Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Banjir Bencana ITS. FEATURED Lintas Peristiwa Longsor Spesial Sumatera

    Pakar Geomatika ITS Sebut 4 Langkah Mitigasi Banjir dan Longsor di Sumatera - Kompas

    6 min read

     

    Pakar Geomatika ITS Sebut 4 Langkah Mitigasi Banjir dan Longsor di Sumatera

    Kompas.com, 5 Desember 2025, 20:16 WIB


    Lihat Foto

    SURABAYA, KOMPAS.com - Pakar geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Hepi Hapsari Handayani mengungkap empat upaya mitigasi yang dapat dilakukan masyarakat dan pemerintah dalam penanganan dan pencegahan banjir di Sumatera.

    1. Mitigasi di hulu

    Hepi menuturkan, hulu merupakan titik awal terjadinya bencana karena menjadi lokasi air hujan pertama kali jatuh dan proses infiltrasi, penyerapan, serta stabilitas lereng ditentukan.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Oleh sebab itu, pemulihan dan perlindungan hulu merupakan langkah pencegahan yang paling efektif.

    “Pemerintah perlu menetapkan kawasan hulu sebagai kawasan lindung berbasis kerentanan tinggi, melarang konversi hutan di zona sensitif, serta melakukan reforestasi dan restorasi lahan kritis,” jelas Hepi, Jumat (5/12/2025).

    Buntut Umrah di Tengah Bencana, Bupati Aceh Selatan Dicopot Partai Gerindra

    Selain itu, pengawasan terhadap pembalakan liar dan aktivitas lainnya yang merusak ekosistem hutan juga perlu diperketat karena kerusakan hulu secara langsung dapat memperbesar aliran permukaan dan risiko longsor.

    Menurutnya, masyarakat juga dapat berperan melalui praktik agroforestri, menjaga vegetasi sekitar mata air, tidak membuka lahan dengan cara tebang-bakar, dan ikut terlibat dalam rehabilitasi hutan.

    “Jika hulu terjaga, sebagian besar risiko bencana dapat dikurangi,” ujarnya.

    2. Mitigasi di daerah aliran sungai (DAS)

    Hepi menjelaskan, daerah aliran sungai (DAS) berfungsi sebagai sistem yang mengatur distribusi air dari hulu ke hilir.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Ketika DAS mengalami sedimentasi, erosi, atau perubahan tata guna lahan yang tidak sesuai, kapasitasnya untuk menahan limpasan hujan menurun drastis.

    “Pemerintah perlu melakukan penataan ulang DAS melalui restorasi sempadan sungai, stabilisasi lereng, serta pembenahan drainase alami dan buatan agar aliran air lebih terkendali,” jelasnya.

    Kontrol terhadap pembangunan jalan kebun dan jalan konstruksi atau lainnya sangat penting dilakukan karena konstruksi yang tidak sesuai dapat mengarahkan aliran air secara langsung ke sungai dan memicu banjir bandang.

    “Masyarakat dapat membantu dengan menjaga vegetasi riparian, mengurangi pembuangan sampah ke sungai, dan mendukung program bersih alur sungai,” terangnya.

    Lihat Foto

    3. Mitigasi di hilir

    Ia mengatakan bahwa hilir adalah daerah yang menerima dampak paling besar dari kerusakan hulu dan kegagalan sistem DAS.

    Sehingga, upaya di hilir perlu difokuskan pada perlindungan masyarakat dan infrastruktur.

    Hepi menuturkan bahwa pemerintah harus memastikan normalisasi dan perbaikan kapasitas sungai, membangun sistem peringatan dini banjir dan longsor, serta menata permukiman agar tidak berada di jalur aliran debris.

    “Relokasi menjadi opsi jika permukiman berada pada zona sangat berbahaya. Tanggul, kolam retensi, dan kanal kota dapat membantu mengurangi dampak limpasan,” tuturnya.

    Menurutnya, masyarakat juga perlu meningkatkan kesiapsiagaan melalui pelatihan evakuasi, pemahaman jalur evakuasi, serta kesiapan menghadapi peringatan dini.

    Salah staunya dengan menggunakan Sistem Peringatan Dini (EWS). Yakni, rangkaian teknologi, data, prosedur, dan komunikasi yang dirancang untuk mendeteksi peningkatan risiko banjir atau longsor sejak dini, memberikan peringatan yang cepat dan akurat, serta memastikan masyarakat dapat melakukan tindakan penyelamatan sebelum bahaya datang.

    “Upaya ini tidak menghentikan bencana, tetapi sangat mengurangi korban dan kerugian,” paparnya.

    4. Mitigasi kebijakan

    Ia menerangkan, untuk melakukan mitigasi jangka panjang membutuhkan kerangka kebijakan yang kuat.

    Pemerintah harus mengintegrasikan peta kerentanan bencana ke dalam RTRW dan RDTR sehingga kawasan hulu otomatis menjadi kawasan lindung yang tidak dapat dialihfungsikan.

    Mulai dari izin perkebunan, tambang, dan pembangunan infrastruktur juga harus mengacu pada analisis risiko DAS, bukan hanya aspek ekonomi.

    “Audit perizinan penting dilakukan untuk meninjau izin-izin yang berada di zona rawan. Penguatan pengawasan lapangan merupakan bagian penting dari tata kelola yang lebih baik,” jelasnya.

    Tak hanya itu, masyarakat dapat mendukung kebijakan ini melalui keterlibatan dalam forum DAS, kelompok tani hutan, atau pengawasan berbasis komunitas.

    “Sinergi kebijakan pusat serta daerah dan partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan mitigasi struktural,” ucapnya.

    Sementara itu, solusi permanen untuk memutus siklus bencana banjir bandang dan longsor di Sumatera adalah menjadikan kawasan hulu sebagai Kawasan Konservasi berbasis Kerentanan Tinggi.

    Ia mengungkapkan bahwa hulu merupakan wilayah paling menentukan dalam menjaga kestabilan Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebab, hulu adalah tempat proses penyerapan air, pengaturan debit sungai, dan penguatan struktur tanah.

    Kawasan dengan karakteristik lereng curam, tanah rapuh, tutupan hutan alami, serta fungsi hidrologi penting, seperti mata air, headwater, dan zona resapan, secara ekologis tidak layak dijadikan area perkebunan monokultur, tambang, atau lokasi pembukaan lahan baru.

    “Oleh sebab itu, wilayah seperti ini wajib ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam dokumen RTRW dan RDTR untuk memberikan perlindungan hukum yang jelas dan mengikat,” paparnya.

    Dengan memasukkan kawasan hulu ke dalam peta kerentanan tinggi dan menjadikannya dasar hukum penataan ruang, maka pemerintah bukan hanya melindungi area sensitif, tetapi juga memulihkan fungsi DAS secara keseluruhan.

    “Penyerapan air akan meningkat, aliran permukaan menurun, erosi bisa ditekan, dan kestabilan lereng kembali terjaga,” ujarnya.

    Dalam jangka panjang, langkah ini juga secara signifikan mengurangi risiko banjir bandang dan longsor, menurunkan biaya kerusakan, serta memastikan pembangunan ekonomi masyarakat tetap berkelanjutan.

    “Pendekatan tata ruang berbasis kerentanan ini merupakan strategi paling efektif untuk menjaga keamanan ekologis Sumatra di era cuaca ekstrem dan perubahan iklim,” tutupnya.

    Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang
    Komentar
    Additional JS