Sarbumusi Minta Pemerintah Beri BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Berpenghasilan Rendah - NU Online
Sarbumusi Minta Pemerintah Beri BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Berpenghasilan Rendah
NU Online · Rabu, 22 Oktober 2025 | 22:45 WIB

Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin. (Foto: dok. Sarbumusi)
Jakarta, NU Online
Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) meminta pemerintah untuk memberikan BPJS Ketenagakerjaan secara gratis bagi 20 persen penduduk bekerja di Indonesia.
Usulan ini ditujukan bagi pekerja dengan penghasilan paling rendah, sehingga sebagian besar pekerja informal, pekerja rentan, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas dapat memperoleh akses jaminan sosial ketenagakerjaan tanpa biaya.
“Usulan ini menjadi relevan mengingat kondisi ketenagakerjaan kita saat ini sedang fragile di tengah seretnya aktivitas ekonomi riil di masyarakat. Apalagi kepesertaan pekerja informal di BPJS Ketenagakerjaan saat ini baru 1,5 persen saja dari total pekerja informal. Ini tentu memprihatinkan dan perlu intervensi khusus dari pemerintah,” jelas Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin, melalui keterangan tertulis yang diterima NU Online, Rabu (22/10/2025).
Baca Juga
Konbes NU 2025 Minta Pemerintah Susun Skema Kebijakan BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Informal
Irham menilai, kebijakan tersebut tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, kebutuhan anggaran untuk memperluas inklusi jaminan sosial ketenagakerjaan tergolong kecil jika dibandingkan dengan manfaat sosial dan ekonomi yang dihasilkan.
“Dalam hitungan kami, dengan mengacu pada nilai program dua manfaat BPJS Ketenagakerjaan yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), pemerintah hanya perlu menganggarkan sekitar 6 triliun per tahun saja. Masih sangat kecil dibanding manfaatnya yang bisa memitigasi pekerja rentan agar tidak jatuh ke level kemiskinan berikutnya,” tegas Irham.
Dorong pengupahan berkeadilan
Selain soal jaminan sosial, Konfederasi Sarbumusi mendorong adanya kebijakan pengupahan yang berkeadilan berbasis sektoral. Kebijakan ini berpijak pada konsep Hubungan Industrial Berbasis Sektoral yang menekankan penguatan federasi serikat pekerja sektoral, pembentukan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit sektoral, serta penetapan upah sektoral untuk menggantikan istilah “upah minimum”.
Praktisi ketenagakerjaan sekaligus Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Konfederasi Sarbumusi Masykur Isnan menilai, kebijakan tersebut bisa menjadi titik masuk dalam merumuskan solusi pengupahan sektor informal seperti Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca Juga
Sarbumusi dan DPRD Sumbar Serap Aspirasi Ojek Online, Bahas Pentingnya BPJS Ketenagakerjaan
“Hal ini juga bisa menjadi entry point bagi kebijakan pengupahan sektor informal, misalnya PRT dan PMI. Pemerintah perlu mendorong adanya perjanjian Government to Government (G to G) agar negara hadir melindungi mereka,” ujar Masykur.
Ia menambahkan, pembahasan pengupahan juga perlu mempertimbangkan faktor eksternal seperti relaksasi Pajak Penghasilan (PPh), pendidikan gratis bagi keluarga pekerja, program vokasi dan sertifikasi kompetensi.
Menurutnya, pendapatan negara sebaiknya tidak hanya bergantung pada PPh, tetapi juga pada peningkatan daya beli dan konsumsi domestik yang menggerakkan ekonomi.
Selain itu, Masykur menyoroti pentingnya pembentukan Lembaga Kesejahteraan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000. Ia mengusulkan pembentukan Induk Koperasi Pekerja Indonesia sebagai wadah penguatan ekonomi buruh.
“Melalui pembentukan Induk Koperasi Pekerja Indonesia, kita bisa mendorong lahirnya koperasi pekerja, baik oleh serikat pekerja maupun kolaborasi antara serikat pekerja dan perusahaan. Grand design-nya masih didiskusikan bersama para ahli, dan akan lebih baik jika ada Surat Keputusan Bersama (SKB) antar kementerian teknis untuk mendorong hal ini,” tambah Masykur.