Ketum PBNU Said Aqil: 212 Bukan Kebangkitan Islam, Tujuannya Politik - CNN Indonesia

 

Ketum PBNU Said Aqil: 212 Bukan Kebangkitan Islam, Tujuannya Politik

Senin, 13 Dec 2021 13:39 WIB

Ketum PBNU Said Aqil Siradj menilai gerakan 212 bukanlah titik kebangkitan Islam. Gerakan 212, kata Said, hanya bertujuan politik yang mengatasnamakan agama.

Ketum PBNU Said Aqil Siradj menilai gerakan 212 bukanlah titik kebangkitan Islam. Gerakan 212, kata Said, hanya bertujuan politik yang mengatasnamakan agama. Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj menilai momen menghadapi gerakan 212 yang digawangi mantan pimpinan FPI, Rizieq Shihab merupakan tantangan yang luar biasa.

Menurut Said, sebagian orang di dalam tubuh NU memandang 212 sebagai kesempatan kebangkitan Islam. Sebaliknya, Said memandang 212 sebagai gerakan politik yang mengatasnamakan agama.

"Menghadapi 212 menurut saya luar biasa kerasnya tantangan itu... kalau menurut saya itu bukan kebangkitan Islam, karena itu tujuannya politik yang mengatasnamakan agama," kata Said dalam dalam wawancara Gagasan Kiai Said Menuju Muktamar NU yang diunggah TV NU, Minggu (12/12).

Said mengatakan saat itu memang terdapat banyak orang yang tidak sepakat dengan gerakan 212. Namun, ia mengklaim satu-satunya orang yang menolak 212 secara jelas adalah dirinya.

Said menegaskan bahwa 212 bukanlah gerakan kebangkitan Islam. Sebab, kata Said, peserta 212 tidur di masjid dan melakukan ibadah salat di lapangan. Menurutnya, itu satu bentuk contoh yang tidak benar.

"Satu-satunya orang yang bersuara keras menolak 212 adalah saya, barangkali menolak banyak tapi yang dengan ucapan yang jelas terang benderang hanya saya barangkali," ujarnya.

Gerakan 212 mencuat pada 2017, menjelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta. Gerakan ini melakukan protes keras terhadap pernyataan Plt Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dinilai menistakan agama Islam.

Setelah itu, pengadilan menyatakan Ahok bersalah dan ia kalah dalam putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

Said mengatakan dalam momentum politik seperti Pilkada dan pemilihan legislatif, ia menjaga agar NU sebagai organisasi keagamaan bersikap netral.

Namun, kata Said, pada momentum pemilihan presiden 2019 kemarin sedikit berbeda. Sebab, saat itu, Rais Aam PBNU, Ma'ruf Amin dicalonkan sebagai wakil presiden mendampingi petahana Joko Widodo.

"Ada Rais Aam, tidak sembarangan ini, puncak tertingginya NU jadi calon Wapres, jadi kita waktu itu sulit untuk menjadikan netralitas di NU," ujar Said.


(rzr/ugo)

Saksikan Video di Bawah Ini:

VIDEO: Rebutan Kursi Ketum Jelang Muktamar ke-34 NU

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya