Perjalanan Ekstrem Bocah Citamiang Garut: Berangkat Sekolah Saat Masih Gelap Gulita - Kompas
Perjalanan Ekstrem Bocah Citamiang Garut: Berangkat Sekolah Saat Masih Gelap Gulita

GARUT, KOMPAS.com - Adzan subuh baru saja usai berkumandang di Kampung Citamiang, Desa Cikondang, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, Senin (10/11/2025). Namun, di ujung kampung yang berbatasan dengan Sungai Cisanggiri, beberapa bocah sudah berkumpul mengenakan seragam sekolah.
Di bawah temaram lampu teras rumah warga, sejumlah siswa duduk sambil sarapan nasi yang dibungkus plastik. Satu per satu anak lainnya berdatangan diantar orangtuanya sambil membawa senter.
Tidak sampai sepuluh menit, puluhan anak dari jenjang SD hingga SMA sudah berkumpul. Mereka kemudian berjalan menuju jembatan rawayan sepanjang sekitar 70 meter yang hanya dibatasi tali seling baja.
“Hayu-hayu berangkat,” terdengar suara beberapa anak mengajak kawan-kawannya berangkat.
Setelah menyeberangi jembatan, para siswa menghadapi jalan berbatu basah sisa hujan dengan kontur menanjak dan panjang. Medan ini harus mereka lalui sekitar tiga kilometer untuk menuju SDN Cikondang 1 yang berada di pusat desa. Sementara siswa SMP dan SMA melanjutkan perjalanan lebih jauh melewati jalan desa yang sudah dirabat beton.
Perjalanan melewati hutan kecil dan kebun yang masih gelap inilah yang menurut para siswa paling menakutkan. Karena itu, mereka selalu berangkat bersama-sama.
Sekitar satu jam perjalanan, mereka tiba di saung kecil di tepi sawah untuk beristirahat sejenak. Dari titik ini, rombongan mulai terpecah menjadi beberapa kelompok.
Dari sandal ke sepatu

Tiba di ujung kampung Cikondang, para siswa mengganti sandal yang sejak dari rumah dibungkus plastik dengan sepatu sekolah. Sandal mereka ditata rapi di sebuah saung berukuran kecil dan baru dipakai kembali setibanya mereka pulang.
Nazwa (15), siswi kelas delapan SMPN 4 Cisompet, mengatakan dirinya tetap berkeinginan melanjutkan sekolah hingga SMA meski harus berjalan jauh.
Hal serupa disampaikan Aos (13), siswa kelas enam SDN Cikondang 1. Ia mengaku tetap bersemangat berangkat sekolah bersama teman-temannya meski harus berjalan saat hujan.
Anita (27), orangtua siswa, hampir setiap hari mendampingi para anak berangkat sekolah. Ia kerap membuat rekaman perjalanan mereka dan membagikannya di media sosial hingga mendapat perhatian warganet.
“Saya ingin orang di luar melihat dan berharap jalannya bisa diperbaiki, kasihan anak-anak,” kata Anita.
Ayat Hidayat (32), anggota BPD Cikondang, mengatakan perjuangan anak-anak Citamiang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Pada 2014, pemerintah membangun jembatan rawayan baru menggunakan bantuan luar negeri, dan beberapa tahun terakhir jalan mulai diperkeras, meski belum seluruhnya.
“Dulu jembatannya lebih parah dari sekarang,” jelasnya.
Ayat menyebut akses utama kampung masih sulit dilalui kendaraan. Warga yang sakit biasanya ditandu dulu ke jalan utama sebelum dijemput ambulans.
Kepala SDN Cikondang 1, Neli Andriany, mengatakan siswa dari Citamiang dikenal memiliki prestasi yang baik, termasuk seni tradisional pupuh Sunda.
“Rata-rata masuk sepuluh besar. Semangat mereka bagus,” ujar Neli.
Namun, ia mencatat dalam beberapa tahun terakhir prestasi akademik menurun sejak mulai adanya akses listrik dan jaringan telepon yang memungkinkan anak-anak menggunakan telepon genggam.
Meski begitu, semangat mereka untuk tetap bersekolah disebut tidak surut. Pada upacara Hari Pahlawan, Neli menyampaikan pesan bahwa anak-anak juga sedang berjuang seperti pahlawan untuk masa depan mereka.
“Semoga mereka bisa melanjutkan sampai perguruan tinggi,” ucapnya.