Penertiban TN Tesso Nilo di Riau, Warga Mengaku Trauma: Kami Divonis Sepihak - Kompas
Penertiban TN Tesso Nilo di Riau, Warga Mengaku Trauma: Kami Divonis Sepihak
PEKANBARU, KOMPAS.com - Warga yang bermukim di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) angkat bicara terkait video viral pembongkaran plang dan pengusiran personel prajurit TNI dari Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
Juru Bicara warga TNTN, Abdul Aziz, menjelaskan bahwa kejadian tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata.
Hal itu merupakan akumulasi dari persoalan panjang dan tekanan psikologis yang dialami masyarakat.
Persoalan bermuara sejak dilakukan penyegelan lahan oleh tim Satgas PKH pada 10 Juni 2025.
"Sudah lima bulan masyarakat berada di bawah tekanan, mulai dari masuk Satgas PKH dan kehadiran anggota militer," kata Aziz saat diwawancarai wartawan di Pekanbaru, Kamis (27/11/2025).
Aziz mengatakan, sejak awal penertiban, pemerintah tidak pernah membuka ruang dialog tentang persoalan ini.
Pemerintah langsung mengeluarkan ultimatum agar warga keluar atau relokasi mandiri dari kawasan TNTN.
"Waktu itu masyarakat diberikan waktu sampai 22 Agustus 2025 untuk relokasi mandiri. Warga divonis sepihak, ini Taman Nasional, harus keluar," ujar Aziz.
Namun, warga menolak untuk pergi.
Sampai saat ini, warga masih berada dan beraktivitas seperti biasa di permukiman.
Aziz menyebut, aksi demonstrasi yang diikuti ribuan warga TNTN di Kejati Riau beberapa hari lalu merupakan upaya meminta transparansi proses pengukuhan batas kawasan hutan, terutama status lahan perkebunan yang dikelola oleh masyarakat.
"Dari data yang kami miliki, sampai 2009 sudah ada 28.606,8 hektar areal yang telah dibuat usaha oleh masyarakat," kata Aziz.
"Sementara penataan batas dilakukan 2011 dan pengukuhan kawasan baru di 2014. Jika merujuk aturan negara, areal itu mestinya di-enklave. Tapi, kan itu tidak pernah dilakukan," ujarnya.
Aziz mengungkapkan bahwa masyarakat seolah sengaja di-framing sebagai perambah hutan dan pelanggar hukum.
"Hal itu menimbulkan image bahwa warga adalah gerombolan. Bahkan, sampai muncul isu rasial," ujarnya.
Kemudian, warga mempertanyakan pelibatan militer dalam persoalan ini.
Aziz menegaskan bahwa warga ini bukanlah pemberontak atau separatis.
"Mengapa mesti warga dihadapkan dengan militer? Apa pemerintah tidak sanggup menyelesaikan masalah ini? Ini rumah tangga, pemerintah sebagai orangtua dan rakyat adalah anaknya," ungkap Aziz.
Dia juga menyayangkan militer menggunakan senjata saat berada di dalam permukiman warga di TNTN.
Sebab, tindakan itu membuat warga trauma.
"Banyak warga, termasuk anak-anak, trauma melihat anggota bersenjata. Tindakan represif tidak menyelesaikan masalah," kata Aziz.
Pihaknya juga melihat akun-akun di media sosial yang menampilkan situasi ini sebagai medan perang.
"Kami rasa pemerintah punya sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan masalah ini tanpa kekerasan," kata Aziz.
Aziz menegaskan bahwa warga di TNTN tidak merambah hutan.
"Warga tidak ada merambah hutan. Saat ini juga tidak ada pembukaan lahan baru karena warga sadar bahwa merambah hutan adalah melanggar hukum. Kalau tahu itu kawasan hutan, tidak mungkin digarap. Warga justru sangat mendukung pemerintah menjaga hutan habitat satwa," tutur Aziz.
Tanggapan Kodam soal Penempatan Militer
Sementara itu, Komando Daerah Militer (Kodam) XIX/Tuanku Tambusai (TT) menegaskan kembali bahwa penempatan personel di TNTN adalah keputusan negara yang bersifat berkelanjutan.
Tujuan utamanya untuk melindungi kepentingan masyarakat di dalam areal tersebut.
Penegasan ini disampaikan menyusul adanya insiden pengusiran anggota Satgas PKH oleh sekelompok orang beberapa hari lalu.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XIX Tuanku Tambusai, Letkol MF Rangkuti, menyatakan bahwa kehadiran TNI di lokasi bukan untuk menciptakan ketegangan, melainkan untuk menjaga stabilitas dan rasa aman.
"Masalah TNTN, (pengamanan) ini terus kami lanjutkan karena ini adalah keputusan negara, bukan keputusan Kodam," tegas Rangkuti saat diwawancarai wartawan pada Selasa (25/11/2025).
Rangkuti membenarkan sempat ada gejolak di lokasi beberapa hari lalu.
Setelah aksi demonstrasi, sekelompok massa bergerak ke lokasi dan sempat meminta petugas Satgas PKH pergi meninggalkan pos jaga.
Untuk menghindari insiden yang tidak diinginkan, kata dia, anggota satgas mengambil langkah taktis untuk mengalah dan menarik diri sementara waktu.
"Kami tidak mau ada insiden, maka mengalah, pindah ke tempat yang lebih netral," sebutnya.
Namun, pengamanan vital di TNTN segera dipulihkan.
Rangkuti mengonfirmasi bahwa pos yang sempat kosong telah ditempati lagi oleh Satgas.
Bahkan, jumlah personel ditambah untuk memastikan keamanan.
Penambahan personel oleh Kodam XIX/TT ini sejalan dengan komitmen TNI untuk menjaga ketertiban, terutama di wilayah rawan.
"Kami di sana bukan untuk berbuat anarkistis, melainkan melindungi kepentingan masyarakat yang ada di TNTN itu sendiri," tuturnya.
