ITS Kembangkan Alat untuk Bantu Pasien Darurat Peroleh Pertolongan Pertama By Okezone

 

ITS Kembangkan Alat untuk Bantu Pasien Darurat Peroleh Pertolongan Pertama

By
edukasi.okezone.com
6 min
dok: ITS
dok: ITS

JAKARTA-Keberadaan Unit Gawat Darurat (UGD) di sebuah rumah sakit menjadi penting untuk membantu pasien yang membutuhkan pertolongan darurat. 

Namun selama pandemi Covid-19, rumah sakit di Indonesia kerap kewalahan dalam merawat pasien yang jumlahnya terus meningkat. Akibatnya, terjadi antrian panjang saat pasien ingin masuk ke  UGD.

Hal inilah yang mendorong, enam sivitas akademika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merancang Portable Patient Monitoring System (PPMS) yang dipasang pada mobil ambulance untuk mempercepat pertolongan terhadap pasien dan memangkas antrian di emergency room atau UGD.

Tim yang diberi nama Imelda (singkatan dari Integrasi Semarang, Malang dan Surabaya yang merupakan asal dari para anggota tim, red) ini terdiri dari Prof Dr Ir Mauridhi Hery Purnomo selaku ketua, Wiwik Anggraeni, Diah Risqiwati, Lailatul Husniah, Sugiyanto dan Hanugra Aulia Sidharta.

Semua anggota tim Imelda tersebut saat ini masih menyelesaikan studi program S3 di ITS di bawah bimbingan Prof Dr Ir Mauridhi Hery Purnomo. Di samping itu, tim ITS ini juga turut melibatkan Dr Lailis Syafa’ah yang merupakan dosen Teknik Elektro dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai koordinator komunikasi tim dengan mitra kerja terkait.

Wiwik Anggraeni mengungkapkan, PPMS terdiri dari tiga komponen utama, yakni alat monitoring pasien, komputer mini, dan printer thermal mini. Ketiganya dikemas dalam sebuah koper dengan ukuran yang sama dengan berat kurang dari 3 kilogram guna memudahkan transportasi.

“Dengan ukuran tersebut, PPMS menjadi alat portable yang bisa dipindahkan dari ambulance menuju bed sementara sebelum masuk ke emergency room,” paparnya melalui siaran pers, Kamis (27/1/2022).

Lebih detail, Wiwik menambahkan, PPMS berfungsi sebagai alat monitoring tanda vital selama perjalanan dari rumah pasien hingga UGD. Tanda vital tersebut di antaranya adalah SpO2, systole, diastole, suhu tubuh, respiratory rate, dan heart rate.

“Keenamnya akan diamati selama perjalanan dan paramedis dapat mencetak rangkuman data tersebut untuk kemudian diserahkan ke UGD,” ujar dosen Departemen Sistem Informasi ITS tersebut.

Wiwik mengaku, dalam melakukan penelitian ini, tim Imelda menggunakan metode pengamatan secara langsung. Dengan melibatkan Rumah Sakit (RS) UMM sebagai mitra kerja, tim melakukan survei di lapangan guna mencari ide inovasi yang sesuai dengan tema IEEE SIGHT Funding, sebuah program pengabdian yang berhubungan dengan penanggulangan Covid-19.

“Lalu, ide tersebut kami ajukan untuk diimplementasikan di ambulance milik RS UMM,” bebernya.

Setelah mendapat persetujuan dan pendanaan, tim Imelda mulai merakit PPMS dan melakukan uji simulasi, baik simulasi terbatas maupun simulasi di lapangan. “Saat pengujian, kami mendapat feedback yang positif, tim paramedis mengatakan bahwa alat ini sangat dibutuhkan sebab bentuknya yang portable dan multifungsi,” terang dosen yang menyelesaikan gelar S2-nya di Teknik Informatika ITS tersebut.

Setelah beberapa pengujian dan simulasi, sambungnya, PPMS siap beroperasi dan berhasil dihibahkan di RS UMM pada 13 Januari 2022 lalu. Selain itu, alat yang sedang dalam tahap proses untuk pengajuan hak cipta ini juga akan dibagikan ke dua tempat lainnya, yakni RS Bhayangkara Pusdik Sabhara Porong dan Medical Center ITS. 

“Namun, kegiatan hibah alat di dua tempat tersebut baru akan dilaksanakan satu hingga dua minggu ke depan,” ujar Wiwik.

Namun Tiada gading yang tak retak, PPMS yang dibuat oleh tim Imelda pun masih terdapat kekurangan mengingat alat ini merupakan prototipe seri pertama.

Hal-hal yang perlu disoroti untuk pengembangan ke depan di antaranya adalah konektivitas terhadap internet yang masih terbatas, tambahan alat monitoring di UGD yang belum rampung didesain, hingga permintaan dari pihak rumah sakit atas alat monitoring pasien dengan merek tertentu.

Dirancang selama dua tahun sejak wabah Covid melanda, proyek ini dinilai Wiwik mengalami banyak kendala. Mulai dari terbatasnya jenis dan model alat monitoring akibat impor yang dibatasi hingga sulitnya teknis dalam pengambilan data alat monitoring karena tidak ada manual dan protokol resmi dari pabrikan.

“Kami berharap dapat terus berpartisipasi dalam pengembangan alat di bidang medis yang tepat dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia,” tandasnya

(fmi)

Baca Juga

Komentar