AS Hamburkan Rp32.000 T di Afghanistan, Paling Gede buat Ini! - CNBC Indonesia

 

AS Hamburkan Rp32.000 T di Afghanistan, Paling Gede buat Ini!

tahir saleh, CNBC Indonesia
News
Minggu, 22/08/2021 10:40 WIB
Foto: Pejuang Taliban menguasai istana kepresidenan Afghanistan setelah Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melarikan diri. (AP/Zabi Karimi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) ternyata telah menghabiskan sekitar US$ 2,26 triliun atau setara dengan Rp 32.318 triliun (kurs Rp 14.300/US$) untuk membiayai proyek perang di Afghanistan sejak menginvasi pada Desember 2001

Hal ini berdasarkan hitungan yang dilakukan oleh Brown University, di mana perang di Afghanistan menjadi perang terpanjang bagi AS dan dinilai berakhir kacau dan 'memalukan'.

Data tersebut dirangkum oleh Watson Institute of International & Pubic Affairs dari Universitas Brown, dilansir Al-Jazeera, dikutip Minggu ini (22/8).

Secara rinci dari total dana tersebut, anggaran terbesar untuk bujet perang di Kementerian Pertahanan yakni mencapai US$ 933 miliar atau setara dengan Rp 13.340 triliun, lalu sekitar US$ 530 miliar atau setara dengan Rp 7.579 triliun dipergunakan untuk membayar bunga atas uang yang dipinjam pemerintah AS untuk membiayai perang.

Berikutnya sebesar US$ 443 miliar atau setara Rp 6.335 triliun untuk tambahan bujet Kemenhan, lalu US$ 296 miliar atau Rp 4.233 triliun untuk biaya perawatan kesehatan veteran dan korban perang yang mengalami disabilitas, dan terakhir US$ 59 miliar atau Rp 844 triliun untuk dana perang di Kementerian Luar Negeri AS (State Departement).

Belanja AS sejak 2001 di Afghanistan, Brown University
s Watson Institute of International & Pubic Affairs, dok. Al-Jazeera" title="Belanja AS sejak 2001 di Afghanistan, Brown University's Watson Institute of International & Pubic Affairs, dok. Al-Jazeera" />Foto: Belanja AS sejak 2001 di Afghanistan, Brown University's Watson Institute of International & Pubic Affairs, dok. Al-Jazeera
Belanja AS sejak 2001 di Afghanistan, Brown University's Watson Institute of International & Pubic Affairs, dok. Al-Jazeera

Militer AS pertama kali masuk menginvasi Afghanistan sejak Desember 2001 setelah terjadi serangan teror di AS yang menewaskan hampir 3.000 jiwa pada 11 September 2001.

Dalam serangan yang terkenal dengan sebutan 9/11 ini, beberapa pesawat yang dibajak menabrak gedung World Trade Center (WTC) di New York dan Pentagon di Arlington County, Virginia.

Osama bin Laden, pemimpin kelompok teroris al-Qaeda, dinyatakan sebagai pihak yang bertanggungjawab atas serangan tersebut. Namun Taliban, kelompok radikal Islam yang menguasai Afghanistan saat itu, dan melindungi Bin Laden dan menolak untuk menyerahkannya ke AS yang kala itu dipimpin George W Bush (Januari 2001-2009).

Itulah sebabnya, sebulan setelah tragedi 9/11 itu, AS melancarkan serangan udara ke Afghanistan guna menyerang Taliban dan al-Qaeda.

Tapi kini, setelah 20 tahun berlalu, akhirnya tercapai peace deal, dan kini AS akan menarik diri seluruhnya setelah Presiden AS Joe Biden akan memulangkan semua pasukan AS paling lambat 11 September mendatang.

Di sisi lain, meski AS telah menghabiskan triliunan dolar, namun ekonomi Afghanistan tidak banyak terbantu dan bahkan menjadi salah satu negara termiskin di dunia.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani bahkan mengatakan 90% populasi penduduknya harus hidup dengan penghasilan di bawah US$ 2 dolar (Rp 28.000) per hari.

Mirisnya pasar gelap justru berkembang pesat sejak Taliban diusir dari Afghanistan tahun 2001, di mana negara tersebut bahkan menjadi pemasok opium dan heroin.

Kini pembangunan di Afganistan telah kehilangan harapan. Presiden Ashraf Ghani telah melarikan diri dan membiarkan Taliban duduk di kursi pemerintahannya.

Dana sebesar US$ 2 triliun itu sebetulnya juga sama dengan dana anggaran infrastruktur era Presiden Joe Biden.

Pada 31 Maret 2021, Biden merilis rencana pendanaan infrastruktur jumbo sebesar US$ 2 triliun atau setara dengan Rp 28.000 triliun untuk mempercepat pembangunan ekonomi pascapandemi Covid-19 di negeri adidaya itu.

Baca Juga

Komentar