AJI: Setop Labeli Hoaks Tindak Represif Aparat di Wadas
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito meminta pemerintah berhenti menyatakan tindakan represif aparat keamanan di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (Jateng) dengan label hoaks.
Ia berkata, pemerintah harus mengedepankan prinsip-prinsip seperti komitmen non partisan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber, transparansi metodologi, serta komitmen atas koreksi yang terbuka dan jujur, sebagaimana diwajibkan Jaringan Pengecekan Fakta Internasional (IFCN).
"AJI Indonesia menyerukan pemerintah untuk menghentikan pelabelan hoaks peristiwa di Wadas yang sewenang-wenang dan berdasarkan klaim yang dianggap sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat," kata Sasmito dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (12/2).
Ia memandang pemerintah terlihat berupaya mendistorsi berita terkait pengamanan berlebihan, kekerasan, dan penangkapan yang dilakukan aparat. Hal tersebut, menurutnya, setidaknya tergambar dalam konferensi pers yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta pada Rabu (9/2).
Bahkan, lanjutnya, siaran informasi Polri juga melabeli situasi di Wadas sebagai hoaks atau informasi bohong.
"Polisi membuat narasi bahwa ada warga yang membawa senjata tajam dan kemudian diamankan polisi. Namun, Tempo melaporkan bahwa senjata tajam yang dibawa warga merupakan alat untuk mencari rumput pakan ternak," katanya.
Lebih lanjut, Sasmito menyerukan pers nasional agar menjalankan fungsi kontrol sosial seperti diamanatkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener yang berdampak kepada warga Desa Wadas.
Saat ini, menurutnya, hanya pers yang dapat menjadi juru bicara publik saat berhadapan dengan pemerintah atau penguasa.
"[Kami menyerukan] pers nasional untuk memberikan suara kepada mereka yang tidak bisa bersuara," ujarnya.
Sasmito menegaskan, pers harus tetap bersikap independen dan menghasilkan berita yang akurat terkait peristiwa di Wadas.
Menurutnya, independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan.
Sedangkan akurat, lanjutnya, berarti sesuai keadaan objektif peristiwa tersebut dan telah diverifikasi berlapis, tidak hanya sekedar mengutip pernyataan pejabat atau narasumber tertentu.
Sebelumnya, Ketua YLBHI Muhammad Isnur menuding Menko Polhukam, Mahfud MD, telah berbohong terkait insiden di Desa Wadas.
Isnur juga menyebut penjelasan Mahfud bahwa tidak ada kekerasan terhadap warga Desa Wadas kemarin tak sesuai fakta-fakta di lapangan.
"Cerita Pak Mahfud ini jelas tidak berdasar dan berbeda dengan fakta-fakta yang ada di lapangan dan kami lihat, LBH Jogja lihat di lapangan," kata Isnur saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (9/2).
"Jika Pak Mahfud melihat video yang tersebar dengan mudah di sosial media dan juga bagaimana cerita warga, jelas apa yang Pak Mahfud sampaikan itu bohong," ujarnya menambahkan.
Isnur menyebut berdasarkan video yang beredar dari warga Wadas, banyak memperlihatkan aparat kepolisian menangkap warga desa dengan tindakan kekerasan. Selain itu, terdapat video yang menampilkan kekerasan aparat.
"Banyak di video kekerasan terjadi. Ada banyak pemuda termasuk pengacara LBH kena pukul juga, ditangkap oleh kepolisian," katanya.
Komentar
Posting Komentar