Pidato Said Aqil pada Muktamar ke-34 NU, Nasionalisme dan Agama Harus saling Menguatkan - TRIBUNNEWS

 

Pidato Said Aqil pada Muktamar ke-34 NU, Nasionalisme dan Agama Harus saling Menguatkan - Halaman all

Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Presiden dan Wapres menghadiri pembukaan Muktamar NU ke-34 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Daarussa'adah, Seputih Jaya, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021)
Presiden dan Wapres menghadiri pembukaan Muktamar NU ke-34 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Daarussa'adah, Seputih Jaya, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021)

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siradj menjelaskan antara Nasionalisme dan Agama harus saling menguatkan satu dengan lainnya.

Jangan sampai, kata Said Aqil, kedua pemahaman ini menimbulkan pertentangan.

Hal itu disampaikan Said Aqil saat memberi sambutan pada pembukaan Muktamar NU ke-34 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Daarussa'adah, Seputih Jaya, Lampung Tengah melalui siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Rabu (22/12/2021).

Pernyataan tersebut disampaikan Said Aqil, mengacu wasiat dari seorang ulama besar bergelar pahlawan nasional Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari.

"Nasionalisme dan Agama adalah dua kutub yang saling menguatkan."

"Keduanya jangan dipertentangkan. Demikianlah pusaka wasiat dari Hadratussyaikh Kyai Hasyim Asy’ari yang diamini dan disuarakan ribuan ulama Pesantren," kata Said Aqil.

Wasiat ini sejalan dengan sifat NU yang memoderasi polarisasi kedua kutub tersebut.

"Bagi NU dan pesantren, menjaga NKRI adalah amanah karena hanya dengan bersetia kepada konstitusi, tatanan bersama dapat terselenggara," kata Said Aqil.

Kegiatan yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amintersebut mengusung tema 'Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia'.

Dalam hal ini, Said Aqil menegaskan, NU hadir untuk terus mengembangkan berbagai peran kemanusiaan.

Said Aqil menyebut, pribadi-pribadi besar dalam sejarah panjang NU dan pesantren adalah kisah-kisah mengenai kemandirian.

"Hanya dengan menjadi mandiri, kita baru mungkin untuk menyumbangkan sesuatu, berkontribusi kepada hidup bersama, berkhidmat pada peradaban dunia," kata Saiq Aqil.

Sejalan dengan 'Visi Indonesia 2045' yang dicanangkan pemerintah Indonesia, NU pun turut mengapresiasinya.

Dengan semangat kolaborasi, NU yakin keresahan-keresahan problem milenial dapat teratasi.

"Problem-problem lama bawaaan abad lalu belum seluruhnya tertangani."

"Sedangkan masalah-masalah baru datang bertubi-tubi, masalah yang berkisar pada Perubahan Iklim, kesenjangan ekonomi, bio-teknologi, polarisasi percakapan dan identitas, radikalisme-terorisme, dan krisis energi."

"Sementara itu, laju teknologi bergerak secara eksponensial menawarkan kemudahan-kemudahan praktis dengan risiko-risiko yang tak sepenuhnya bisa diperkirakan."

"Daftar panjang tersebut bisa diringkas sebagai keresahan-keresahan milenial."

"Keresahan yang penanganannya jelas meniscayakan kolaborasi bersama warga dunia, bukan
hanya warga negara."

"Di situ lah, kita mengapresiasi inisiatif pemerintah Indonesia yang mencanangkan Visi Indonesia 2045," terang Said Aqil.

Pada masa depan nanti, kata Said Aqil, Indonesia betul-betul berkontribusi pada peradaban dunia.

Dengan keragaman dan kemajemukan bangsa Indonesia, ormas-ormas keagamaan berperan sebagai semen perekat sosial.

Kemajemukan ini disatukan di bawah tenda besar Pancasila dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Melalui kekayaan budaya Nusantara, Indonesia membuka diri pada interaksi dan kolaborasi dengan kebudayaan global asing.

Namun juga tetap berpegang teguh pada kebudayaan lokal menjadi identitas, nafas, dan aktualisasi nilai-nilai bangsa.

Sementara melalui kekayaan materialnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa.

"Daratannya dipenuhi hutan-hutan penopang paru-paru dunia, di bawahnya terkandung kekayaan mineral yang banyak."

"Lautannya mengandung potensi ekonomi biru tiada tara, di bawahnya tersimpan bukan hanya ikan, tetapi cadangan migas dan mineral yang berlimpah," kata Said Aqil.

Dan selanjutnya adalah kekayaan sumber daya politik yang demokrasi.

Untuk diketahui, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga dan negeri Muslim terbesar di dunia.

Kendati demikian, kata Said Aqil, Indonesia bukan negara penganut satu kepercayaan atau agama.

Tetapi Indonesia adalah negara Pancasila yang menaungi semua pemeluk agama.

"(Dimana demokrasi di Indonesia) didasari kemaslahatan bersama, kemauan untuk mendengar, kejernihan akal-budi, dan kelapangan hati untuk menerima perbedaan, maka bangsa besar ini akan semakin terhormat dan bermartabat."

"Dan pada saatnya nanti, aktif berkiprah dalam mendorong dunia yang lebih damai, aman, dan beradab," kata Saiq Aqil.

Pembukaan Muktamar NU ini dihadiri Wakil Presiden 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla, Jajaran Menteri Kabinet, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) H Abdul Muhaimin Iskandar.

Hadir pula para rais dan katib syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), para ketua dan sekretaris tanfidziyah PBNU, dan perwakilan peserta Muktamar.

Muktamar merupakan forum permusyawaratan tertinggi di NU. Selama 2-3 hari forum ini akan membahas hal-hal strategis terkait persoalan kebangsaan dan keumatan, menghasilkan rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat secara umum, serta menetapkan pemimpin baru untuk masa khidmah berikutnya. (*)

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)

Baca Juga

Komentar