Dikuasai Singapura sejak RI Merdeka, Wilayah Udara Natuna Diambil Alih karena Menyangkut Kedaulatan Halaman all - Kompas

 

Dikuasai Singapura sejak RI Merdeka, Wilayah Udara Natuna Diambil Alih karena Menyangkut Kedaulatan Halaman all - Kompas.com

Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia akan mengambil alih pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) yang dikuasai Singapura sejak Indonesia merdeka. Hal ini menyangkut kedaulatan negara.

Pengambilalihan FIR ini akan dilakukan lewat dokumen kesepakatan yang akan ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, hari ini, Selasa (25/1/2022).

Mengacu Peraturan Menteri Perhubungan (Menhub) Nomor 55 Tahun 2016 tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Internasional, Flight Information Region atau FIR adalah suatu daerah dengan dimensi tertentu di mana pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service) diberikan.

FIR yang dikuasai Singapura ini menyangkup sekitar 100 nautical miles (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia yang melingkupi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna.

Akibat penguasaan Singapura, seluruh pesawat yang hendak melintas di wilayah tersebut harus melapor ke otoritas Singapura. Tentunya, termasuk pesawat-pesawat milik Indonesia.

Video Rekomendasi

Jokowi Tunjukkan Sikap Tak Berpihak pada Konflik Rusia-Ukraina

Persoalan pengelolaan FIR yang berada di sebagian wilayah barat Indonesia ke tangan Singapura ini berawal ketika pada tahun 1946, International Civil Aviation Organization (ICAO) menyatakan bahwa Indonesia belum mampu mengatur lalu lintas udara di wilayah yang disebut sektor A, B, dan C.

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional tersebut menilai saat itu Indonesia yang sedang merintis penerbangan belum siap secara infrastruktur. Di awal masa kemerdekaan, kondisi fasilitas peralatan maupun tenaga lalu lintas udara Indonesia sangat minim
sehingga pengelolaan FIR diserahkan kepada Singapura.

"Ini bukan hanya masalah bisnis. Ini masalah kedaulatan negara," kata Tantowi Yahya pada September 2015 saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR.

Hal senada disampaikan mantan Direktur Jenderal Perhubungan Udara (Dirjen Hubud) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Capt. Soenaryo Yosopratomo.

Menurutnya, penguasaan ruang udara oleh negara merupakan bentuk perlindungan terhadap kedaulatan. Oleh karena itu, Soenaryo selalu mengatakan pengambilalihan FIR sudah sangat mendesak.

“Menguasai ruang udara untuk melindungi kedaulatan dan martabat bangsa,” kata Soenaryo dalam tulisannya di Kompas.com, 3 Desember 2019.

Direktur Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW) ini menegaskan itu mengatakan, Indonesia memang sudah sepantasnya mengambilalih pengelolan FIR dari Singapura. Sebab infrastruktur yang dimiliki Indonesia sudah siap.

“Dilihat kondisi terkini, Indonesia telah memiliki peralatan dan personil pengatur lalu lintas udara yang memadai, sehingga sudah saatnya kita mengelola FIR kita secara penuh,” ucap mantan Penerbang TNI AL itu.

Presiden Jokowi sendiri sempat menargetkan penguasaan kembali FIR Natuna di tahun 2019.

Jaga keamanan dan tambah pemasukan negara

Selain untuk menjaga kedaulatan negara, pengambilalihan FIR pun punya sisi positif lainnya.

“Negara yang mengelola FIR memiliki keuntungan berupa akses informasi lalu lintas penerbangan, keamanan negara dan pemasukan keuangan,” ungkap Soenaryo.

Dia juga meyakini, infrastruktur penerbangan Indonesia sudah mumpuni untuk bisa mengelola FIR sektor A, B, dan C itu. Soenaryo menyebut Indonesia sudah maju dalam perkembangan kemampuan teknologi, khususnya perhubungan udara.

“Sementara dari sisi perangkat keras dan perangkat lunak yang dimiliki, pihak perhubungan udara sudah memiliki kemampuan yang cukup,” tuturnya.

Menurut Soenaryo, hal tersebut dapat dibuktikan dengan kemampuan yang sangat baik dalam pengaturan lalu lintas udara di FIR Jakarta, serta areal Jakarta.

“Jumlah trafiknya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan FIR Singapura sektor A, B, C tersebut. Sehingga dapat memberikan gambaran bahwa dari sisi teknis operasional, kemampuan yang kita miliki tidak dapat diragukan lagi,” ujar Soenaryo.

Indonesia memiliki dua FIR yaitu FIR Makassar yang mengelola wilayah Indonesia Bagian Timur dan FIR Jakarta yang mengelola Indonesia Bagian Barat dengan total panjang mencapai 8.541 km.

Selain untuk mengelola penerbangan dalam negeri, Indonesia juga sebenarnya diminta untuk mengelola wilayah udara negara lain, yaitu Timor Leste dan Chrismast Island (Australia). Namun wilayah “titipan” itu disebut tidak signifikan secara ekonomi.

Justru FIR yang dikuasai Singapura-lah yang dinilai akan mendatangkan banyak keuntungan. Sebab FIR itu mengelola wilayah udara strategis Indonesia, yang merupakan jalur sibuk karena sering dilintasi oleh penerbangan internasional.

“Melihat luasnya sektor A, B dan C serta jumlah trafik yang melewati daerah tersebut, seharusnya pendapatan Indonesia jauh lebih besar,” ucap Soenaryo.

Pengambilalihan FIR merupakan capaian signifikan yang diraih RI setelah berbagai upaya negosiasi sejak tahun 1990-an.

Mandat nasional tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Sementara mandat internasional tertuang dalam Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Anexx 11 Konvensi Chicago Tahun 1944 dan Keputusan ICAO pada Pertemuan Ketiga Navigasi Penerbangan Kawasan Asia/Pasifik Tahun 1993.

(Penulis: Capt. Soenaryo Yosopratomo, Mutia Fauzia. Editor: Bagus Santosa, Bambang Priyo Jatmiko)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya