Skip to main content
728

Singapore Airlines Membatalkan Penerbangan Kemana-mana, Airbus Terbesar Diubah Jadi Restoran - Serambi Indonesia

Singapore Airlines Membatalkan Penerbangan Kemana-mana, Airbus Terbesar Diubah Jadi Restoran - Serambi Indonesia

  • tribunnews
Rabu, 30 September 2020 02:09
Reuterstribunnews
Pesawat Airbus A380-800 Singapore Airlines lepas landas dari bandara Zurich, Swiss. 

Hal itu untuk meningkatkan keuangannya yang terkena virus Corona setelah protes atas dampak lingkungan.

Dengan industri penerbangan dalam krisis yang parah, beberapa maskapai penerbangan termasuk Australia, Jepang dan Taiwan telah menawarkan penerbangan pendek.

Dimana dimulai dan diakhiri di bandara yang sama untuk mengumpulkan uang.

Mereka dirancang untuk orang-orang yang senang perjalanan yang ingin terbang pada saat pembatasan terkait virus, dan telah terbukti sangat populer, lansir AFP, Selasa (29/9/2020).

Tetapi maskapai penerbangan Singapura yang telah menghentikan hampir semua pesawatnya dan memangkas ribuan pekerjaan mengatakan telah membatalkan ide tersebut.

Maskapai ini telah menemukan ide alternatif untuk meningkatkan pendapatan, termasuk menawarkan tur dalam pesawat kepada pelanggan.

Termasuk menawarkan kesempatan untuk makan di dalam Airbus A380, pesawat komersial terbesar di dunia.

Singapore Airlines berencana mengubah salah satu jet jumbo yang di-ground-kan menjadi restoran pop-up dan menawarkan makanan pesawat yang diantar ke rumah sebagai bagian dari serangkaian inisiatif.

Hal itu untuk mencoba melibatkan kembali pelanggan yang belum dapat bepergian. karena pandemi virus corona.

Tanpa jaringan domestik, maskapai nasional negara-kota Asia Tenggara telah terpukul secara finansial oleh pembatasan perjalanan internasional dan baru-baru ini memberhentikan sekitar seperlima stafnya.

Maskapai ini juga mengatakan akan menawarkan tur ke pusat pelatihan dan pengalaman simulator penerbangan.

Tetapi membatalkan ide awal untuk mengikuti tren yang berkembang di Asia untuk penerbangan wisata menyusul reaksi atas dasar lingkungan.

 "Dengan COVID-19 yang secara drastis mengurangi jumlah penerbangan yang dioperasikan oleh Grup SIA, kami telah menciptakan aktivitas unik yang memungkinkan terlibat dengan pelanggan kami selama ini," kata Goh Choon Phong, CEO Singapore Airlines (SIA).

Mereka yang ingin makan di dalam pesawat bertingkat ganda A380, pesawat penumpang terbesar di dunia, dapat memilih antara kelas kabin yang berbeda dan menu yang dirancang oleh koki internasional. 

Pelanggan akan diberikan goodie bag dan mereka yang menggunakan pakaian tradisional untuk bersantap akan mendapatkan hadiah tambahan.

Jika pelanggan memilih agar makanan pesawat dikirim ke rumah mereka, mereka akan menerima video selamat datang.

"Panduan tentang cara memanaskan dan menghidangkan hidangan dan "daftar putar yang dikurasi khusus untuk menciptakan kembali pengalaman di pesawat SIA", kata maskapai itu.

Awal bulan ini, Thai Airways mengubah kafetaria markas besarnya di Bangkok menjadi restoran bertema maskapai penerbangan, yang dihiasi suku cadang dan kursi pesawat serta awak kabin berseragam lengkap.

Mengubah pesawat yang sudah pensiun menjadi restoran bukanlah konsep baru.

Tetapi menggunakan pesawat aktif untuk tujuan tersebut menunjukkan tekanan keuangan yang dialami maskapai penerbangan sangat tinggi.

Aktivis lingkungan telah menyuarakan penentangan terhadap Singapore Airlines meluncurkan "penerbangan ke mana-mana", dengan grup SG Climate Rally yang mengatakan akan mendorong perjalanan intensif karbon tanpa alasan yang baik.

"Kami percaya perjalanan udara selalu menyebabkan kerusakan lingkungan, dan sekarang adalah saat yang tepat bagi kami untuk berpikir serius tentang transisi alih-alih merindukan untuk kembali ke status quo yang merusak."

Maskapai tersebut mengatakan awal bulan ini memangkas sekitar 4.300 pekerjaan atau 20 persen dari tenaga kerjanya, maskapai juga melakukan PHK besar-besaran.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional memperkirakan bahwa maskapai penerbangan yang beroperasi di kawasan Asia-Pasifik akan mengalami kerugian gabungan 27,8 miliar dolar AS tahun ini.

Kelompok itu juga memperkirakan lalu lintas udara global tidak mungkin kembali ke tingkat sebelum virus Corona hingga setidaknya sampai 2024.(*)

Ikuti kami di

Posting Komentar

0 Komentar

728