Ketika Barat Masih Diskusikan Bantuan ke Afghanistan, China Gerak Cepat
Jakarta -
Keadaan ekonomi Afganistan yang telah lama dilanda konflik dan krisis kemanusiaan kini bertambah suram sejak Taliban mengambil alih kendali pemerintahan. Namun Amerika Serikat dan negara Barat lainnya hingga kini masih enggan memberikan dana kepada Taliban sampai gerakan militan Islam ini mau memberikan jaminan bahwa mereka akan menegakkan hak asasi manusia, dan khususnya hak-hak perempuan.
Aset negara itu yakni sekitar 10 miliar dolar AS yang yang disimpan di luar negeri hingga kini masih juga dibekukan.
"Tujuan yang dapat dipahami yaitu untuk menihilkan dana ini untuk (dipakai oleh) pemerintahan de facto Taliban," kata Deborah Lyons, perwakilan khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afganistan, kepada Dewan Keamanan PBB tentang pembekuan dana tersebut.
"Namun, efek yang tak terhindarkan adalah parahnya penurunan ekonomi yang dapat membuat jutaan orang jatuh ke dalam kemiskinan dan kelaparan, dapat menghasilkan gelombang besar pengungsi dari Afganistan, dan memang membuat Afganistan mundur beberapa generasi," lanjut Lyons.
Selain itu, efek lain dari pembekuan dana ini adalah Afganistan cenderung lebih dekat ke negara tetangganya yakni Cina dan Pakistan. Kedua negara ini memang telah mengirim banyak pasokan ke Afganistan. Keduanya juga mengisyaratkan bahwa mereka terbuka untuk lebih terlibat dalam membantu negara itu.
Bantuan dari Cina dan Pakistan
Pada pekan lalu, Cina mengumumkan akan mengirim bantuan makanan dan pasokan kesehatan senilai 31 juta dolar AS ke Afganistan. Ini menjadi salah satu di antara janji pemberian bantuan asing pertama sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada bulan lalu.
Pakistan pada pekan lalu juga mengirim pasokan seperti minyak goreng dan obat-obatan ke pihak berwenang di Kabul. Menteri Luar Negeri Afganistan sebelumnya telah meminta masyarakat internasional untuk memberikan bantuan tanpa syarat dan mencairkan aset Afganistan di luar negeri.
Sementara kedua negara tetangga telah bergerak, sekitar 40 menteri negara-negara donor dijadwalkan akan berunding di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pada Senin (13/09) untuk mendiskusikan pemberian bantuan bagi Afganistan.
PBB memperkirakan bahwa pada Desember tahun ini Afganistan akan butuh bantuan dengan nilai sekitar 606 juta dolar AS. Banyak negara bersedia memberikan bantuan kemanusiaan. Namun mereka khawatir akan distribusi dan pembelanjaan bantuan tersebut mengingat Taliban yang memegang kendali. Negara-negara donor mengatakan harus ada persyaratan khusus pada setiap pemberian sumbangan.
Tertarik tambang mineral, terancam gerakan militan
Pakistan memang punya hubungan yang mendalam dengan Taliban dan telah dituduh ikut mendukung kelompok itu saat mereka memerangi pemerintah yang didukung AS di Kabul selama 20 tahun. Namun Islamabad membantah tuduhan ini.
Sementara Cina, selain punya aliansi kuat dengan Pakistan, juga ada keterlibatan dengan Taliban. Beberapa analis mengatakan negara itu tertarik dengan kekayaan mineral Afganistan, termasuk cadangan lithium dalam jumlah besar yang menjadi komponen kunci produksi kendaraan listrik.
Namun Cina juga menyatakan keprihatinannya akan militansi yang dapat menyebar dari Afganistan melintasi perbatasan ke negaranya. Karena itu, Cina ingin administrasi Taliban membantu mengatasinya.
Di luar bantuan kemanusiaan, beberapa ahli dan pejabat di kawasan itu mengatakan proyek raksasa Jalur Sutra yaitu Belt and Road Initiative (BRI) oleh Cina dapat memberi bantuan bagi kelangsungan ekonomi Afganistan dalam jangka panjang.
Satu kemungkinan adalah bergabungnya Afganistan dengan Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC) yang menjadi bagian utama proyek BRI. Beijing telah menjanjikan dana lebih dari 60 miliar dolar AS untuk proyek infrastruktur di Pakistan ini dan sebagian besar dalam bentuk pinjaman.
"Taliban akan dengan senang hati bergabung dengan CPEC, Cina juga akan sangat senang," ujar Rustam Shah Mohmand, mantan duta besar Pakistan untuk Afganistan.
Cina belum memberikan komentar apa pun tentang BRI, tetapi Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan Beijing siap untuk secara aktif membahas dibukanya kembali jalur kereta barang dari Cina ke Afganistan dan memfasilitasi interaksi Afganistan dengan dunia luar.
Sementara Kementerian Luar Negeri Pakistan dan juru bicara Taliban belum berkomentar terkait hal ini.
"Taliban sambut baik investasi asing"
Para pemimpin Taliban dalam beberapa pekan terakhir mengatakan mereka ingin menjalin hubungan baik dengan Cina.
Seorang sumber senior Taliban mengatakan diskusi tentang kemungkinan peluang investasi dengan Cina telah dilakukan di Doha, Qatar. Cina secara khusus menyatakan ketertarikan pada sektor pertambangan, tetapi aktivitas apa pun di sektor ini akan terbuka untuk ditender, kata sumber itu.
"Taliban menyambut baik investasi asing yang akan menguntungkan negara," kata sumber tersebut.
Dua sumber di Afganistan dan Pakistan yang mengetahui masalah ini mengatakan bahwa selama ini Cina telah secara proaktif mendorong Afganistan untuk bergabung dengan CPEC. Namun pemerintah sebelumnya yang didukung AS tidak menanggapinya dengan komitmen penuh. Taliban yang kini sangat butuh stimulus ekonomi dan pengakuan internasional terlihat lebih antusias.
"Jalan terbaik ke depan dan opsi alternatif yang segera tersedia untuk pembangunan ekonomi Afganistan adalah CPEC, yang juga melibatkan Pakistan dan Cina," kata Mushahid Hussain Sayed, seorang senator Pakistan dan mantan ketua China-Pakistan Institute. "Pemerintahan baru di Kabul juga akan menerima ini dan mereka tertarik."
Namun, bagi Cina yang memang punya kepentingan pertambangan di Afganistan, setiap investasi akan disertai risiko, mengingat situasi keamanan yang tidak pasti di negara itu.
ae/hp (Reuters, dpa)
Simak video 'China Siap Bimbing Taliban Untuk Mendapat Pengakuan Internasional':
Komentar
Posting Komentar