% dinilai tak berdampak negatif, bahkan lebih rendah dari negara lain.

    Fakta Mengejutkan: Etanol dalam BBM Pertamina Hanya 3,5%, Pakar Sebut Kekhawatiran SPBU Swasta Tidak Berdasar
    Pakar energi menepis kekhawatiran SPBU swasta terkait kandungan etanol dalam BBM dasar Pertamina. Kadar etanol dalam BBM yang hanya 3,5% dinilai tak berdampak negatif, bahkan lebih rendah dari negara lain. (©AntaraNews)

    Pakar energi menilai kekhawatiran stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta terhadap kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) dasar Pertamina tidak berdasar. Kandungan etanol sebesar 3,5 persen dianggap tidak akan menimbulkan masalah teknis pada mesin kendaraan. Penilaian ini disampaikan setelah SPBU swasta dikabarkan menolak membeli BBM dasar dari Pertamina karena alasan tersebut.

    Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Prof. Tri Yuswidjajanto, menjelaskan bahwa penggunaan etanol dalam BBM bukanlah hal baru di dunia. Bahkan, beberapa negara menggunakan kadar etanol yang jauh lebih tinggi tanpa kendala berarti. Pernyataan ini bertujuan meluruskan persepsi negatif yang muncul di kalangan operator SPBU swasta.

    Menurut Prof. Tri, kekhawatiran tersebut berlebihan dan kemungkinan lebih terkait dengan isu lain. Ia menduga penolakan ini mungkin merupakan upaya untuk menekan pemerintah agar kembali mengeluarkan kuota impor bagi SPBU swasta. Sementara itu, pemerintah menegaskan bahwa kendaraan di Indonesia sudah kompatibel dengan campuran etanol hingga 20 persen.

    Etanol dalam BBM: Bukan Hal Baru di Kancah Global

    Prof. Tri Yuswidjajanto dari ITB menegaskan bahwa penggunaan etanol sebagai campuran dalam bahan bakar sudah lazim di tingkat internasional. Ia menyoroti bahwa kadar etanol 3,5 persen dalam BBM Pertamina masih tergolong rendah dibandingkan praktik di negara lain. "Di Amerika pun menjual bensin yang dicampur etanol sebanyak 10 persen, dan di sana baik-baik saja, atau tidak ada masalah dengan mesin kendaraan," ujarnya.

    Bahkan, Brasil menggunakan kadar etanol hingga 85 persen dalam BBM mereka, sementara Australia juga telah mengadopsi teknologi serupa. Perbandingan ini menunjukkan bahwa kekhawatiran teknis terkait kadar etanol 3,5 persen di Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat. Pengalaman global membuktikan bahwa campuran etanol dalam batas tertentu aman bagi kendaraan.

    Meskipun kandungan energi etanol lebih rendah dibandingkan bensin murni, Prof. Tri menjelaskan bahwa penurunan daya mesin akibat campuran 3,5 persen etanol sangat minimal. Penurunan energi yang terjadi hanya sekitar 1 persen, sehingga tidak akan terasa oleh pengendara. Konsumsi bahan bakar tidak akan lebih boros, dan performa kendaraan tetap optimal.

    Prof. Tri menambahkan, penurunan daya baru akan terasa signifikan jika sudah mencapai 2 persen atau lebih. Dengan demikian, campuran etanol 3,5 persen tidak akan memengaruhi konsumsi bahan bakar maupun tarikan kendaraan secara nyata. Kekhawatiran terhadap penurunan performa mesin akibat etanol dianggap tidak relevan pada kadar tersebut.

    Manfaat Lingkungan dan Kompatibilitas Kendaraan Modern

    Dosen program studi Rekayasa Minyak dan Gas Institut Teknologi Sumatera (Itera), Muhammad Rifqi Dwi Septian, turut menepis kekhawatiran akan kerusakan mesin akibat etanol. Ia menyatakan bahwa risiko kerusakan sangat kecil jika produksi dan sistem penyimpanan BBM sesuai standar. Kendaraan modern saat ini bahkan sudah dirancang agar kompatibel dengan bahan bakar campuran etanol.

    Rifqi juga menyoroti dampak positif penggunaan etanol terhadap kualitas udara. "Etanol memiliki kandungan oksigen yang tinggi, sehingga pembakarannya lebih sempurna," jelasnya. Pembakaran yang lebih sempurna ini berdampak pada penurunan kadar karbon monoksida dan hidrokarbon yang tidak terbakar.

    Pengurangan emisi berbahaya tersebut menjadikan BBM campuran etanol lebih ramah lingkungan. Ini sejalan dengan upaya global untuk mengurangi polusi udara dan mencapai target keberlanjutan. Oleh karena itu, penggunaan etanol dalam BBM dasar justru membawa keuntungan ekologis yang signifikan.

    Pemerintah melalui Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, juga menegaskan bahwa mobil-mobil di Indonesia sudah kompatibel dengan kandungan etanol dalam BBM hingga 20 persen. Namun, Indonesia masih membatasi campuran hingga 5 persen karena mempertimbangkan ketersediaan bahan baku domestik seperti jagung dan tebu.

    Penolakan SPBU Swasta dan Kebijakan Ketersediaan Bahan Baku

    Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa SPBU swasta batal membeli BBM dasar dari Pertamina karena adanya kandungan etanol. Penolakan ini kemudian memicu diskusi mengenai dasar kekhawatiran tersebut. Para pakar berpendapat bahwa alasan teknis yang dikemukakan SPBU swasta kurang memiliki landasan kuat.

    Prof. Tri Yuswidjajanto secara lugas menyatakan, "Saya melihat ini lebih ke isu yang digunakan untuk menekan pemerintah agar mengeluarkan lagi kuota impor mereka." Pernyataan ini mengindikasikan adanya motif ekonomi di balik penolakan tersebut, alih-alih kekhawatiran murni terhadap dampak teknis etanol.

    Meskipun kendaraan di Indonesia kompatibel dengan etanol hingga 20 persen, Kementerian ESDM membatasi campuran hingga 5 persen. Pembatasan ini bukan karena masalah teknis, melainkan untuk menjaga ketersediaan bahan baku etanol di dalam negeri. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga tidak ingin mengimpor bahan baku etanol, sehingga pengembangan kadar etanol disesuaikan dengan kapasitas produksi lokal.

    Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya domestik dan mengurangi ketergantungan impor. Dengan demikian, keputusan mengenai kadar etanol dalam BBM tidak hanya mempertimbangkan aspek teknis, tetapi juga kedaulatan energi dan ekonomi nasional.

    Sumber: AntaraNews

    Komentar
    Additional JS