Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Istimewa Jampidmil Kasus Kementerian Pertahanan Pengadilan Militer Satelit Spesial

    Jampidmil Ungkap Alasan Bakal Sidangkan Kasus Satelit Kementerian Pertahanan di Pengadilan Militer - Tribunnews

    10 min read

     

    Jampidmil Ungkap Alasan Bakal Sidangkan Kasus Satelit Kementerian Pertahanan di Pengadilan Militer - Tribunnews.com

    Editor: Muhammad Zulfikar

    HO/ Kejagung
    KASUS SATELIT KEMHAN - Satu tersangka kasus korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021 yakni Laksamana Muda (Purn) TNI Leonardi ketika hendak dilimpahkan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung ke Oditurat Militer Tinggi II Jakarta, Senin (1/12/2025). Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung mengungkap alasan bakal digelarnya persidangan kasus korupsi pengadaan satelit Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 di Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta meski terdapat tersangka berstatus warga sipil. 
    Ringkasan Berita:
    • Terdapat tiga orang yang sudah ditetapkan tersangka yang memiliki berlatar belakang militer dan sipil
    • Untuk tersangka Anthony Thomas meskipun dia berstatus sebagai warga sipil akan tetapi disidangkan di Pengadilan Militer

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung mengungkap alasan bakal digelarnya persidangan kasus korupsi pengadaan satelit Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 di Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta meski terdapat tersangka berstatus warga sipil.

    Seperti diketahui dalam perkara korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021 ini terdapat tiga orang yang sudah ditetapkan tersangka yang memiliki berlatar belakang militer dan sipil.

    Ketiga tersangka itu yakni Laksamana Muda (Purn) TNI Leonardi, Anthony Thomas Van Der Hayden selaku perantara yang juga warga negara Amerika Serikat dan CEO Navayo International AG Gabor Kuti Szilard yang kini masih berstatus buron atau daftar pencarian orang (DPO).

    Direktur Penindakan pada Jampidmil Kejagung, Brigjen TNI Andi Suci Agustiansyah menerangkan,
    bahwa hal itu berdasarkan hasil penelitian berkas perkara yang dilakukan oleh tim penuntut koneksitas dari Jampidmil maupun Oditur Militer.

    Dalam penelitian itu tim penuntut koneksitas salah satunya mempelajari nilai kerugian negara yang diakibatkan dari kasus korupsi pengadaan satelit tersebut apakah lebih condong ke aspek militer atau aspek sipil.

    "Sehingga tim penuntut itu meneliti berkas perkara, jadi kerugian negara ini lebih berat kepada aspek Militer. Sehingga diputuskan oleh tim koneksitas bahwa perkara ini layak disidangkan di peradilan Militer," kata Andi dalam jumpa pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Senin (1/12/2025).

    Rekomendasi Untuk Anda
    Jampidmil Limpahkan 3 Tersangka Kasus Satelit Kemhan ke Oditur Militer

    Selain itu kata Andi, akan digelarnya sidang itu secara militer juga telah berdasarkan aturan yang sebelumnya dikeluarkan oleh Mahkamah Agung mengenai sistem peradilan Militer.

    "Sehingga perkara ini akan disidangkan di Pengadilan Militer," jelasnya.

    Lebih jauh Andi menuturkan, untuk tersangka Anthony Thomas meskipun dia berstatus sebagai warga sipil akan tetapi disidangkan di Pengadilan Militer.

    Kendati demikian kata dia, lantaran perkara ini melibatkan unsur penegak hukum koneksitas maka nantinya hakim yang akan mengadili para tersangka juga terbagi dari dua unsur yakni militer dan sipil.

    "Iya benar, (Anthony Thomas) akan disidangkan di Peradilan Militer. Nanti hakimnya juga ada hakim dari peradilan militer dan hakim sipilnya," pungkasnya.

    Tersangka Dilimpah ke Oditur Militer

    Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung melimpahkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021 yang turut melibatka PT Navayo International AG ke Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.

    Adapun ketiga tersangka yang dilimpahkan itu yakni Laksamana Muda (Purn) TNI Leonardi selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Anthony Thomas Van De Heyden selaku perantara yang merupakan Warga Negara Amerika Serikat.

    Sementara itu untuk satu tersangka lainnya yakni CEO PT Navayo International AG yakni Gabor Kuti Szilard dilimpahkan ke Odiiturat Militer secara in absentia atau tanpa kehadiran tersangka oleh Jampidmil lantaran statusnya yang kini masih buron atau dalam pencarian orang (DPO).

    "Pelimpahan hari ini dilaksanakan dalam rangka proses penuntutan selanjutnya. Kami tim Penuntut umum koneksitas segera melimpahkan perkara ini ke Oditurat Militer Tinggi dan selanjutnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Militer II di Jakarta," kata Direktur Penuntutan Jampidmil, Zet Tadung Allo kepada wartawan di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Senin (1/12/2025).

    Zet pun mengungkap alasan pihaknya melimpahkan perkara itu ke Pengadilan Militer meski terdapat tersangka yang berstatus sebagai warga sipil.

    Kata dia, sebab perkara itu dilakukan secara bersama-sama yang dimana turut melibatkan oknum anggota TNI yakni Leonardi.

    Nantinya dijelaskan Zet bahwa tim penuntut koneksitas yang akan mengadili para tersangka ketika perkara sudah bergulir di persidangan.

    "Jadi tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti menjadi tanggung jawab dari tim Penuntut koneksitas yang terdiri dari Jaksa pada Jampidmil dan Oditur Militer dari Oditur Militer Tinggi," jelasnya.

    Sementara itu, Direktur Penindakan Jampidmil Brigjen Andi Suci Agustiansyah menuturkan, selain tersangka, pihaknya turut melimpahkan barang bukti berupa dokumen yang berkaitan dengan pengadaan satelit orbit bujur timur itu kepada tim Penuntut Koneksitas.

    Lebih jauh setelah dilakukan pelimpahan ini maka dikatakan oleh Andi, kewenangan penahanan dan penanganan perkara yang melibatkan para tersangka kini pun beralih ke tim Penuntut koneksitas Oditur Militer.

    "Untuk dapat dengan dilimpahkan ke Pengadilan (Militer) untuk disidangkan,"

    Adapun untuk Pasal yang diterapkan terhadap para tersangka itu yakni Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Serta subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Juncto Pasal 64 KUHP.

    Duduk Perkara Kasus

    Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung saat itu yakni Harli Siregar menjelaskan kasus ini berawal saat Kemhan melalui tersangka L menandatangani kontrak dengan tersangka GK pada Juli 2016 soal perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang perjanjian itu senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

    Harli menyebut bahwa penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ke-3 itu tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa di mana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari tersangka ATVDH.

    Lalu kata Harli, Navayo International AG mengakui telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kementerian Pertahanan RI atas prestasi pekerjaan tersebut.
    Kemudian empat buah surat Certificate of Performance (CoP) atau sertifikat kinerja terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG yang disiapkan ATVDH tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu ditandatangani oleh  Letkol Tek Jon Kennedy Ginting dan Kolonel Chb Masri  atas persetujuan Mayor Jendral TNI (Purn) Bambang Hartawan dan tersangka L.

    "Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kemhan RI dengan mengirimkan empat invoice (permintaan pembayaran dan CoP), namun sampai dengan tahun 2019 Kemhan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit," ungkapnya.

    Kemudian dilakukan pemeriksaan atas pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia atas permintaan penyidik koneksitas Jampidmil.

    "Dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal karena hasil pemeriksaan laboratorium terhadap handphone sebanyak 550 buah tidak ditemukan secure chip inti dari pekerjaan user terminal, hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap user terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 1230 BT, dan barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa," tuturnya.

    Kemudian Kemhan RI diharuskan membayar USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani CoP.

    Sementara menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan nilai kepabeanan sebesar IDR 1.92 miliar.

    Lalu, untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris.

    Hal itu berdasar putusan pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura.

    Atas hal itu, perbuatan itu meripakan Tindak Pidana Korupsi Koneksitas yaitu dengan sengaja secara bersama-sama melakukan perbutan melawan hukum dalam proses pengadaan User Terminal untuk Slot Orbit 1230 BT pada Kemhan RI.

    Sementara itu, Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung, Brigjen TNI Andi Suci mengatakan jumlah kerugian negara yakni puluhan juta dolar Amerika.

    "Perhitungan dari BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak 21.384.851,89 USD," kata Andi dalam konferensi pers Rabu (7/5/2025).

    Jumlah itu jika dikonversi ke rupiah dengan kurs dolar saat itu kurang lebih Rp15 ribu, makan kerugian negara mencapai Rp300 miliar atas proyek ini.
    "Untuk kerugian negara di rupiahkan sekitar Rp300 miliar kalau kala itu Rp15 ribu kurang lebih 1 dolar," ungkapnya

    Adapun Pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat satu kesatu juncto Pasal 64 KUHP.

    Tersangka juga dijerat dengan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu, juncto Pasal 64 KUHP.

    "Lebih subsider Pasal 8 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 KUHP," tukasnya.

    Komentar
    Additional JS