Suasana Belajar di SMPN 32 Merangin Mencekam, Seorang Guru Jadi Korban Penganiayaan - Kompas
Suasana Belajar di SMPN 32 Merangin Mencekam, Seorang Guru Jadi Korban Penganiayaan

JAMBI, KOMPAS.com – Suasana belajar di SMP Negeri 32 Merangin, Jambi, berubah mencekam pada Jumat (12/11/2025) ketika seorang guru bernama Paimen menjadi korban penganiayaan penambang emas ilegal berinisial A.
Insiden terjadi tepat di depan ruang kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Sejumlah murid dan guru yang menyaksikan langsung kejadian tersebut, panik.
Beberapa siswa bahkan berlari ketakutan saat melihat pelaku kembali membawa sebatang kayu sepanjang 1,5 meter.
Kronologi Kejadian
Kejadian bermula ketika Paimen dipanggil A saat mengajar kelas 9.
Pelaku, yang merupakan pemilik ekskavator PETI, mempertanyakan persoalan jalan yang melewati lahan milik Paimen.
A selama ini kerap memobilisasi alat berat melalui lahan tersebut.
Meskipun awalnya tidak keberatan, Paimen kemudian menawarkan agar sebagian lahannya dibeli untuk menghindari masalah di masa depan.
“Makanya kita beri opsi dia silakan beli tanah kita sesuai ukuran jalan. Awalnya disepakati, kita tetapkan dengan harga 28 juta. Tahu-tahu, dia menyampaikan tidak jadi lewat pesan WA (WhatsApp). Berarti seharusnya masalah selesai,” kata menantu Paimen, Saidina, pada Senin (17/11/2025).
Namun, masalah tidak berhenti di situ.
Dua pekan setelah pesan WA tersebut, A mendatangi sekolah dan terlibat adu mulut dengan Paimen mengenai jalan usaha tani (JUT) di belakang TK yang berada di Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin.
Adu mulut ini memicu kemarahan A, yang kemudian memukul keras telinga Paimen.
“Bahasa terakhir sebelum mukul, ‘saya tidak lewat di tanah pak Paimen, tapi Pak Paimen jangan lewat tanah di belakang TK,' namun mertua saya bantah bahwa jalan di belakang TK itu jalan JUT," ungkap Saidina.
Akibat pukulan keras tersebut, Paimen terjatuh dan dahinya membentur permukaan keras hingga berdarah.
Ketika berusaha bangkit, pelaku kembali memiting tubuhnya, sehingga keduanya terjatuh.
“Terus keduanya terjatuh, A bagian kepalanya terkena batu,” kata Kuasa Hukum Paimen, Padri Zelvian.
Upaya Melerai
Kejadian ini berlangsung di depan ruang kelas, dan dalam suasana panik, para siswa segera memanggil guru lain untuk melerai. Namun, ketegangan belum berakhir.
“Keluarlah guru untuk memisahkan. Habis dipisahkan, Pak Dul (A) melihat kayu, lalu mengambilnya. Berhamburan anak (berlari menghindar), takut kena pukul,” ungkap Padri.
A yang sudah memegang kayu sepanjang 1,5 meter tersebut berusaha mencari Paimen di berbagai sudut sekolah, namun tidak menemukannya.
Ia akhirnya pergi dengan kondisi kepala berdarah.
Akibat insiden ini, Paimen mengalami luka pada telinga dan pendarahan di dahi, sehingga harus dirawat intensif oleh dokter THT di RSUD Kolonel Abujani.
Sementara itu, A juga mendapatkan perawatan karena luka di bagian kepala.
Keluarga A melaporkan dugaan pengeroyokan kepada polisi. Namun Padri menegaskan, laporan tersebut tidak sesuai dengan fakta.
“Pengeroyokan itu narasi yang mereka buat. Yang sebenarnya terjadi, ada guru yang memisahkan tetapi malah dibilang pukul pakai batu,” ujarnya.
Keluarga Paimen tidak tinggal diam dan turut melaporkan kasus ini ke Polres Merangin atas dugaan penganiayaan.
Laporan tersebut tercatat dengan nomor STP/589/XI/RES.1.6/2025/Reskrim.