Cara Unik Petani Banjarnegara Tangkal Hama Tikus, Bikin Replika Ular dari Pelepah Daun Kelapa - Halaman all
Rabu, 7 Juli 2021 02:48
Petani Desa Kutayasa Banjarnegara atasi hama tikus dengan cara unik.
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Hama tikus menjadi ancaman serius bagi petani di Kabupaten Banjarnegara.
Berbagai cara dilakukan petani untuk membasmi hama itu, namun hama itu sulit dikendalikan.
Serangan hama tikus membuat petani merugi karena hasil panen berkurang.
Sepanjang jalan irigasi Desa Kutayasa Kecamatan Bawang, Banjarnegara, hamparan sawah hijau terlihat subur dan menyenangkan.
Tapi siapa sangka, di balik subur tanaman itu, ada air mata petani yang belum tuntas.
Mereka yang susah payah menanam dan merawat padi, namun justru kawanan tikus lah yang menikmati. Petani hanya bisa memanen padi sisa dimakan tikus sehingga hasilnya kurang.
Bahkan, tak jarang petani gagal panen karena telah habis dimakan tikus.
"Ada yang dua musim tanam tidak panen," kata Ruswanto, petani dari Desa Kutayasa, Kecamatan Bawang, Banjarnegara, Selasa (6/7/2021)
Ruswanto sendiri mengaku pernah hanya panen hanya 2 karung dari sepetak lahannya seluas sekitar 50 ubin. Padahal normalnya, ia bisa memanen antara 6 sampai 8 karung.
Hama tikus diakuinya paling sulit ditanggulangi. Jika serangga atau hama kecil lainnya bisa dibunuh dengan racun, tidak demikian dengan tikus.
Semakin keras petani berusaha membasmi, semakin ganas tikus menghabisi padi.
"Kalau diracun, semakin ganas, tambah habis (padinya), " katanya
Ruswanto pun akhirnya mencari cara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Ia melihat petani di Desa tetangga, Desa Winong punya cara beda untuk mengatasi serangan hama tikus.
Ia melihat petani itu mengusir hama tikus dengan cara menancapkan pelepah daun pohon kelapa kering di sawah.
Tak ada salahnya ia mencoba. Toh berbagai cara telah dilakukan namun belum ada yang efektif membasmi hama itu.
Ia mulai mengumpulkan pelepah daun pohon kelapa kering yang selama ini menjadi limbah atau kayu bakar. Ia membuang daunya hingga tinggal pelepah nya saja. Ia lantas membawanya ke sawah. Satu persatu ia tancapkan pelepah itu ke tanah sawah yang basah.
Tampak lah pelepah itu tegak berdiri di tengah sawah. Sekilas pemandangan itu cukup membingungkan. Apa maksudnya pelepah kering itu dipasang dengan posisi berdiri di sawah.
Jika diamati seksama, pelepah yang menancap dengan bentuk pangkalnya melebar itu mirip seperti ular. Persisnya ular yang tengah berdiri dengan posisi tudung (leher) melebar. Ular dengan posisi seperti itu biasanya tengah siap memangsa dengan bisa beracunnya. Semisal King Kobra atau sejenisnya.
"Ini buat ilak-ilak (penangkal), "katanya.
Dari situ jelas maksud petani memasang perangkap di sawah menggunakan pelepah kelapa. Ular selama ini menjadi musuh utama tikus. Ular merupakan predator yang memangsa tikus dalam teori rantai makanan.
Sayang, keberadaan predator alami itu semakin langka di sawah. Hama tikus merajalela karena tidak ada predator yang memangsa.
Ruswanto bukan hanya memasang pelepah dauh pohon kelapa yang membentuk ular. Ia juga memasang potongan plastik kresek memanjang dengan motif belang. Jika terkena angin, plastik yang menyerupai ular belang itu bergoyang seperti geliat ular.
Meski bukan ular betulan, benda mati itu diharapkan bisa menakut-nakuti kawanan tikus sehingga tidak berani mendekat.
Entah karena hal itu atau tidak, Ruswanto merasakan hama tikus di sawahnya semakin berkurang.
Hama tikus tetap menyerang, namun tidak banyak yang dimakan. Ia masih bisa menuai panen dengan jumlah lumayan.
"Dulu sempat hanya dikasih panen 2 kandi. Kemarin panen 6,5 kandi, pernah 8 kandi, Alhamdulillah, " katanya.
Ruswanto kini memilih cara lebih elegan untuk membasmi tikus. Ia enggan meracun yang dinilainya tak efektif mengusir hama tikus. Selain memasang replika ular dari bahan alam, ia juga sengaja memberi makan tikus di sawahnya dengan pangan selain padi.
Secara berkala, ia menebar ketela di sawah. Dengan ia memberi makan, ia berharap hama tikus tidak memakan habis padinya. Sehingga padinya selamat dan ia bisa memanennya.
"Saya kirimi ketela, saya letakkan di sawah. Ketelanya habis dimakan, " katanya.(*)
Penulis: khoirul muzaki
Editor: rival al manaf
Sumber: Tribun Jateng
Rabu, 7 Juli 2021 02:48
Petani Desa Kutayasa Banjarnegara atasi hama tikus dengan cara unik.

Berbagai cara dilakukan petani untuk membasmi hama itu, namun hama itu sulit dikendalikan.
Serangan hama tikus membuat petani merugi karena hasil panen berkurang.
Sepanjang jalan irigasi Desa Kutayasa Kecamatan Bawang, Banjarnegara, hamparan sawah hijau terlihat subur dan menyenangkan.
Tapi siapa sangka, di balik subur tanaman itu, ada air mata petani yang belum tuntas.
Mereka yang susah payah menanam dan merawat padi, namun justru kawanan tikus lah yang menikmati. Petani hanya bisa memanen padi sisa dimakan tikus sehingga hasilnya kurang.
Bahkan, tak jarang petani gagal panen karena telah habis dimakan tikus.
"Ada yang dua musim tanam tidak panen," kata Ruswanto, petani dari Desa Kutayasa, Kecamatan Bawang, Banjarnegara, Selasa (6/7/2021)
Ruswanto sendiri mengaku pernah hanya panen hanya 2 karung dari sepetak lahannya seluas sekitar 50 ubin. Padahal normalnya, ia bisa memanen antara 6 sampai 8 karung.
Hama tikus diakuinya paling sulit ditanggulangi. Jika serangga atau hama kecil lainnya bisa dibunuh dengan racun, tidak demikian dengan tikus.
Semakin keras petani berusaha membasmi, semakin ganas tikus menghabisi padi.
"Kalau diracun, semakin ganas, tambah habis (padinya), " katanya
Ruswanto pun akhirnya mencari cara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Ia melihat petani di Desa tetangga, Desa Winong punya cara beda untuk mengatasi serangan hama tikus.
Ia melihat petani itu mengusir hama tikus dengan cara menancapkan pelepah daun pohon kelapa kering di sawah.
Tak ada salahnya ia mencoba. Toh berbagai cara telah dilakukan namun belum ada yang efektif membasmi hama itu.
Ia mulai mengumpulkan pelepah daun pohon kelapa kering yang selama ini menjadi limbah atau kayu bakar. Ia membuang daunya hingga tinggal pelepah nya saja. Ia lantas membawanya ke sawah. Satu persatu ia tancapkan pelepah itu ke tanah sawah yang basah.
Tampak lah pelepah itu tegak berdiri di tengah sawah. Sekilas pemandangan itu cukup membingungkan. Apa maksudnya pelepah kering itu dipasang dengan posisi berdiri di sawah.
Jika diamati seksama, pelepah yang menancap dengan bentuk pangkalnya melebar itu mirip seperti ular. Persisnya ular yang tengah berdiri dengan posisi tudung (leher) melebar. Ular dengan posisi seperti itu biasanya tengah siap memangsa dengan bisa beracunnya. Semisal King Kobra atau sejenisnya.
"Ini buat ilak-ilak (penangkal), "katanya.
Dari situ jelas maksud petani memasang perangkap di sawah menggunakan pelepah kelapa. Ular selama ini menjadi musuh utama tikus. Ular merupakan predator yang memangsa tikus dalam teori rantai makanan.
Sayang, keberadaan predator alami itu semakin langka di sawah. Hama tikus merajalela karena tidak ada predator yang memangsa.
Ruswanto bukan hanya memasang pelepah dauh pohon kelapa yang membentuk ular. Ia juga memasang potongan plastik kresek memanjang dengan motif belang. Jika terkena angin, plastik yang menyerupai ular belang itu bergoyang seperti geliat ular.
Meski bukan ular betulan, benda mati itu diharapkan bisa menakut-nakuti kawanan tikus sehingga tidak berani mendekat.
Entah karena hal itu atau tidak, Ruswanto merasakan hama tikus di sawahnya semakin berkurang.
Hama tikus tetap menyerang, namun tidak banyak yang dimakan. Ia masih bisa menuai panen dengan jumlah lumayan.
"Dulu sempat hanya dikasih panen 2 kandi. Kemarin panen 6,5 kandi, pernah 8 kandi, Alhamdulillah, " katanya.
Ruswanto kini memilih cara lebih elegan untuk membasmi tikus. Ia enggan meracun yang dinilainya tak efektif mengusir hama tikus. Selain memasang replika ular dari bahan alam, ia juga sengaja memberi makan tikus di sawahnya dengan pangan selain padi.
Secara berkala, ia menebar ketela di sawah. Dengan ia memberi makan, ia berharap hama tikus tidak memakan habis padinya. Sehingga padinya selamat dan ia bisa memanennya.
"Saya kirimi ketela, saya letakkan di sawah. Ketelanya habis dimakan, " katanya.(*)
Penulis: khoirul muzaki
Editor: rival al manaf
Sumber: Tribun Jateng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar