Dua Dayah di Bener Meriah Rusak Parah Akibat Banjir Bandang, Bantuan Terkendala Akses Jalan - NU Online
Dua Dayah di Bener Meriah Rusak Parah Akibat Banjir Bandang, Bantuan Terkendala Akses Jalan
NU Online · Selasa, 30 Desember 2025 | 22:30 WIB
Dayah Bustanul Ulum di Bener Meriah terdampak banjir bandang yang membawa kayu gelondongan. Gambar ini diambil pada Selasa (30/12/2025). (Foto: NU Online/Lukman)
Bener Meriah, NU Online
Banjir bandang yang melanda Aceh dan Sumatra sejak 26 November 2025 berdampak serius terhadap lembaga pendidikan keagamaan.
Dua dayah, yakni Dayah Bustanul Ulum di Desa Glampang Wih Tenang Toa, Kecamatan Permata, dan Dayah Nurul Islam Al-Aziziyyah yang berada di Kabupaten Bener Meriah, Aceh, mengalami kerusakan parah.
Hingga lebih dari satu bulan pascabencana, bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi belum dapat tersalurkan secara optimal karena keterbatasan akses jalan menuju lokasi.
Baca Juga
Menciptakan dan Menjaga Lingkungan Dayah di Aceh Lebih Bersih
Akibat banjir bandang, tercatat satu orang meninggal dunia, lima orang luka berat, dan sekitar 100 orang luka ringan. Korban jiwa merupakan seorang ustadz yang gugur saat menyelamatkan santri.
Pengasuh Dayah Bustanul Ulum Tgk Haji Baharudin Usman menuturkan, banjir bandang terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi dan datang secara tiba-tiba pada malam hari saat seluruh santri masih berada di lingkungan dayah.
“Curah hujan di Bener Meriah ini sangat tinggi sekali pada Rabu 26 November 2025 sehingga terjadinya banjir bandang di pondok pesantren Bustanul Ulum kita. Pada saat itu, kondisi semua para santri tidak ada yang libur satu pun, aktif sedang belajar dan mengajar,” ujarnya ketika ditemui Tim Asesmen NU Peduli Kemanusiaan PWNU Jawa Tengah di pesantrennya, pada Selasa (30/12/2025).
Ia menjelaskan, banjir datang membawa kayu-kayu gelondongan dengan ketinggian air mencapai hampir lantai dua bangunan asrama.
Baca Juga
Pesantren Milik Rais PWNU Aceh Terdampak Banjir: Tertumpuk Kayu dan Terendam Lumpur Tebal
“Tepatnya malam Rabu pada tanggal 26 November, tiba-tiba banjir bandang turun dengan kayu-kayu gelondongan sehingga air di pondok pesantren ini mencapai ketinggian 3 meter,” ungkapnya.
Banjir bandang rusak fasilitas utama dayah
Tgk Baharudin menjelaskan bahwa bangunan yang terdampak di pesantren adalah asrama putra dua lantai, ruangan guru, ruang kelas, tempat belajar RKB, ruangan asatidz dewan guru yang sudah berkeluarga, mushala putra, MCK, perpustakaan, dan ruang lab.
Kitab-kitab dan buku pelajaran santri juga hanyut terbawa arus. Dari total 350 santri dan 20 ustadz, seluruhnya terdampak secara langsung. Saat ini santri telah dipulangkan ke kampung halaman masing-masing, namun proses pemulihan pesantren masih menghadapi kendala besar.
Baca Juga
Bolehkah Memanfaatkan Kayu Gelondongan yang Tersebar ke Pemukiman pasca-Banjir?
“Kendalanya kalau bantuan pangan seperti logistik alhamdulillah rata-rata sudah ada walaupun hanya terbatas. Tapi untuk bantuan rekonstruksi, rehabilitasi, dan donasi mungkin belum bisa tersalurkan karena akses jalan yang masih belum bisa dilewati,” ungkapnya.
Akibat peristiwa tersebut, satu orang ustadz meninggal dunia, lima orang mengalami luka berat, dan sekitar seratus orang luka ringan. Para santri terjebak di lantai dua dan baru dapat dievakuasi keesokan paginya.
“Para santri tidak bisa dievakuasi lagi dan bertahan di lantai dua. Innalillahi, ustadznya tidak selamat, tetapi santrinya alhamdulillah selamat,” katanya.
Sementara itu, Salah satu pengajar di Dayah Bustanul Ulum Ustadz Shulton Syara menjadi saksi langsung detik-detik datangnya banjir bandang. Ia menuturkan bahwa banjir datang sekitar pukul 03.00 dini hari.
Baca Juga
Walhi Aceh Sebut Pembalakan Liar dan Kebun Sawit Jadi Biang Kerok Banjir di Pulau Sumatra
“Santri semua pada istirahat. Nah di situ datanglah tiba-tiba air banjir bandang bersama gelondong kayu dan batunya yang menghantam pondok pesantren,” katanya.
Sekitar 150 santri terjebak di lantai dua dan tidak bisa dievakuasi karena akses terputus total.
“Waktu itu kami berharap tim SAR datang, tapi tidak ada karena jalan akses putus total. Akhirnya kami menunggu air itu surut sehingga santri bisa dievakuasi oleh guru-guru,” jelasnya.
Ia juga menggambarkan dahsyatnya material kayu yang terbawa arus.
“Gelondong kayu dari atas itu banyak banget. Ini penuh ini gelondong ini semua,” ungkapnya.

Kondisi serupa dialami Dayah Nurul Islam Al-Aziziyyah, Kecamatan Permata. Pengasuh dayah, TGk Syarifuddin, menyampaikan bahwa banjir terjadi sejak Rabu siang hingga malam hari.
“Kejadiannya mulai bakda Zuhur sampai malam Kamis. Alhamdulillah para santri sempat keluar duluan karena melihat cuaca curah hujan deras dan terjadi tembok pesantren sudah hancur,” ujarnya.
Sebanyak 70 santri dan 15 guru terdampak. Tiga ruang asrama, aula, kelas, tembok keliling, dapur, dan sembilan pintu kamar mandi rusak atau hanyut. Seluruh kitab dan pakaian santri juga hilang.
“Santri hanya tinggal baju di badan, kasur, perabotan sudah tidak terbawa, enggak bisa diurus lagi karena keadaan panik,” ungkapnya.
TGk Syarifuddin berharap pemulihan bisa dimulai dari kebutuhan paling dasar.
“Kami enggak bermohon besar, harapan kami segera bisa pulih, minimal ada kasur santri, perabotan yang bisa-bisa jadi,” katanya.
Ia menegaskan bahwa hingga kini pemulihan dilakukan secara gotong royong bersama wali santri dan warga sekitar, sementara bantuan besar belum sepenuhnya masuk karena kendala akses.