Hampir Punah, Pisang Raksasa di Papua Barat Jadi Obat Malaria bagi Masyarakat Adat - TRIBUNNEWS
3 min read
Hampir Punah, Pisang Raksasa di Papua Barat Jadi Obat Malaria bagi Masyarakat Adat - Halaman all
Kamis, 24 Juni 2021 09:33
PISANG RAKSASA - Saat Hans Mandacan (36), warga Kampung Kwau, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari berpose di dekat Pisang Raksasa.
Laporan Wartawan TribunPapuaBarat.com, Safwan Ashari Raharusun
TRIBUN-PAPUA.COM, MANOKWARI - Pelepah Pisang Raksasa di Kampung Kwau, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, dipercaya dapat menyembuhkan penyakit Malaria.
Hans Mandacan (36), warga Kampung Kwau, mengatakan tradisi pengobatan Malaria sudah ada sejak nenek moyang.
"Awalnya ada orang yang punya pengetahuan tentang obat-obatan, namun tidak menempuh pendidikan khusus," kata Mandacan, kepada TribunPapuaBarat.com, Rabu (23/6/2021).
Ia menjelaskan, mereka menemukan ada indikasi Malaria, maka langsung diobati dengan ramuan tradisional.
"Biasanya mereka gunakan kandungan air pada pelepah pisang raksasa, dan diberikan ke masyarakat yang sedang sakit Malaria," tuturnya.
"Sudah sejak lama orang tua kami menjadikan air pelepah pisang raksasa sebagai obat tradisional (traditional medical)," jelas Mandacan.

Pria asal Pegunungan Arfak ini, menurunkan, penggunaan obat tradisional dari pisang raksasa ada dua cara.
"Ketika sakit, maka kita harus meminum dan mandi dari air yang terkandung dalam pelepah pisang raksasa," jelas Mandacan.
Untuk satu pohon, kata Mandacan, masyarakat biasanya mengambil pelepah pisang raksasa bisa lebih dari 10 kali.
Selain itu, Mandacan juga mengaku, tinggi pohon pisang raksasa bisa mencapai 25 meter, dan dua kali pelukan orang dewasa untuk besaran batang pohon pisang tersebut.
Terancam Punah
Kata Mandacan, pisang raksasa merupakan tumbuhan endemik Papua.
Pasalnya, tumbuhan ini hanya ada di Kwau, perbatasan antara Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.
"Saya sebagai anak Adat Arfak, juga sadar bahwa tumbuhan ini memang langkah dan hampir punah," ujarnya.
Sebagai generasi penerus, dirinya berkewajiban untuk tetap melestarikan tumbuhan tersebut. (*)
Penulis: Safwan Ashari Raharu
Editor: Roy Ratumakin
Sumber: Tribun Papua
Kamis, 24 Juni 2021 09:33
PISANG RAKSASA - Saat Hans Mandacan (36), warga Kampung Kwau, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari berpose di dekat Pisang Raksasa.Laporan Wartawan TribunPapuaBarat.com, Safwan Ashari Raharusun
TRIBUN-PAPUA.COM, MANOKWARI - Pelepah Pisang Raksasa di Kampung Kwau, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, dipercaya dapat menyembuhkan penyakit Malaria.
Hans Mandacan (36), warga Kampung Kwau, mengatakan tradisi pengobatan Malaria sudah ada sejak nenek moyang.
"Awalnya ada orang yang punya pengetahuan tentang obat-obatan, namun tidak menempuh pendidikan khusus," kata Mandacan, kepada TribunPapuaBarat.com, Rabu (23/6/2021).
Ia menjelaskan, mereka menemukan ada indikasi Malaria, maka langsung diobati dengan ramuan tradisional.
"Biasanya mereka gunakan kandungan air pada pelepah pisang raksasa, dan diberikan ke masyarakat yang sedang sakit Malaria," tuturnya.
"Sudah sejak lama orang tua kami menjadikan air pelepah pisang raksasa sebagai obat tradisional (traditional medical)," jelas Mandacan.

Pria asal Pegunungan Arfak ini, menurunkan, penggunaan obat tradisional dari pisang raksasa ada dua cara.
"Ketika sakit, maka kita harus meminum dan mandi dari air yang terkandung dalam pelepah pisang raksasa," jelas Mandacan.
Untuk satu pohon, kata Mandacan, masyarakat biasanya mengambil pelepah pisang raksasa bisa lebih dari 10 kali.
Selain itu, Mandacan juga mengaku, tinggi pohon pisang raksasa bisa mencapai 25 meter, dan dua kali pelukan orang dewasa untuk besaran batang pohon pisang tersebut.
Terancam Punah
Kata Mandacan, pisang raksasa merupakan tumbuhan endemik Papua.
Pasalnya, tumbuhan ini hanya ada di Kwau, perbatasan antara Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.
"Saya sebagai anak Adat Arfak, juga sadar bahwa tumbuhan ini memang langkah dan hampir punah," ujarnya.
Sebagai generasi penerus, dirinya berkewajiban untuk tetap melestarikan tumbuhan tersebut. (*)
Penulis: Safwan Ashari Raharu
Editor: Roy Ratumakin
Sumber: Tribun Papua