Cerita Penambang Pasir Selamat dari Erupsi Semeru karena Melihat Tanda Ini
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg.okezone.com%2Fokz%2F500%2Fcontent%2F2021%2F12%2F11%2F337%2F2515452%2Fcerita-penambang-pasir-selamat-dari-erupsi-semeru-karena-melihat-tanda-ini-X3jHwG10bR.jpg)
LUMAJANG - Sejumlah penambang pasir diduga terkubur akibat erupsi Gunung Semeru. Sepekan lebih dari erupsi Gunung Semeru nasib mereka pun belum diketahui, baru beberapa penambang yang diduga ditemukan di Curah Kobokan, yang menjadi tempat penambangan pasir.
Penambang pasir memang menjadi mata pencarian yang menjanjikan bagi warga sekitar Pronojiwo. Material vulkanik membuat pasir dari Gunung Semeru menjadi pundi-pundi penghasilan utama warga.
Apalagi sejak erupsi Gunung Semeru di 2020 lalu, material vulkanik pasir yang keluar dari Gunung Semeru menjadi rebutan masyarakat. Setiap kali banjir lahar dingin keluar, material pasir selalu terbawa ke beberapa sungai yang jadi aliran di Sungai Semeru, di antaranya Sungai Sumbersari dan Sungai Besuk Kobokan,
Ponidi, warga Dusun Umbulan, Desa Supiturang mengakui, bila hampir sebagian besar warga di Kecamatan Pronojiwo ini mengandalkan mata pencaharian sebagai penambang pasir. Tak jarang mereka nekat bertaruh nyawa saat banjir lahar dingin surut langsung menambang pasir di tengah.
"Kalau orang sini banjir lahar itu berkah, biasanya habis itu mereka langsung berburu mencari pasir. Matapencaharian orang sini kebanyakan nambang (penambang pasir)," kata Ponidi, saat ditemui pada Sabtu (11/12/2021).
Ia juga merupakan satu dari ratusan penambang pasir yang kerap beraktivitas di Sungai Sumbersari dan Sungai Besuk Kobokan. Kendati memiliki area perkebunan cabai, tetapi hasil utama nafkahnya berasal dari penambang pasir.
"Kalau nambang pasir itu lebih menjanjikan memang, kalau nambang dapat Rp150 ribu rata-rata sehari, paling sedikit sehari Rp50 ribu. Itu biasanya saya kerja jam 7 pagi sampai jam 2 siang atau 4 sore," ungkap pria dengan tujuh orang anak itu.
Pendapatan itu dikatakan Ponidi bisa lebih dari Rp150 ribu tergantung orang yang ikut menggali pasirnya. Satu penambang bahkan ada yang biasanya mendapat Rp300 ribu per hari. Hasil itu merupakan bagi hasil dari kuli penambang, supir truk, dan setoran yang diberikan ke pemilik truk dan sang juragan.
Nasib Ponidi beruntung, ia tak menjadi korban terkuburnya material erupsi Gunung Semeru. Mengingat ia sudah dua hari meliburkan diri menambang pasir lantaran merasa ada sesuatu yang mengganjal.
"Kayak sudah firasat nggak enak, makanya libur dua hari itu nambang. Kalau mungkin ikut nambang waktu itu, ya nggak tahu juga masih ada atau enggak saya, tetangga ada yang ikut kekubur," katanya.
Cerita Ponidi hampir sama dengan yang dialami Sulianto (21), ia merupakan penambang pasir yang tengah beraktivitas saat erupsi Gunung Semeru terjadi pada Sabtu 4 Desember 2021 lalu. Saat itu, ia tengah menambang pasir di sekitar Sungai Sumbersari, dekat rumahnya dengan sembilan orang rekan seprofesinya.
"Waktu kejadian ada 9 orang, yang 7 orang itu bisa melarikan diri selamat. Yang dua orang yang saya kenal ini belum ketemu. Kalau yang lain banyak yang belum ketemu, tapi nggak kenal, tapi saya pastikan ada lebih dari lima orang," bebernya.
Pemuda ini beruntung melihat tanda-tanda amukan gunung tertinggi di Pulau Jawa itu sesaat sebelum awan panas menyapu kawasan pertambangan pasir di kaki Gunung Semeru itu. "Waktu itu banjir terus saya lihat gunungnya itu nggak kelihatan asap tebal hitam, makanya 20 menitan saya langsung lari nggak tahu lagi gimana yang di bawah nambang," jelasnya.
Kini nasib Ponidi dan Sulianto masih belum jelas sejak delapan hari pasca erupsi Gunung Semeru. Mereka tinggal sementara di pengungsian, Ponidi tinggal di SDN Supiturang 4 dan Sulianto tinggal menumpang di kerabat keluarganya. Keduanya belum tahu apakah keduanya bakal kembali menambang, mengingat saat ini material erupsi Gunung Semeru tentunya masih panas.
"Dilihat dulu kondisinya, kalau sekarang ya panas makanya nggak berani. Dulu saja yang 2020, nunggu hampir 6 bulan baru bisa dimanfaatkan," ucap Ponidi.
Saat ini keduanya berharap hal utama adalah tempat tinggal sementara. Sebab keduanya juga tahu tak mungkin terus-terusan tinggal di pengungsian dan di rumah keluarganya. "Yang penting punya tempat tinggal dulu. Pengen cepat dapat rumah untuk memulihkan perekonomian," ungkap dia.
Camat Pronojiwo Abdillah Irsyad menuturkan, selain petani mata pencaharian utama warga di Kecamatan Pronojiwo ini adalah penambang pasir. Pasir dari material Gunung Semeru terkenal kualitas sangat bagus, sehingga laku cukup mahal ketika dijual.
"Hampir 40 persen penambang pasir, itu tertinggi setelah petani, kalau petani mayoritas," ucap Irsyad saat dikonfirmasi.
Dirinya meyakini ada alternatif pekerjaan lain selain penambang pasir bagi warganya. Meski diakui saat ini selain penambang pasir, ada beberapa petani yang juga terdampak erupsi Gunung Semeru. "Kami masih melakukan pendataan terkait kerusakan yang ditimbulkan, pendataan dilakukan oleh dinas kesehatan," tukasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar