Menilik Potensi Kinerja Keuangan dan Saham Indosat dan Tri usai Merger - Katadata

 

Menilik Potensi Kinerja Keuangan dan Saham Indosat dan Tri usai Merger

Sejumlah pengemudi sepedah motor melintas di depan gedung Indosat, Jakarta Pusat
Sejumlah pengemudi sepedah motor melintas di depan gedung Indosat, Jakarta Pusat

Rencana merger PT Indosat Tbk (ISAT) dengan PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) menjadi PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk diproyeksi bisa membawa potensi besar, baik dari sisi keuangan maupun pergerakan harga sahamnya di pasar modal.

Tim analis Samuel Sekuritas Indonesia menilai merger ini memperkuat posisi Indosat sebagai operator telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia, di belakang PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) milik PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM). Indosat juga makin menjauhi pesaing terdekatnya PT XL Axiata Tbk (EXCL).

Merger bisa membuat jumlah pengguna gabungan mencapai 104,3 juta per semester I-2021, terdiri dari Indosat 60,3 juta dan Hutch Tri 44 juta. Angka tersebut membawa Indosat semakin mendekati pengguna Telkom sebanyak 169 juta dan meninggalkan pesaingnya, XL Axiata yang memiliki 56,7 juta pengguna.

Penggabungan juga membawa dampak pada kapasitas spektrum yang mencapai 72,5 MHz (unpaired) dan 145 MHz (paired) di rentang frekuensi 850/900 MHz, 1.800 MHz, dan 2.100MHz. Spektrum merger Indosat ini mendekati spektrum milik Telkomsel di 102,5 MHz (unpaired) dan 155 MHz (paired) di frekuensi yang sama.

Menurut tim riset Samuel Sekuritas, gabungan dari pendapatan kedua perusahaan tersebut pada 2021 ini bisa mencapai US$ 3 miliar atau setara Rp 42,68 triliun. Sementara itu, potensi pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) mencapai US$ 1,1 miliar atau Rp 15,65 triliun.

"Kami meyakini merger dari dua perusahaan besar telekomunikasi ini akan mempermudah langkah Indosat untuk berinvestasi di sektor 5G, serta menambah efisiensi biaya operasional," kata tim riset Samuel Sekuritas.

Selain itu, konsolidasi ini membuat persaingan di industri telekomunikasi menjadi lebih longgar. Efeknya, persaingan tarif antara perusahaan telekomunikasi bisa mereda. Akibatnya, perusahaan bisa memperkuat kondisi keuangan.

Tim riset menilai proses merger ini punya peluang besar untuk tidak melakukan penawaran tender atau tender offer wajib bagi pemegang saham minoritas. Berdasarkan perhitungan tim riset, nilai saham Indosat dalam proses merger ini bernilai Rp 6.371 per saham, lebih rendah 11% dari harga harga penutupan 16 september 2021 senilai Rp 7.125.

"Namun, menurut Ooredoo, harga pelaksanaan Rp 5.247 per saham, sehingga semakin menekankan bahwa tidak ada tender offer wajib bagi pemegang saham minoritas," kata tim riset Samuel Sekuritas.

Pada kesempatan berbeda, Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan, nilai aset kedua perusahaan gabungan tidak akan berbeda jauh dari nilai akuisisi, sekitar US$ 6 miliar atau setara Rp 85,37 triliun.

Penggabungan kedua perusahaan tersebut berpotensi menghasilkan pendapatan tahunan mencapai US$ 3 miliar dengan pangsa pasar 25%, terbesar kedua setelah Telkom. "Laba bersih sebelum pajak estimasi sekitar US$ 300 juta sampai US$ 500 juta (Rp 4,28 triliun sampai Rp 7,14 triliun) per tahun akibat hasil dari merger tersebut," kata Janson kepada Katadata.co.id, Senin (20/9).

Sementara itu, analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas belum bisa membayangkan keuntungan dari hasil merger kedua perusahaan. Hanya saja, nilai aset keduanya punya potensi mencapai Rp 120,8 triliun, berasal dari aset Tri Rp 50,4 triliun dan aset Indosat Rp 70,4 triliun.

Sukarno menilai, merger ini punya dampak positif kepada pergerakan harga saham ISAT di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena ada peluang tercipta kinerja yang lebih baik. "Dengan asumsi ada efisiensi yang terjadi dan dari merger ini akan menjadi lebih solid ke depannya," kata Sukarno.

Meski begitu, untuk jangka pendek, harga saham berkode emiten ISAT masih akan pergerakan sideways karena harga sahamnya sempat menguat di level Rp 7.425. Padahal, berdasarkan analisisnya, harga saham Indosat tersebut belum mampu bertahan di atasnya saat ini.

"Jadi perkiraannya masih akan cenderung konsolidasi dengan kecenderungan melemah dulu," kata Sukarno.

Hal itu terlihat dari perdagangan saham Indosat pada dua hari terakhir. Pada 17 September 2021 harga sahamnya turun 3,16% menjadi Rp 6.900. Lalu pada perdagangan selanjutnya 20 September 2021 turun 1,45% menjadi Rp 6.800.

Meski dalam dua hari terakhir harga saham Indosat turun, sejak awal tahun tercatat harga sahamnya mengalami penguatan signifikan 34,65%. Bahkan, harga saham Indosat tercatat mampu menguat hingga 175,3% dalam setahun terakhir.

Nasib Frekuensi

Terkait dengan merger, Director & Chief Operating Officer Indosat Vikram Sinha optimistis kejadian merger PT XL Axiata Tbk dengan PT AXIS Telekom terkait frekuensi tidak terulang lagi. Pasalnya, peraturan yang berlaku saat ini berbeda dengan peraturan pada merger XL dengan AXIS pada 2014 lalu.

Seperti diketahui, merger XL dengan AXIS membuat perusahaan hasil merger tidak mengantongi izin penggunaan frekuensi secara penuh. Frekuensi milik AXIS sebesar 10 MHz di frekuensi 2.100, dikembalikan ke pemerintah. Sementara frekuensi 1.800 sejumlah 15 MHz, diberikan kepada XL setelah merger.

Peraturan baru tersebut tercantum dalam Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran. Dalam Peraturan Pemerintah turunannya dijelaskan, penyelenggara telekomunikasi pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio dapat melakukan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya.

Vikram meyakini dengan peraturan omnibus law ini, Indosat Ooredoo Hutchison akan memiliki maksimal frekuensi. Peraturan baru tersebut juga dinilai sangat penting bagi bisnis di sektor telekomunikasi.

Menurutnya, pemerintah juga memiliki kepentingan pemanfaatan spektrum secara efektif, terlebih di tengah pandemi Covid-19. "Itu sebabnya omnibus law yang mendukung para pemegang saham seberapa yakin mereka siap berinvestasi," kata Vikram ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (17/9).

Vikram mengatakan merger Indosat Ooredoo Hutchison tidak bisa disamakan nasibnya dengan merger XL Axiata. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, perah industri telekomunikasi sangat penting bagi pemerintah. Sehingga, spektrum maksimal untuk Indosat bisa membantu efektivitas.

"Jadi kami bekerja dengan semua pejabat pengatur dan kami akan melangkah selangkah demi selangkah. Tapi perbandingan itu salah ketika membandingkan XL Axiata dengan Indosat," katanya.

Baca Juga

Komentar