Beban Administrasi dan Tekanan Digital Dinilai Gerus Substansi Peran Guru dalam Mendidik - NU Online
Beban Administrasi dan Tekanan Digital Dinilai Gerus Substansi Peran Guru dalam Mendidik
NU Online · Rabu, 26 November 2025 | 19:30 WIB
Ilustrasi guru mengajar di kelas. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Tugas guru kian berat. Mereka tidak hanya dituntut mengajar, tetapi juga menjadi administrator laporan, operator sistem digital, motivator, hingga pelatih mental peserta didik. Saat ini, banyak guru bahkan terdorong menjadi konten kreator pembelajaran.
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Nasiruddin, menilai beban peran yang semakin kompleks tersebut membuat esensi guru dalam membentuk karakter, menuntun nilai, dan menghadirkan keteladanan semakin terpinggirkan.
Menurutnya, guru seperti kehilangan substansi mengajar karena dibebani administrasi dan sistem yang berlapis. Hal-hal yang seharusnya bersifat manusiawi justru berubah menjadi tuntutan teknokratis.
Baca Juga
Peran Guru Agama Tak Kalah Penting dari Guru Bidang Lainnya
“Pendidikan bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi proses pemanusiaan, pembentukan jiwa, dan penguatan moral. Kita perlu mengembalikan ruang itu, bahwa guru tidak sekadar menjalankan sistem, tetapi pembentuk peradaban,” ujarnya saat dihubungi NU Online, Rabu (26/11/2025).
Ia menambahkan, struktur kebijakan pendidikan di Indonesia secara tidak langsung mereduksi peran guru dan menjadikan mereka sebagai administrator serta operator sistem. Guru kini lebih banyak disibukkan dengan pengisian aplikasi, pelaporan, asesmen berlapis, dan berbagai administrasi berbasis platform digital.
Di sisi lain, era disrupsi media sosial mendorong sebagian guru menjadi kreator konten, baik untuk kebutuhan pembelajaran maupun pencitraan personal. Kondisi ini, menurut Nasiruddin, tidak sepenuhnya salah, tetapi berpotensi mengalihkan fokus dari nilai dasar profesi guru sebagai pendidik.
“Kondisi ini adalah dampak dari ekosistem pendidikan yang belum sepenuhnya menempatkan kemanusiaan guru sebagai pusat. Guru akhirnya mengikuti arus antara tuntutan administratif, ekspektasi publik, dan kompetisi digital,” tuturnya.
Sementara itu, Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SMK Nasional Pati, Edi Kiswanto, menilai tuntutan agar guru merangkap sebagai operator sistem, administrator, motivator, bahkan kreator konten mencerminkan pergeseran fungsi guru. Perubahan itu merupakan dampak perkembangan zaman dan transformasi pendidikan, namun sekaligus menggerus tugas utama guru sebagai pendidik.
Baca Juga
Peran Guru Kini Digantikan Gadget
Ia menyebut, relasi pendidikan yang berbasis kemanusiaan dapat berubah menjadi transaksi administrasi apabila guru terlalu sering berkutat pada urusan teknis dan digital. Kondisi tersebut mereduksi fungsi guru dari teladan hidup menjadi sekadar penginput data.
“Ketika dunia digital memaksa guru menjadi konten kreator, itu merupakan bentuk survival dan adaptasi terhadap logika baru bahwa pengetahuan harus dikemas seperti produk media agar diterima,” jelasnya.
Edi menegaskan, disrupsi media sosial yang menggeser substansi guru tidak sepenuhnya negatif karena mengandung unsur kreativitas dan inovasi. Namun, hal yang perlu diwaspadai ialah ketika peran tambahan itu mengaburkan fungsi guru sebagai pendidik, pembimbing akhlak, pembentuk karakter, dan penentu arah kehidupan peserta didik.
Baca Juga
Pergunu Soroti Kesejahteraan Guru karena Masih Ada yang Terima Gaji Tak Layak
“Pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi pembimbingan mental, spiritual, dan sosial. Itu tidak lahir dari laporan digital, tetapi dari keteladanan, dialog, empati, dan kedekatan,” tegasnya.