Sebagian FIR Masih Dikuasai Singapura, Kehormatan RI sebagai Negara Besar Disorot Halaman all - Kompas

 

Sebagian FIR Masih Dikuasai Singapura, Kehormatan RI sebagai Negara Besar Disorot Halaman all - Kompas.com

Pesawat Garuda Indonesia-1 yang membawa Presiden Joko Widodo dan rombongan mendarat di Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten pada Jumat pukul 08.30 WIB.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesepakatan mengenai pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) masih mengizinkan Singapura untuk mengelola sebagian wilayah langit Kepulauan Riau dan Natuna. Diplomasi pemerintah pun mendapat sorotan.

"Ini berarti Pemerintah Indonesia tidak melakukan persiapan serius untuk benar-benar mengambil alih FIR di atas Kepulauan Riau," ungkap Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/1/2022).

Kritik dari Hikmahanto ini menyusul poin kesepakatan yang dibuat Indonesia dengan Singapura terkait FIR.

FIR yang dikuasai Singapura atas mandat International Civil Aviation Organization (ICAO) ini menyangkup sekitar 100 nautical miles (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia yang melingkupi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna.

Sejak Indonesia merdeka, pengelolaan FIR di wilayah-wilayah tersebut belum pernah berada pada otoritas dalam negeri. Alhasil, semua pesawat yang hendak melintas di wilayah tersebut harus melapor ke otoritas Singapura, termasuk pesawat-pesawat milik Indonesia.

Video Rekomendasi

Sikap RI dan Upaya Evakuasi WNI di Tengah Perang Rusia Vs Ukraina

Proses pengambilalihan FIR sudah dilakukan Indonesia sejak tahun 1990-an. Lalu di awal pemerintahannya, Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya untuk mengambil FIR di wilayah Kepri dan sekitarnya paling lambat tahun 2019.

Akhirnya kesepakatan terealisasi pada tahun 2022. Perjanjian mengenai pengambilalihan FIR dari Singapura ditandai dengan penandatangan yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dengan Menteri Transportasi Singapura S. Iswaran, di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

Penandatanganan kesepakatan disaksikan langsung oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Meski Pemerintah mengeklaim telah mengambil alih FIR Kepri-Natuna, Singapura rupanya masih tetap memegang pengelolaan ruang udara di sebagian wilayah tersebut.

Hal ini terkait kesepakatan mengenai Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial.

Lewat kesepakatan itu, Indonesia memberikan PJP kepada Singapura di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura. Tidak disebutkan area yang masih dalam pengelolaan Singapura itu.

Namun, Pemerintah mengatakan, delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu diberikan kepada otoritas Singapura untuk penerbangan dengan ketinggian 0-37.000 kaki. Adapun penerbangan 37.000 feet ke atas baru masuk dalam pengelolaan Indonesia.

Masalahnya, traffic atau lalu lintas penerbangan sipil jarang berada pada ketinggian di atas 37.000 feet. Biasanya penerbangan sipil di atas 37.000 kaki hanya untuk melintas.

Singapura sendiri pun telah menyatakan kesepakatan tersebut membuat Bandara Changi bisa semakin bertumbuh secara komersial.

"Menurut media Singapura seperti Channel News Asia, pendelegasian diberikan oleh Indonesia untuk jangka waktu 25 tahun. Repotnya, jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan kedua negara," kata Hikmahanto.

Durasi delegasi pelayanan jasa penerbangan di sebagian wilayah Indonesia kepada Singapura belum disampaikan oleh Pemerintah. Namun, jika hal tersebut benar, Hikmahanto menilai jangka waktunya terlalu lama.

"Tidakkah perpanjangan waktu berarti tidak memberi kepastian?!" tambah Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani itu.

Hikmahanto menyebutkan, konsep FIR memang bertujuan untuk keselamatan penerbangan. Hanya saja, pada kenyataannya, Bandara Changi dapat mencetak keuntungan besar bila FIR di atas Kepulauan Riau masih dikendalikan oleh Singapura.

"FIR atas ruang udara suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara bisa saja dikelola oleh negara lain. Hanya saja, bila dikelola oleh negara lain menunjukkan ketidakmampuan negara tesebut dalam pengelolaan FIR yang tunduk pada kedaulatannya," tutur Hikmahanto.

Pemerintah pun diminta untuk menjelaskan kepada publik terkait persoalan ini. Menurut Hikmahanto, pengelolaan FIR di Kepri dan sekitarnya yang disebut telah diambil alih Indonesia masih banyak menimbulkan pertanyaan.

"Apakah hingga saat ini Indonesia belum dapat mengelola FIR di atas Kepulauan Riau? Apakah butuh 25 tahun lagi untuk akhirnya bisa? Ataukah 25 tahun tersebut mungkin tidak mencukupi sehingga perlu untuk diperpanjang lagi?" ujarnya.

Kehormatan Indonesia

Kesepakatan antara Indonesia dan Singapura ini pun dianggap meruntuhkan kehormatan bangsa.

"Lalu menjadi pertanyaan di manakah kehormatan (dignity) Indonesia sebagai negara besar bila tidak mampu mengelola FIR di atas wilayah kedaulatannya dan menjamin keselamatan penerbangan berbagai pesawat udara," tukas Hikmahanto.

Perjanjian antara Indonesia dan Singapura yang salah satunya terkait FIR ini nantinya akan dibawa ke DPR untuk dibahas sebelum disahkan. Hikmahanto berharap agar poin mengenai penguasaan Singapura yang masih bisa mengelola sebagian ruang udara Indonesia kembali dikaji.

"Apakah Indonesia rela bila Changi terus berkembang secara komersial karena FIR di atas Kepulauan Riau dipegang oleh Singapura dan tidak Soekarno-Hatta?" tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya