Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Banjir Bencana Featured Lintas Peristiwa Spesial Sumatera

    Banjir Sumatra: Orangutan tapanuli yang langka ditemukan mati di bawah tumpukan kayu - BBC News Indonesia

    8 min read

     

    Banjir Sumatra: Orangutan tapanuli yang langka ditemukan mati di bawah tumpukan kayu - BBC News Indonesia

    Keterangan gambar, Foto ilustrasi. Seekor orangutan dipotret di hutan sekitar Batang Toru, Tapanuli Selatan, pada Maret 2014.

    Keheningan di hutan pegunungan Batang Toru, Sumatra Utara, mengganggu benak para ahli satwa liar dan pelaku konservasi—lebih dari dua pekan setelah banjir dan longsor melanda kawasan itu.

    Sebelum bencana menerjang, warga setempat dan para ahli satwa selalu melihat dan mendengar suara orangutan tapanuli yang merupakan kera terlangka di dunia.

    Sebagian kalangan berspekulasi hewan tersebut tersapu oleh banjir dan tanah longsor pada 25 November lalu. Di sisi lain, sejumlah orang meyakini orangutan mungkin telah pergi ke tempat yang lebih aman.

    Namun bangkai yang ditemukan di Kabupaten Tapanuli Tengah baru-baru ini membuat para ahli konservasi cukup khawatir.

    Relawan kemanusiaan mengatakan kepada BBC bahwa mereka menemukan satu bangkai orangutan di bawah tumpukan lumpur dan kayu di Pulo Pakkat, Kabupaten Tapanuli Tengah awal pekan ini.

    Bagaimana orangutan yang mati ditemukan?

    Decky Chandra adalah seorang relawan yang turut membantu evakuasi para korban banjir dan longsor di kawasan Batang Toru, Tapanuli Tengah.

    Kepada BBC, dia mengaku mendapat informasi dari masyarakat yang curiga dengan keberadaan jasad di antara tumpukan kayu dan lumpur pada 3 Desember lalu.

    "Ketika pertama kali melihat, saya tidak yakin apa itu karena agak rusak. Mungkin karena terkubur di bawah lumpur dan kayu gelondongan," kata Decky.

    Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

    Klik di sini

    Akhir dari Whatsapp

    Decky membagikan sejumlah foto jasad itu kepada BBC. Namun kami tidak menampilkan foto-foto tersebut pada artikel ini karena berpotensi memicu mengganggu kenyamanan pembaca.

    Panut Hadisiswoyo, pendiri Orangutan Information Centre yang fokus pada konservasi orangutan di kawasan itu, telah melihat foto-foto temuan Decky.

    "Ya benar, confirm. Orangutan itu dalam kondisi terkena luka akibat terseret air bah dan longsor. Pembusukan aktif terjadi dalam waktu lima hingga 10 hari," kata Panut kepada wartawan BBC News Indonesia, Tri Wahyuni.

    Panut berkata, peristiwa longsor akhir November lalu terjadi di blok barat habitat orangutan tapanuli. Wilayah itu, kata Panut, dihuni antara 400 hingga 500 orangutan.

    Hingga saat ini Panut dan lembaganya belum bisa memprediksi jumlah orangutan tapanuli yang kemungkinan terdampak, bahkan mati, akibat banjir dan longsor.

    Namun Panut berkata, temuan satu bangkai ini adalah bukti dampak yang mendera orangutan tapanuli dan habitatnya.

    Habitat orangutan rusak

    Panut dan ahli satwa liar lainnya meyakini bangkai hewan di Pulo Pakkat adalah orangutan tapanuli, spesies orangutan paling langka yang ditemukan pada 2017.

    Selain orangutan jenis ini, terdapat dua spesies lain di Indonesia, yakni orangutan sumatra dan orangutan kalimantan.

    Profesor Erik Meijaard, Direktur Pelaksana Borneo Futures di Brunei, sedang mempelajari dampak banjir pada orangutan dengan bantuan citra satelit.

    Menurutnya, 4.800 hektare hutan di lereng gunung terlihat hancur akibat tanah longsor. Namun, karena sebagian citra satelit tertutup awan, dia mengekstrapolasi angka kerusakan menjadi 7.200 hektare dalam pengamatan awalnya.

    "Area yang hancur tersebut diperkirakan dihuni sekitar 35 orangutan. Karena kerusakannya dahsyat, tidak akan mengejutkan jika semuanya mati. Itu pukulan besar bagi populasi," katanya kepada BBC.

    "Area-area ini terlihat sebagai tanah kosong pada citra satelit. Padahal dua minggu lalu masih berupa hutan primer. Hancur total. Banyak petak seluas beberapa hektare yang benar-benar gundul. Pasti mengerikan di hutan saat itu," sambungnya.

    Baca juga:

    Hutan pegunungan Batang Toru adalah rumah bagi orangutan tapanuli.

    Mejjard mengatakan ia juga telah melihat foto orangutan yang dibagikan Decky Chandra.

    "Yang mengejutkan saya adalah seluruh daging di wajahnya telah terkoyak. Jika berhektare-hektare hutan longsor besar-besaran, orangutan yang perkasa pun tak berdaya," tuturnya.

    Sumber gambar,

    ANTARA FOTO

    Keterangan gambar,
    Bangkai seekor gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) tertimbun saat terjadi banjir di Desa Meunasah Lhok, Pidie Jaya, Aceh, Sabtu (29/11).

    Panut Hadisiswoyo mengatakan, temuan bangkai orangutan tersebut menunjukkan bahwa sangat mungkin beberapa individu dari spesies yang terancam punah ini tidak dapat melarikan diri dari derasnya air dan tanah longsor yang menyapu habitat mereka.

    Foto-foto yang menunjukkan bangkai gajah sumatra di wilayah Aceh menjadi viral di media sosial pekan lalu lalu.

    Sumatra adalah rumah bagi berbagai spesies yang terancam punah seperti harimau sumatra, gajah, badak, dan orangutan.

    Namun, kekhawatiran tertuju pada orangutan dan primata lain seperti gibbon karena, menurut para pekerja konservasi dan kemanusiaan, sebagian besar hutan pegunungan Tapanuli mengalami tanah longsor besar-besaran.

    Manusia dan hewan jadi korban

    Sejauh ini, banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat telah menewaskan lebih dari 980 orang.

    Namun, sebagian penduduk setempat meyakini orangutan kemungkinan telah melarikan diri karena mereka dapat merasakan bahaya sebelum peristiwa itu terjadi.

    Namun, beberapa ahli primata mengatakan bahwa kemungkinannya nihil.

    "Biasanya, orangutan mengumpulkan ranting dan daun untuk digunakan sebagai payung saat hujan dan menunggu hujan berhenti," kata Serge, profesor biologi primata di Universitas Liverpool John Moores, yang telah melakukan penelitian tentang Orangutan Tapanuli di wilayah tersebut.

    "Tetapi kali ini, saat hujan berhenti, sudah terlambat, seluruh habitat mereka (lereng gunung) telah hancur oleh tanah longsor. Pasti ada konsekuensi bagi mereka."

    Para ahli konservasi mengatakan jumlah orangutan tapanuli yang tersisa kurang dari 800 ekor. Setiap kehilangan dapat menjadi pukulan serius bagi spesies tersebut.

    Banjir baru-baru ini juga telah merusak sejumlah pusat penelitian orangutan di Sumatra, kata para konservasionis.

    Pusat penelitian Ketambe, pusat penelitian orangutan pertama di dunia di Aceh, hancur total, tambah mereka.

    "Kerusakan dan kehancuran ini merupakan pukulan besar bagi konservasi orangutan dan akan berdampak jangka panjang," kata Ian Singleton, direktur ilmiah program konservasi orangutan sumatra.

    Komentar
    Additional JS