Perlindungan Pekerja Migran Harus Dimulai dari Sebelum Keberangkatan hingga Kembali ke Tanah Air - NU Online
Perlindungan Pekerja Migran Harus Dimulai dari Sebelum Keberangkatan hingga Kembali ke Tanah Air
NU Online · Senin, 20 Oktober 2025 | 17:00 WIB.
Ketum PP F-Buminu Sarbumusi Ali Nurdin, dalam acara peringatan Hari Buruh Internasional di Gedung PBNU, Jakarta, pada 1 Mei 2025. (Foto: dok. pribadi)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Ali Nurdin menegaskan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) tidak bisa dilakukan secara parsial.
Menurutnya, perlindungan harus hadir sejak dari hulu hingga ke hilir agar pekerja migran benar-benar mendapat jaminan hak dan martabat sebagai warga negara.
“Perlindungan PMI tidak cukup hanya di titik keberangkatan, tapi harus hadir sejak dari hulu, dari proses rekrutmen, pelatihan, hingga pendampingan keluarga di kampung halaman, sampai di hilir, ketika PMI kembali (ke Tanah Air) mereka perlu dukungan untuk membangun kehidupan baru,” ujar Ali Nurdin kepada NU Online, Senin (20/10/2025).
Baca Juga
F-Buminu Sarbumusi Minta Prabowo Beri Perhatian Lebih terhadap Perlindungan Pekerja Migran
Ia menilai, langkah Kementerian Pekerja Migran dan Pelindungan Migran Indonesia (P2MI) di bawah kepemimpinan Mukhtarudin sudah menunjukkan arah yang tepat. Sejumlah kebijakan strategis yang antara lain adalah pembentukan One Stop Service Center di kedutaan besar, penempatan atase tenaga kerja profesional di negara tujuan utama, dan penguatan kerja sama bilateral disebut sebagai bentuk konkret dari kesadaran baru dalam tata kelola perlindungan PMI.
“Kebijakan semacam ini merupakan implementasi dari arahan Presiden Prabowo yang menegaskan bahwa pekerja migran bukan komoditas ekonomi, tetapi warga negara yang harus dijaga kehormatannya,” tambah Ali.
Ali menegaskan bahwa gerakan kolektif untuk memperkuat perlindungan PMI kini menjadi keharusan. Ia mengingatkan bahwa negara tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dan birokrasi tidak boleh terjebak dalam sekat kewenangan yang kaku.
“Perlindungan PMI adalah urusan lintas sektor: dari imigrasi, kepolisian, diplomasi, hingga desa. Dengan paradigma baru ini, pekerja migran tidak lagi ditempatkan sebagai obyek belas kasihan, melainkan subyek pembangunan,” tuturnya.
Baca Juga
Audiensi dengan Menteri P2MI, F-Buminu Sarbumusi Desak Perubahan Substantif Perlindungan PMI
Bagi Ali Nurdin, kehadiran negara yang utuh dalam melindungi pekerja migran akan mengubah cara pandang terhadap profesi tersebut. Menurutnya, bekerja di luar negeri bukan lagi pilihan terpaksa, melainkan bagian dari strategi pembangunan manusia Indonesia yang bermartabat.
“Transformasi kelembagaan yang sedang berlangsung ini patut mendapat dukungan penuh. Karena perubahan besar tidak lahir dari kritik belaka, tetapi dari kemauan politik, ketulusan moral, dan kerja bersama. Presiden Prabowo telah menunjukkan kemauan itu, Menteri Mukhtarudin sedang menggerakkannya, kini saatnya seluruh elemen bangsa mengawalnya hingga tuntas,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ali menyebut bahwa sejarah akan mencatat masa ini sebagai titik balik bagi pekerja migran Indonesia. Untuk pertama kalinya, mereka memiliki kementerian yang secara khusus melindungi, mengatur, dan memberdayakan kehidupan mereka.
“Namun lebih dari itu, sejarah juga akan mengingat bahwa perlindungan pekerja migran bukanlah beban negara, melainkan tanggung jawab moral bangsa,” ujarnya.
Baca Juga
Perjuangan Rina, Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi untuk Bisa Pulang ke Tanah Air
Ali juga menegaskan pentingnya peran Kementerian P2MI sebagai lembaga penggerak utama dalam memastikan keadilan dan perlindungan bagi PMI di seluruh dunia.
“Kementerian P2MI harus terus menjadi panglima pemersatu lintas lembaga. Inilah bentuk nyata kehadiran negara, bukan sekadar dalam slogan, tetapi dalam tindakan, keberpihakan, dan keberlanjutan kebijakan,” pungkasnya.
Data pekerja migran Indonesia
Menurut data Kementerian P2MI/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), ada 176.712 PMI yang ditempatkan di berbagai negara sepanjang periode Januari-Agustus 2025.
Pada periode ini, Hong Kong menjadi negara tujuan utama, dengan penempatan 50.179 orang atau 28 persen dari total PMI nasional. Lalu Taiwan (42.974 orang), Malaysia (32.330), Jepang (12.812), Singapura (9.640), Turki (6.126), Arab Saudi (5.399), Korea Selatan (5.129), Italia (2.813), dan Brunei Darussalam (2.576 orang).
Sebagian besar (64 persen) PMI pada periode ini merupakan perempuan dan 36 persen laki-laki. Sebanyak 50.569 PMI bekerja sebagai pekerja rumah tangga, diikuti pengasuh 25.918 orang, buruh perkebunan 15.505 orang, dan pekerja 11.936 orang.
Pemerintah juga telah menerima sebanyak 1.120 aduan dari PMI sepanjang semester I 2025. Aduan ini diterima melalui surat, telepon, e-mail, SMS, media sosial, laporan langsung, dan saluran lainnya. Pengaduan paling banyak berasal dari pekerja migran yang ingin dipulangkan, yaitu 364 kasus.
Kemudian ada pengaduan terkait PMI yang gagal berangkat sebanyak 136 kasus, PMI meninggal (65 kasus), gajinya tidak dibayar (63), dan pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian kerja (32).
Ada pula pengaduan terkait perekrutan PMI secara ilegal sebanyak 30 kasus, pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum kontrak kerja berakhir (22 kasus), dan penipuan peluang kerja (21).